Mohon tunggu...
Stephen Kevin Giovanni
Stephen Kevin Giovanni Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Siswa biasa yang berusaha menjadi luar biasa....

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ramalan Pemilu 2019: Akan Ada 20an Partai Peserta

7 Februari 2015   22:23 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:37 12700
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pemilu 2019 masih sekitar 4 tahun lagi. Tetapi, melihat perpecahan partai-partai yang ada, juga melihat geliat partai-partai yang gagal menjadi peserta di Pemilu 2014, saya meramalkan ada sekitar 20 partai yang akan menjadi peserta Pemilu 2019. Mereka adalah:

1. Partai NasDem (Nasional Demokrat)
2. PKB (Partai Kebangkitan Bangsa)
3. PKS (Partai Keadilan Sejahtera)
4. PDI-P (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan)
5. Partai Golkar (Golongan Karya)
6. Partai Gerindra (Gerakan Indonesia Raya)
7. Partai Demokrat
8. PAN (Partai Amanat Nasional)
9. PPP (Partai Persatuan Pembangunan)
10. Partai Hanura (Hati Nurani Rakyat)
11. PBB (Partai Bulan Bintang)
12. PKPI (Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia)
13. (pecahan Partai Golkar)
14. (pecahan PPP)
15. PDS (Partai Damai Sejahtera)
16. PPRN (Partai Peduli Rakyat Nasional)
17. PPN (Partai Persatuan Nasional)
18. Perindo (Persatuan Indonesia) (ormas milik Hary Tanoe) atau PKBIB (Partai Kedaulatan Bangsa Indonesia Baru) (partai milik Yenny Wahid dan Kartika Sjahrir)
19. PPI (Perhimpunan Pergerakan Indonesia) (ormas milik Anas Urbaningrum) atau Partai Nasrep (Nasional Republik) (partai milik Tommy Soeharto)
20. (partai baru)

Menurut saya, 12 partai peserta Pemilu 2014 masih dapat bertahan di Pemilu 2019 karena mereka sudah menunjukkan kekuatan yang merata di daerah. Sekalipun PBB dan PKPI suaranya kecil secara nasional, tetapi mereka berhasil menunjukkan kemerataan kekuatan mereka di 100% provinsi dan 75% kabupaten/kota di seluruh Indonesia.

Pecahan Golkar dan Pecahan PPP
Ramalan saya, Golkar dan PPP yang sedang terbelah dua akan benar-benar pecah menjadi partai politik baru. Karena perpecahan yang mereka alami sudah sangat akut dan sulit diatasi. Mereka sudah mengalami perbedaan ideologi dan perbedaan keberpihakan. Yang satu memihak KMP (Koalisi Merah Putih), yang satunya memihak KIH (Koalisi Indonesia Hebat).
Dimulai dari Golkar. Awalnya, Aburizal Bakrie berhasil menjadi ketua umum Partai Golkar untuk masa jabatan 2009-2015. Tetapi, semua berubah ketika Golkar akhirnya resmi mendukung Prabowo-Hatta dalam Pilpres. ARB, sapaan akrab Aburizal, mulai bertindak sewenang-wenang. Mulai memecat kader-kader yang mendukung Jokowi-JK, membuat pemberitaan yang sangat berpihak kepada Prabowo-Hatta, hingga mempengaruhi Prabowo untuk melakukan langkah-langkah mengejutkan ketika Pilpres.
Awal Desember kemarin, ARB mengadakan Munas (Musyawarah Nasional) yang dipercepat di Bali. Munas tersebut membuat kekuasaan ARB sebagai ketua umum semakin kokoh. Di sisi lain, muncul kubu baru yang segera mengadakan Munas tandingan di Ancol. Dan Agung Laksono, mantan ketua DPR, terpilih menjadi ketua umum tandingan.
Setelah muncul faksi ARB dan faksi Agung, mereka sulit sekali bersatu, bagai air dan minyak. Mahkamah partai pun tidak bisa berfungsi, karena anggotanya sudah terbelah juga, kata Muladi sang ketua mahkamah. Jadi, solusi yang paling mungkin menurut saya adalah pecah menjadi dua.
Saya lihat mereka sama-sama berambisi mengejar kekuasaan. Faksi yang satu sakit hati karena jagoannya dalam Pilpres kalah, faksi yang satu lagi sakit hati karena mereka gagal kembali melangkah ke DPR. Mereka tidak akan bisa dipertemukan lagi menurut saya.
Lalu bagaimana dengan PPP? Semua berawal dari Suryadharma Ali, sang ketua umum yang juga Menteri Agama saat itu, yang mendukung Prabowo-Hatta dalam Pilpres. Romahurmuziy, yang saat itu sekjen, tidak mau mendukung mereka. Sempat islah, lalu pecah lagi, islah lagi, lalu pecah lagi. Pihak ketua beradu otot dan otak dengan pihak sekjen.
Pihak sekjen menunjuk Romy—sapaan akrab Romahurmuziy—sendiri menjadi ketua umum. Lalu pihak ketua tidak mau kalah dengan menunjuk Djan Faridz menjadi ketua umum, karena Suryadharma telah menjadi tersangka kasus haji. Masih ada secercah harapan, karena mahkamah partai masih dapat berfungsi dengan baik. Yang saya sayangkan, Menteri Hukum dan HAM yang baru, Yasonna Hamonangan Laoly, membuat blunder dengan mengesahkan PPP kubu Romy.
Entahlah mana kepengurusan yang sah. Tapi masih ada harapan PPP islah, karena mahkamah partai masih dapat berjalan. Tidak seperti Golkar yang mahkamahnya ompong.

Partai Damai Sejahtera
Ramalan saya, PDS akan come back di Pemilu 2019. Mengapa? Karena sebenarnya PDS memiliki suara yang besar, terutama di kalangan umat Nasrani. Pada Pemilu 2009, PDS masih memiliki suara 1,48% (1.541.592 suara), jadi masih menempati peringkat 11 dari semua partai peserta Pemilu. PDS berada di bawah PBB dan di atas PKNU (Partai Kebangkitan Nasional Ulama). PDS sendiri menurut saya (dan menurut pengurus mereka juga) telah dibantai secara sistemik sehingga tidak dapat mengikuti Pemilu 2014. Mereka ketika itu tidak dapat memenuhi syarat 75% kabupaten/kota di 18 provinsi. Yang paling menyesakkan bagi mereka terutama provinsi Sumatera Barat, Jawa Tengah, DIY, dan NTT. Rinciannya sebagai berikut.
Tidak memenuhi syarat (TMS) PDS: Aceh 5 kab/kota, Sumatera Barat 12 kab/kota, Jambi 2 kab/kota, Sumatera Selatan 1 kab/kota, Bengkulu 2 kab/kota, Lampung 5 kab/kota, Bangka Belitung 1 kab/kota, Jawa Barat 4 kab/kota, Jawa Tengah 20 kab/kota, DI Yogyakarta 4 kab/kota, Jawa Timur 3 kab/kota, Banten 2 kab/kota, Bali 1 kab/kota, NTB 5 kab/kota, NTT 1 kab/kota, Kalimantan Selatan 3 kab/kota, Sulawesi Selatan 5 kab/kota, Maluku Utara 1 kab/kota. Total 77 kabupaten/kota.
Saya melihat masih banyak umat Nasrani yang menginginkan adanya partai bernafaskan Kristen, lebih lebih melihat suasana politik 2014 yang gaduh dan semakin tidak sehat ini. Semoga PDS, jika benar-benar come back, akan menjadi terang bagi Indonesia.

Partai Peduli Rakyat Nasional
Sekarang PPRN. Mengapa PPRN saya ramalkan akan come back di Pemilu 2019? Karena PPRN pada Pemilu 2009 suaranya juga cukup besar (1,21% alias 1.260.794 suara), bahkan lebih besar dari PKPI yang hanya mendapat 0,90% (934.892 suara). Walaupun salah satu penyebab PPRN tidak lolos Pemilu 2014 adalah pecahnya PPRN antara faksi Amelia Ahmad Yani dan faksi DL Sitorus, hasil verifikasi faktual memperlihatkan bahwa faksi Amelia Ahmad Yani sebenarnya tidak terlalu besar. Kebetulan yang mengajukan sengketa ke Bawaslu adalah PPRN faksi DL Sitorus. Rinciannya sebagai berikut:
TMS PPRN: Sumbar 4 kab/kota, Riau 1 kab/kota, Jambi 1 kab/kota, Jabar 3 kab/kota, Jateng 5 kab/kota, DIY 3 kab/kota, Jatim 2 kab/kota, Bali 2 kab/kota, Kalbar 1 kab/kota, Sulsel 1 kab/kota, Malut 1 kab/kota. Total 24 kabupaten/kota di 11 provinsi.
Dengan rincian seperti itu, mungkin PPRN hanya perlu pematangan kembali supaya dapat menjadi peserta Pemilu 2019. Jika PPRN tidak mau menerima kembali faksi Amelia Ahmad Yani, mungkin PPRN dapat merekrut tokoh lain untuk menjadi anggota sekaligus vote getter nasional.

Partai Persatuan Nasional
PPN (Partai Persatuan Nasional) adalah partai baru jelmaan PPD (Partai Persatuan Daerah) yang mengikuti Pemilu 2004 dan 2009. PPD bergabung dengan beberapa partai kecil membentuk PPN. PPN diketuai oleh Oesman Sapta, pengusaha yang sekarang menjadi wakil ketua MPR dari DPD. Walaupun merupakan partai baru, kekuatannya dapat diperhitungkan, karena kekuatan mereka cukup merata di seluruh provinsi. Berikut rincian hasil verifikasi faktual PPN:
TMS PPN: Sumbar 5 kab/kota, Lampung 1 kab/kota, Jateng 15 kab/kota, Bali 3 kab/kota, Kaltim 3 kab/kota, Sulsel 2 kab/kota, Maluku 2 kab/kota. Total 31 kabupaten/kota di 7 provinsi.
Dengan rincian kekuatan seperti itu, PPN tinggal membangun kekuatan di Jawa Tengah dan Sumatera Barat, supaya bisa lolos ke Pemilu 2019. Perlu ada tokoh dari kedua daerah tersebut supaya bisa menjadi vote getter bagi PPN.

Perindo dan PKBIB
Di situ saya menuliskan Perindo dan PKBIB memiliki peluang yang relatif sama besar untuk lolos ke Pemilu 2019. Mengapa?
Karena Perindo sebagai ormas yang didirikan oleh Hary Tanoe telah berhasil mendirikan kantor di 17 provinsi, dan masih ada cukup waktu untuk membangun kekuatan di 17 provinsi lainnya yang belum terjamah. Perindo baru-baru ini sudah menjadi partai politik, menepati janji Hary dahulu ketika mendirikan ormas ini, belajar dari pengalaman NasDem yang sempat membohongi publik. Tinggal menunggu aksi selanjutnya dari Hary Tanoe.
PKBIB juga memiliki peluang besar karena menjadi salah satu partai baru yang berhasil lolos verifikasi administrasi (selain PPN dan NasDem). Hanya, PKBIB terhenti di tahap verifikasi faktual dan sengketa Bawaslu. Walau kekuatannya tidak diketahui, karena hasil sengketanya tidak bisa saya dapatkan, tapi mungkin kekuatannya seperti PPN. PKBIB sendiri merupakan gabungan dari Partai PIB—yang mengikuti Pemilu 2004 (Perhimpunan Indonesia Baru) dan 2009 (Perjuangan Indonesia Baru)—dengan massa Gusdurian (pendukung Gus Dur). Tokoh sentral partai ini adalah Yenny Wahid (anak sulung Gus Dur) dan Kartika Sjahrir (anak alm Sjahrir, pendiri Partai PIB). Hanya, saya agak meragukan kekuatan partai ini sekarang, karena setelah akhirnya tidak lolos pemilu 2014, kadernya banyak yang masuk ke partai lain. Pula ada perselisihan antara Yenny Wahid dengan Kartika Sjahrir.

PPI dan Partai Nasrep
Lalu, PPI dan Partai Nasrep juga memiliki peluang sama besar, walau lebih kecil daripada Perindo dan PKBIB. Mengapa?
Saya akan bahas Partai Nasrep terlebih dahulu. Nasrep adalah partai yang didirikan Tommy Soeharto dan diketuai Jus Usman Sumanegara. Rupanya, setelah gagal total mencalonkan diri menjadi ketua umum Partai Golkar pada 2009, tidak hanya Surya Paloh yang keluar membentuk Partai NasDem. Tommy Soeharto juga keluar membentuk Partai Nasrep.
Hanya saja, perjalanan Partai Nasrep tidak semulus NasDem. Sempat tidak lolos verifikasi administrasi, lalu akhirnya diloloskan dan boleh mengikuti verifikasi faktual, lalu mengajukan sengketa kepada Bawaslu namun gagal. Nasrep TMS di 19 provinsi (80 kabupaten/kota). Setelah Nasrep gagal lolos Pemilu 2014, sepertinya mereka merapat ke Hanura. Tinggal waktu yang membuktikan, apakah mereka dapat lolos Pemilu 2019.
Lalu, PPI adalah ormas yang didirikan Anas Urbaningrum, mantan ketua umum Partai Demokrat. Menurut situsnya, bergerak.org, PPI dirintis dari diskusi Anas dengan kawan-kawannya di Blitar dan Jakarta. Diskusi ini menghasilkan ormas dengan nama Pergerakan Indonesia. Tetapi karena ormas dengan nama sama sudah ada, maka Anas menambahkan kata ‘Perhimpunan’.
PPI adalah ormas yang berpotensi menjadi partai politik karena pengaruh Anas yang masih cukup kuat, walaupun dia sekarang mendekam di balik jeruji besi. Salah satu yang paling nyata adalah keberhasilan Gede Pasek Suardika, salah satu orang kepercayaan Anas, meraih kursi DPD (Dewan Perwakilan Daerah) dari provinsi Bali. Karena dia juga mantan ketua umum Partai Demokrat, bisa saja ia menyedot para pendukungnya dari partai berlambang Mercy itu untuk masuk PPI. Bisa pula Anas memanfaatkan jabatannya sebagai salah satu presidium KAHMI (Keluarga Alumni Himpunan Mahasiswa Islam) untuk merekrut anggota PPI. We will see in 2019 election.

Nasib Partai-Partai Menengah
Ada 17 partai dalam Pemilu 2009 yang dapat meraup suara nasional lebih dari 800 ribu. Jadi, selain 9 partai yang lolos parliamentary treshold (PT), tentu sisanya ada 8 partai yang bisa digolongkan sebagai partai menengah. Berdasarkan urutan suara nasional, partai-partai tersebut adalah PBB, PDS, PKNU, PKPB, PBR, PPRN, PKPI, dan PDP.
PBB dan PKPI berhasil lolos Pemilu 2014 walau dengan susah payah. PDS dan PPRN saya sudah ramalkan di atas. Lalu, bagaimana nasib empat partai lainnya?
PBR (Partai Bintang Reformasi) ketika Pemilu 2009 berhasil mendapatkan 1.264.333 suara (1,21%). Tapi menurut berita, sejak 2012 mereka sudah bergabung ke PAN, jadi kemungkinannya untuk mengikuti Pemilu 2019 sangat kecil.
PKPB (Partai Karya Peduli Bangsa), partai bentukan Tutut yang diketuai R. Hartono, walau suaranya cukup besar pada Pemilu 2009 lalu (1,40% alias 1.461.182 suara), tetapi sepertinya sudah menyerah dalam percaturan politik. Itu dapat dilihat dari ketidakhadiran mereka dalam sidang Bawaslu walau mereka mengajukan sengketa, sehingga sengketa mereka dinyatakan batal.
Ketika itu, Tutut juga mendapat pesaing dari saudaranya sendiri. Ada Tommy Soeharto yang membentuk Partai Nasrep (Nasional Republik), ada pula Ary Sigit yang membentuk Pakar (Partai Karya Republik). Tetapi, di tahap verifikasi faktual, tiga partai tersebut sama-sama gagal melewatinya. Nasrep dan Pakar, yang juga mengajukan sengketa ke Bawaslu, sama-sama gagal menang di Bawaslu karena mereka TMS di banyak sekali kabupaten/kota. Pakar TMS di 30 provinsi (270 kabupaten/kota), sedangkan Nasrep TMS di 19 provinsi (80 kabupaten/kota). Mungkin karena famili dan kroni Soeharto yang tercerai berai ini, membuat peluang lolos ke Pemilu 2019 semakin berat.
PKNU (Partai Kebangkitan Nasional Ulama), pecahan PKB, ketika Pemilu 2009 berhasil meraih peringkat 12 nasional dengan 1.527.593 suara (1,47%). Setelah kegagalan verifikasi faktual dan sengketa Bawaslu, ketua PKNU Choirul Annam memutuskan partainya gabung ke Gerindra.
Tetapi penggabungan ini tidak berjalan mulus. Sebagian wakil PKNU di DPRD kabupaten/kota, terutama di daerah Jawa Timur sebagai basis utama pendukung PKNU, memilih bergabung dengan PPP dan PKB. Sedangkan konstituennya sendiri lebih memilih untuk kembali mencoblos PKB, ini dapat dilihat dari kemenangan PKB di Jawa Timur. Kemenangan PKB di Jawa Timur ini membuat PKB mendapatkan peringkat kelima nasional pada Pemilu 2014.
Kalau sudah begini, PKNU akan kesulitan mengumpulkan kembali pendukungnya untuk Pemilu 2019. Apalagi ketika verifikasi faktual, PKNU TMS di 25 provinsi (124 kabupaten/kota).
PDP (Partai Demokrasi Pembaruan) adalah partai sempalan PDI-P yang muncul pada Pemilu 2009. Pendirinya adalah Roy BB Janis dan Laksamana Sukardi. Sebagai partai baru, PDP yang berlogo banteng corat-coret ini berhasil mengumpulkan 896.660 suara nasional (0,86%) dan menjadi partai peringkat 17.
Ketika proses menuju Pemilu 2014, awalnya PDP terlihat solid. Ternyata, ada api di dalam sekam, udang di balik batu. Ketika PDP berhasil lolos tahap verifikasi administrasi, konflik internal partai mencuat ke permukaan. PDP terbelah menjadi kubu Roy BB Janis dan kubu Laksamana Sukardi. Yang diloloskan KPU kebetulan faksi Roy, sehingga memantik kemarahan faksi Laksamana. Akhirnya pada tahap verifikasi faktual, segalanya berjalan amburadul bagi faksi Roy sehingga PDP tidak lolos tahap itu. Mengajukan sengketa ke Bawaslu pun tak ada hasilnya. Karena TMS yang mereka alami sangat banyak, di 26 provinsi (135 kabupaten/kota).
Sepertinya kubu Laksamana yang lebih menguasai PDP ketika itu. Tapi dengan luluh lantaknya PDP, sangat sulit baginya untuk lolos Pemilu 2019. Apalagi, setelah itu, ada isu bahwa sebagian anggotanya masuk PAN dan sebagiannya lagi masuk Hanura. Semakin sulit dipersatukan.

