Mohon tunggu...
Humaniora Pilihan

Tentang Bagaimana Diri Dihargai

10 Februari 2016   11:01 Diperbarui: 11 Februari 2016   12:53 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bukan hal yang mengejutkan sekiranya, bila segala pencapaian sebetulnya memiliki harganya masing-masing. Beberapa sangat sulit untuk didapatkan karena harganya yang tinggi menjulang. Sebagian lagi lebih mudah sebab tak butuhkan banyak pengorbanan untuk relakan apa-apa yang hilang. Penebusan harga apapun hal yang hendak kita capai tersebut, mari sebut saja, adalah sebuah proses. Terlebih bagi hal-hal yang tiada berbentuk lagi berwujud, proses adalah sebentuk penebusan yang selalu kita harus lakukan. Berbeda dengan benda-benda material yang bisa ditebus dengan merogoh kocek--yang tentunya berisi uang.

Dalam upaya mendapatkan apapun, tentu dibutuhkan beberapa tetes keringat, mungkin segenggam tangan penuh luka, atau sepasang telinga yang kadung kebal terhadap cerca. Maka proses adalah fase yang mengizinkan semua itu untuk menyapa dan menjamahi kehidupan manusia; setia menemani mereka yang terengah-engah dalam perlombaan melawan waktu. Satu yang tercatat paling bersahabat adalah sesosok proses yang menjelma dengan nama learning.

Laura King (2011), dalam The Science of Psychology, menuturkan satu pemahaman yang begitu menarik mengenai learning. "Learning," ujarnya, "is a systematic, relatively change of behavior that occurs through experience." Maka, sederhananya, learning dalam pandangan King dapat ditinjau sebagai sebuah proses change of behavior yang amat bergantung pada kehadiran experience.

Marilah sejenak injakkan kaki di sebuah toko roti untuk menyingkap hikmah yang tersembunyi.

Lihatlah potongan-potongan roti yang tersaji apik di balik kaca bening yang menawannya dalam sebuah toko. Kuning keemasan mereka merona, sesekali semburat coklat terlihat menyelingi permukaannya. Tak lupa semerbak harumnya memenuhi ruangan, seolah merayu setiap yang mampu membau untuk tak pergi buru-buru. Semuanya terangkum dengan nikmat dalam bentuk yang masih hangat karena baru saja dari pemanggang ia diangkat. Percayalah bahwa ini sungguh sebuah godaan yang amat berat bagi semua yang dapat melihat.

Namun, suatu hari, toko itu tiba-tiba tak lagi menyediakan roti. Mereka sekarang menjual adonan tepung yang sedikit berair sebagai sajian utamanya. Tidak ada lagi roti hangat beraroma nikmat, kini lemari toko itu penuh dengan adonan mentah yang belum terolah. Kecuali mereka punya suasana toko yang benar-benar menyejukkan bagi jiwa, rasa-rasanya takkan pernah kita lihat lagi kerumunan pengunjung berdesakan di sana.

Pada hakikatnya, proses yang luput dari adonan yang dijual itu adalah sesuatu yang seharusnya memberi harga kepadanya. Tergeletak pasrah di atas meja panggangan yang menyala-nyala adalah sebuah tebusan yang tidak ditempuh oleh adonan tersebut. Ketika pilihan itu tidak diambil, adonan roti akan tetap menjadi bahan mentah yang tak membuat siapapun menelan ludah.

Learning, sama seperti itu, merupakan wujud proses yang juga mampu sebabkan manusia memiliki harga diri yang tinggi. Lewat penyibakan hikmah yang terus menerus dalam setiap experience yang dilalui, harga yang akhirnya akan menggelayuti pundak manusia sejatinya berpegang erat pada change of behavior yang dialami. Setiap insan, perhatikanlah, berperilaku berbeda-beda karena mencicipi pengalaman yang juga bemacam-macam. Maka harga yang melekati diri kita semua pun pasti tak sama pula.

Apa jadinya bila Lionel Messi, pada suatu pagi di tahun 2000, membuka pintu rumahnya untuk menemukan seperangkat alat mesin waktu? Lalu ia pergi melampaui masa ke tahun 2015, saat di mana ia telah menjadi salah satu legenda hidup sepak bola. Dengan keterbatasan skill yang ia miliki di usia 13 tahun, ragu kiranya untuk melihat seorang Messi seperti yang seharusnya. Walau gelarnya masih sama, seragam merah-biru Barcelona-nya masih serupa, gaji selangitnya pun juga tetap luar biasa; tapi siapapun pasti berani menjamin bahwa ia akan kehilangan semua itu dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.

Kenapa?

Karena harga yang terlanjur disematkan kepada Messi di tahun 2015 bukanlah harga yang sesuai untuk dibebankan kepada siapapun, bahkan dirinya sendiri pada 15 sebelumnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun