Pandemi Covid-19 "memaksa" umat manusia di penjuru bumi untuk melakukan perubahan yang signifikan dalam menjalani hidup dan kehidupan. Dalam sekejap banyak orang harus rela kehilangan pekerjaan. Banyak orang kehilangan sumber pendapatan. Semua orang tidak siap menghadapi perubahan yang sedemikian cepat terjadi. Perlahan namun pasti, masing-masing dari kita belajar dengan cepat dan segera beradaptasi untuk bisa mengikuti laju perubahan itu.
Tidak bisa dipungkiri, imbas Covid-19 terhadap aspek ekonomi menjadi yang paling dirasakan oleh banyak orang, terutama mereka yang sudah berkeluarga dan harus tetap menghidupi seluruh anggota keluarga. Sehingga inovasi dan kreativitas menjadi kunci untuk bisa melalui tekanan ekonomi akibat Covid-19. Seperti yang dijalani oleh Arianda Priyatna saat ini. Ari, biasa ia disapa, merupakan instruktur bahasa Inggris di kota Medan. Kepiawaiannya dalam mengajar bahasa Inggris sudah tidak diragukan lagi, dimana Ari memiliki ciri khas dalam sistem pengajarannya dengan mengedepankan fonem.
Covid-19 membawa Ari untuk memulai perjalanannya menekuni usaha kuliner. Pekerjaannya di perusahaan swasta harus terhenti, sementara peminat untuk kelas privat bahasa Inggris juga menurun drastis. Sebagai kepala keluarga tentunya kondisi ini menjadi beban pikiran Ari bagaimana memenuhi kebutuhan keluarga ketika sudah tidak ada lagi pendapatan yang diterima.
Ari menjatuhkan pilihan untuk memulai usaha kuliner. Sang istri kebetulan diberkahi dengan kemampuan memasak. Selain itu, pangan merupakan kebutuhan dasar manusia, sehingga usaha kuliner seolah tidak mengenal batasan waktu, apapun jenis makanan yang dijajakan selama bisa memenuhi selera pasar bisa dipastikan akan laku terjual.
Ari dan istri sepakat menjual makanan khas Medan, mie sop. Mie sop merupakan jenis makanan kampung di Medan yang sudah melegenda. Salah satu kuliner yang wajib dicicipi ketika berkunjung ke Medan adalah mie sop. Ari bersyukur sang istri piawai dalam meracik mie sop yang rasanya sesuai dengan lidah warga Medan. Awalnya Ari melakukan uji coba mie sop buatan sang istri ke keluarga besar dan tetangga rumahnya. Tanpa diduga keluarga besar dan para tetangga memberikan tanggapan sangat baik atas mie sop buatan sang istri. Dengan modal tersebut, Ari memutuskan untuk serius menjual mie sop lebih luas lagi.
Bukan hal mudah bagi Ari dan istri untuk menjajakan mie sop. Bahan baku menjadi tantangan yang kerapkali harus dihadapi pasangan ini. Harga bahan baku yang tidak stabil membuat Ari harus menghadapi kesulitan dalam memasok bahan baku. Bahkan, disebutkan Ari, dalam satu waktu ia dan sang istri harus menghentikan operasional penjualannya dikarenakan harga bahan baku yang tinggi, sementara Ari tidak ingin menaikkan harga jual mie sop produksinya.
Bagi Ari dan sang istri, kualitas rasa tetap nomor satu demi menjaga kepercayaan dan loyalitas pelanggannya. Untuk itu, bahan baku yang digunakan pun bahan baku yang terbaik. Ari berprinsip harga yang ditetapkan sesuai dengan kualitas rasa yang ditawarkan.
Selain bahan baku, di awal perjalanan usahanya, Ari menemukan kendala dalam memasarkan mie sop sang istri. Ari menjajakan mie sop secara konvensional, sehingga jumlah pembeli juga masih sangat terbatas. Otak kreatif Ari tidak berhenti, dan akhirnya ia memutuskan untuk mengoptimalkan media sosial untuk menjajakan mie sop. Perlahan namun pasti, Ari mulai mendapatkan ritme dalam menjalankan usaha kulinernya. Sehingga varian produk yang dijual pun bertambah. Tidak hanya sekedar mie sop, saat ini Ari dan sang istri juga menawarkan mie rebus Medan, hingga frozen food racikan sang istri seperti risol.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H