Setelah perjalan panjang tibalah Hoja dan Jaka di sebuah desa yang berada di kabupaten Ciamis. "Hoja, buat apa kita jalan sejauh ini hanya untuk membuktikan mimpimu," Tanya Jaka penasaran setelah terpaksa diajak Hoja, untuk ikut dengannya.
"Mimpiku itu amat mengganggu, ingat ketika kamu pergi untuk aksi besar-besaran di IbuKota, aku selesai jumatan di kampung tertidur dan bermimpi  di gubuk yang berada di kebunku. Dalam mimpiku itu aku melihat kamu dan banyak orang yang ikut aksi , nah ternyata aku dalam mimpiku berwujud burung, hinggap di dahan, di pohon itu ada juga burung yang lain, namun burung itu berbentuk unik tubuh nya wangi kasturi.," cerita Hoja.
"Aku mengajak burung itu berbicara, "Banyak sekali yang hadir di aksi itu, sholat jumat pula, pasti mereka mendapat pahala yang besar di sisi Tuhannya," ujarku kepada burung yang berwangi kasturi. "Untuk amalan sholat jumat dan hadir untuk mendengar tausiah ya ada pahala untuk mereka, namun aku mendengar berita langit, ada seseorang di Ciamis sana yang memperoleh pahala yang lebih besar dari pahala yang didapat dari semua yang hadir di aksi itu, namanya Pak Mahmud," saut burung berwangi kasturi.
"Kok bisa, kan dia tidak hadir di aksi itu?" Tanyaku penasaran. "Ini alamatnya pergilah dan temui beliau, cari tau dan tanyakan, semoga kamu bisa mendapatkan jawaban dari pertanyaan penasaran kamu!" Ujar burung berwangi kasturi. Dan setelah itu burung itu terbang menghilang.
"Aku terbangun dan keringatan Jaka, Sungguh ini mimpi yang aneh buat aku," lanjut Hoja.
"Ya sudah, kita sudah sampai di desa, dan di pasar dimana Pak Mahmud berada, ayo kita langsung tanya, Â biar cepat selesai urusan kita!" ajak Jaka.
"Nanti dulu Jaka, kita amati dulu Pak Mahmud, aku ingin melihat dari jauh dulu, sosok beliau, seperti apa orangnya dan perangainya sehingga langit mengistimewakan belia." Â ujar Hoja.
Setelah bertanya- tanya, ketemulah Jaka dan Hoja akan sosok yang bernama Pak Mahmud, laki-laki tua yang berdagang kayu bakar serta daun pisang, sepanjang pengamatan, tidak ada yang istimewa dari beliau, hanya saja Pak Mahmud terkesan bersahaja.
Sebagaimana pasar di desa, hanya berlangsung hingga tengah hari, Hoja dan Jaka memutuskan untuk menemui Pak Mahmud, dan memperkenalkan diri.
Perkenalan singkat dilanjutkan dengan ajakan Pak Mahmud untuk ikut ke rumah beliau disambut hangat oleh Hoja dan Jaka.
Di rumah Pak Mahmud yang sederhana, dan disuguhi air putih dan renginang, Hoja bertanya, apakah Pak  Mahmud ikut aksi damai yang diadakan di ibukota?.