Partai Baru, Mungkinkah Muncul?
Pada poin terakhir, saya memberi tulisan partai baru yang diberi tanda kurung. Tetapi, yang saya pertanyakan sekarang adalah, mungkinkah partai baru di luar yang saya prediksikan akan benar-benar muncul?
Menurut saya, sementara ini masih mungkin. Karena ketika proses pendaftaran partai politik pada Pemilu 2014 saja, ada cukup banyak partai baru yang muncul, walau yang paling siap tentu NasDem.
Ada pula partai baru tapi lama, alias dulu mungkin pernah ada tetapi berganti kemasan, atau para pengurusnya pindahan dari partai lama. Contoh partai seperti ini adalah PPN (jelmaan PPD yang merger dengan beberapa partai), PKBIB (Partai PIB yang bergabung dgn Gusdurian), PKDI (Partai Kesatuan Demokrasi Indonesia, jelmaan Partai Kasih Demokrasi Indonesia yang mengikuti Pemilu 2009), Partai Republik (katanya peserta Pemilu 1999), Partai Bhinneka Indonesia (katanya jelmaan partai yang pernah ikut Pemilu 1999), dan Partai Kongres (ada kesamaan pengurus dengan PIS (Partai Indonesia Sejahtera), peserta Pemilu 2009).
Partai baru yang bisa dianggap benar-benar baru ketika pendaftaran Pemilu 2014 adalah Partai NasDem, Partai Nasrep, Pakar, dan Partai SRI (Serikat Rakyat Independen). Selain NasDem, kita sebagai rakyat Indonesia akan menunggu, apakah mereka akan hadir kembali (atau berusaha hadir kembali) di 2019?
Lalu, tahun 2014 di Kompas ada deklarasi partai baru bernama Partai Hijau. Partai ini dibentuk oleh Walhi (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia). Katanya, mereka mempunyai banyak program pro-lingkungan. Semoga saja ideologi mereka laku, karena walau Partai Hijau eksis di berbagai negara, tetapi kursi yang diperoleh hanya sedikit, bukan menjadi pemenang pemilu. Bandingkan dengan Partai Buruh yang menjadi partai besar, bahkan partai pemenang pemilu di berbagai negara.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun