Mohon tunggu...
Hara Nirankara
Hara Nirankara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Buku
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis Buku | Digital Creator | Member of Lingkar Kajian Kota Pekalongan -Kadang seperti anak kecil-

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Jangan Takut untuk Meminta Bantuan Ketika Mengalami Toxic Relationship

21 November 2020   18:16 Diperbarui: 22 November 2020   05:36 437
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Toxic Relationship (sumber: melissacatherineharrison.com)

Ah, lagi-lagi ada topik menarik dari Kompasiana. Topik pilihan tentang "Toxic Relationship". Toxic relationship hingga saat ini masih menjadi salah satu bahasan pokok dalam kelompok feminisme, yang korbannya pun tak selalu perempuan.

Ya, feminisme tidak melulu soal perempuan, mereka (laki-laki) yang menjadi korban juga dibela oleh feminisme, termasuk dalam kasus toxic relationship hingga pelecehan.

Seperti yang kita ketahui, bahwa siapapun bisa menjadi korban, dan siapapun berpotensi menjadi pelaku. Kejahatan seksual, atau dalam topik kali ini "toxic relationship", tidak memandang gender, usia, suku, agama, dan juga orientasi seksual. Semuanya berpotensi menjadi korban dan pelaku, inilah yang menarik dari setiap kasus yang terjadi dalam kehidupan di sekitar kita.

Toxic relationship adalah sebuah hubungan yang ditandai dengan tindakan/perilaku yang tidak baik/buruk secara emosional oleh salah satu pasangan, dan bisa mengarah ke bentuk kekerasan fisik.

Sedangkan penyebabnya? Bisa dari tingkat emosional pasangan, tingkat ketidak-pedulian pasangan, egoisme, dan juga patriarki/matriarki.

Dalam tulisan kali ini, saya tidak akan membagikan pengalaman tentang toxic relationship, karena saya tidak pernah mengalaminya, hehe. Namun saya ingin memberikan tips, yang mungkin saja dapat dijadikan sebuah referensi agar kalian tidak terjebak ke dalam hubungan yang toxic.

Hal pertama yang harus dilakukan ialah, kenali pasangan atau calon pasangan. Salah satu hal yang sering saya lakukan ketika ingin mendekati seorang wanita adalah, dengan membaca karakter/sifat dari target.

Memang, tidak semua orang dapat melakukan seperti yang saya lakukan. Maka dari itu, saya menggunakan diksi "kenali pasangan atau calon pasangan" sebelum kalian memutuskan untuk menjalin hubungan.

Ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk "mengenali", yaitu dengan cara mempersilahkan target untuk terbuka kepada kalian, mengamati sikap yang diperlihatkan, mencari tahu informasi dari teman dekatnya, teman yang suka padanya, dan teman yang tidak suka padanya.

Kenapa kalian memerlukan opini dari teman yang tidak suka kepadanya? Tujuannya adalah untuk membuktikan, apakah opini itu sebuah kenyataan atau hanya gosip belaka. Cover both side mutlak diperlukan, agar langkah yang akan diambil selanjutnya merupakan sebuah langkah yang bijak. Dan yang tidak kalah penting, gunakanlah firasat kalian.

Yang perlu kalian ingat, masa pendekatan, masa pacaran, dan masa pernikahan terkadang berbeda-beda. Ada orang yang ketika sedang mendekati, dia berperilaku manis, sopan, menyenangkan. Tetapi ketika sudah memasuki masa pacaran hingga pernikahan, terkadang sikapnya berubah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun