Ada satu hal menggelitik tentang karamnya KRI Nanggala 402, yaitu tentang orang dan kelompok yang menggalang dana untuk membeli kapal selam baru.Â
Awalnya Saya menemukan postingan soal donasi di akun instagram (@)pekalonganinfo, yang diinisiasi oleh kelompok berbasis agama. Seketika itu juga Saya langsung memberi kritikan dan berkata bahwa, Saya tidak setuju dengan ide itu.
Kenapa Saya melancarkan kritikan itu? Jelas bahwa dalam ide donasi tersebut terdapat kesalahan berpikir, dan seperti yang sudah sering Saya jelaskan bahwa, salah satu penyebab tidak majunya sumber daya manusia di Indonesia adalah, karena banyak masyarakatnya yang mempunyai kesalahan dalam berpikir.
Pertama, dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Indonesia, sudah direncanakan untuk apa saja uang yang diterima dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia pada tiap Kementerian dan juga Organisasi Masyarakat. Termasuk dalam APBN Kemenhan tahun 2020, yang 40% dari APBN digunakan untuk membayar tunjangan dan gaji pegawainya. Sedangkan alokasi untuk riset, masih sangat kecil. Seharusnya riset menjadi fokus utama Kemenhan dalam mengelola APBN, termasuk di dalamnya tentang pembaharuan alutsista.
Nah, Kemenhan sudah diberikan dana lewat APBN yang berarti itu mencakup untuk pembelian kapal selam yang baru. Itulah kenapa Saya tidak setuju dengan ide donasi pembelian kapal selam, karena seharusnya negara yang bertanggung jawab bukannya malah rakyat diminta untuk berdonasi.
Kedua, Indeks Kelaparan di Indonesia tahun 2020 sebesar 19,1%, lebih tinggi dari Thailand, Vietnam, Filipina. Indeks Gizi Buruk di Nusa Tenggara Timur, 5.200 orang terkena gizi buruk dari total 5,4 juta penduduk. Belum lagi daerah lain seperti Maluku, Maluku Utara, Gorontalo, Sumatera Barat, Papua, dan masih banyak daerah yang memiliki kasus gizi buruk.Â
Seharusnya donasi diadakan untuk membantu negara dalam menekan angka kelaparan dan gizi buruk, terlebih dalam masa seperti sekarang ini. Bukannya malah pembukaan donasi dilakukan untuk membeli kapal selam, inilah yang Saya maksud bahwa ide donasi itu tidak tepat sasaran.
Yang terakhir, orang-orang yang kontra dengan kritikan Saya itu beralasan bahwa "apa yang dilakukan untuk menjaga kedaulatan negara, sebagai wujud kepedulian kepada negara". Nah, di sini kesalahan berpikirnya lumayan fatal, karena nasionalisme tidak bisa diukur hanya dengan ikut berdonasi untuk membeli kapal selam baru.
Membeli produk buatan dalam negeri tidak lantas membuatmu menjadi seorang nasionalis, menggunakan bahasa inggris dalam beberapa kesempatan tidak lantas layak untuk dicap tidak mempunyai rasa nasionalis. Nasionalisme tidak bisa diukur dengan satu atau dua tindakan yang kita lakukan, karena nasionalisme adalah paham untuk mencintai negara sendiri, termasuk menggunakan bahasa inggris demi keberlangsungan dalam modernisasi, membeli beberapa produk impor agar negara memiliki tambahan devisa.