Mohon tunggu...
Nur Halipah
Nur Halipah Mohon Tunggu... Editor - Ordinary girl with extraordinary life

Freelance with Freedom

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Aku Kembali Patah

1 Juli 2019   15:12 Diperbarui: 1 Juli 2019   15:34 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Malam saat jiwa suci diturunkan, aku kembali merona. Satu tangan mengulur, merekatkan sisa sayap yang pernah hilang.
Aku mabuk dalam euforia. Dengan bangga mengepak, menapak hamparan langit yang kupikir tak akan pernah tercapai.

Aku kembali menginjak bumi, memanggil dirimu dan berceloteh bangga tentang dunia yang kudambakan.
Aku kira, aku telah memecah dinding. Menarik dirimu dalam satu dimensi, bersitatap untuk membagi sebongkah tawa.

Namun, aku keliru. Kau telah membenci alunan omong kosongku. Kau muak dengan gelagar bahak pemuja kemunafikan sepertiku.
Lalu, pada penghujung malam aku berbagi sajak, aku sadar tak ada retakan yang kuagung-agungkan pada dinding pemisah kita. Aku buta dalam keegoisan.

Kau kutip puisi-puisi kesukaanmu, berteriak pada ketidakadilan yang kau sumpah serapahi.
Namun, aku bodoh. Hanyut pada ragam semu yang ingin segera kutenggelamkan saat ini.

Aku berlari ke tempat dinding kita dibangun, tetapi ia semakin tinggi. Lapisan baja panas mengitari, merontokkan daging hingga tersisa tulang-belulang.
Aku menjerit, menyuarakan kata yang menyesakkan tenggorok. Namun, semua terhenti karena lisanku telah membeku. Aku mati sebelum galian kubur memanggilku.

Aku menyesal. Langit-langit kamarku menjadi kosong, meski ia berwarna. Sebelah sayapku telah gugur. Aku kembali patah.
Jika pengandaian adalah hal terakhir yang bisa kulakukan, aku akan memilih mematahkan sisa sayapku. Lalu, menjadi pesakitan agar senandungku kembali kau dengar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun