Mohon tunggu...
Hara Nirankara
Hara Nirankara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Buku
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis Buku | Digital Creator | Member of Lingkar Kajian Kota Pekalongan -Kadang seperti anak kecil-

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pelacur dan Calon Presiden

20 Mei 2023   18:44 Diperbarui: 20 Mei 2023   18:47 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar oleh Hara Nirankara

Ada satu hal yang cukup menarik pada perhelatan Pemilihan Presiden tahun 2024 nanti, di mana salah satu calonnya mengaku kadang menonton film porno. Pengakuan itu tentu saja dijadikan senjata oleh lawan politiknya, terutama untuk menenggelamkan citra dari sang calon. Dan seperti yang sudah kita sering baca, banyak opini meyudutkan karena adanya pengakuan menonton film porno.

Ganjar Pranowo merupakan calon Presiden dari Partai PDI Perjuangan, yang juga mengaku sebagai 'pecinta' film porno. Pengakuannya dalam kanal Youtube pada salah satu channel dijadikan senjata untuk memperburuk citra Ganjar, tentunya "moral" dijadikan dalih palih signifikan bagi seorang Pemimpin.

Lantas, benarkah "moral" mempengaruhi kepemimpinan? Jawabannya adalah iya, karena pemimpin yang baik haruslah yang bermoral baik pula. Namun, apakah menonton film porno mempengaruhi moral kita? Jawabannya adalah tidak.

Orang yang suka atau kadang menonton film porno tidak lantas menjadikan orang itu bermoral buruk, bahkan, standar sebuah moral hingga saat ini menurut Saya masih ambigu.

Orang yang taat beribadah terkadang suka melacur. Orang yang paham tentang ilmu agama terkadang mencabuli anak kecil. Jika kasusnya demikian, apakah film porno dan pelacuran bisa dijadikan standar moral? Tentu tidak.

Di sisi lain, ada sebuah akun twitter dari pendukung salah satu Capres yang juga lawan politik Ganjar Pranowo yang berkata bahwa industri film porno adalah sebuah bentuk penghinaan bagi kaum perempuan. Dan anehnya, tanpa data yang jelas ia mengatakan bahwa 55% pemilih sah di Indonesia ialah kaum perempuan.

Mari kita loncati soal hinaan bagi kaum perempuan dan data pemilih, Saya lebih tertarik untuk membahan pelacur dan pelacuran itu sendiri. Seperti pada sebuah esai yang pernah Saya buat dengan judul "Seks dan Revolusi", "Seks dan Agamawan", dan "Paradoks Tentang Seks" sudah Saya jelaskan bagaimana peran seks dalam kehidupan manusia, terutama dalam kebutuhan biologis.

Pelacur sendiri merupakan sebuah profesi paling tua di dunia, keberadaannya diyakini sudah ada sejak 2400 SM dan bertahan hingga kini, bahkan pada masa yang akan datang. Jika kita mengacu pada ilmu ekonomi, pelacur merupakan sebuah produk yang menawarkan jasa kenikmatan duniawi. Kenapa "produk"? Karena dalam ekonomi produk sendiri dibagi menjadi dua, yaitu barang dan jasa. Maka dari itu, pelacur menawarkan jasa pelacuran bagi mereka yang membutuhkan.

Jika kita mengacu pada sebuah hukum, tentu pelacur dan pelacuran melanggar hukum yang berlaku yang mayoritas ada di banyak negara. Tapi, dunia ini tidak hanya berisikan hal-hal yang baik saja, tidak berisikan yang taat hukum saja. Kenapa bisa demikian? Karena kehidupan harus seimbang seperti yin dan yang, baik dan buruk, benar dan salah, dlsb.

Sama halnya dengan kemanusiaan, ada banyak sekali sifat pada diri manusia termasuk suka menonton film porno dan menjual jasa pelacuran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun