Penggunaan kata "lonte" atau konotasi negatif dari Pekerja Seks Komersial (PSK), akhir-akhir ini ramai digunakan oleh netizen. Hal itu disebabkan oleh video Nikita Mirzani yang viral, tentang komentarnya atas kepulangan Habib Rizieq Shihab ke Indonesia. Penggunaan kata lonte digunakan oleh mereka pendukung Habib Rizieq dan yang kontra terhadap ucapan Nikita Mirzani, yang menyebut bahwa nama Habib adalah nama tukang obat.
Namun dalam tulisan Saya kali ini, Saya tidak ingin membahas Nikita Mirzani ataupun Habib Rizieq serta FPI. Saya lebih tertarik dengan "lonte" atau profesi sebagai Pekerja Seks Komersial.
Pada masa Orde Lama, Soekarno memanfaatkan peran lonte untuk dijadikan mata-mata, guna mengeruk informasi dari politisi yang berseberangan dengannya. Bagi kalian yang tertarik untuk membaca peran lonte dalam pergerakan, silahkan klik link ini. Soekarno bukan satu-satunya pemimpin di dunia yang memanfaatkan peran lonte sebagai mata-mata.
Margaretha Geertruida "Grietje" Zelle atau yang biasa dikenal dengan Mata Hari, merupakan seorang penari eksotis dan juga lonte yang menjadi mata-mata pada saat Perang Dunia 1, ditembak mati oleh otoritas Perancis. Wanita yang memiliki kode rahasia H21 mengawali karirnya sebagai penari erotis di Paris, sebelum akhirnya menjadi spionase Jerman. Bagi kalian yang tertarik untuk membaca lebih lanjut mengenai H21, silahkan klik link ini.
Charlotte de Sauve, Liu Hulan, Violette Reine Elizabeth Bushell, Anna Chapman, Noor Inayat Khan, Josephine Baker, adalah beberapa wanita yang menjadi spionase pada masanya masing-masing. Walau tidak semuanya berprofesi sebagai lonte, tapi wanita-wanita itu berhasil menggegerkan dunia berkat bakat menyamarnya. Silahkan klik link ini bagi yang ingin membaca lebih lanjut tentang mereka.
Setelah kalian Saya ajak untuk mengenal peran lonte dalam urusan mata-mata, selanjutnya Saya ingin sedikit berpendapat tentang lonte pada masa sekarang, yang kebanyakan malah dicibir.
Dalam produk, terdapat barang dan jasa. Lonte merupakan produk berupa jasa yang ditawarkan bagi mereka yang ingin "jajan di luar". Memang, dalam agama lonte adalah profesi yang dilarang. Namun, sejak jaman dahulu kala, bahkan ketika agama samawi baru muncul, profesi lonte sudah lebih dulu eksis.
Kenapa sih, harus mencibir mereka yang memilih untuk menjadi lonte? Bukankah setiap manusia mempunyai pilihan, bahkan menjadi salah satu bagian yang dilaknat oleh Tuhan sekalipun, kan? Banyak wanita (bahkan pria) memilih menjadi lonte karena sebuah "keterdesakan", ada juga yang menjadi lonte karena sakit hati. Bahkan, banyak pula yang memilih untuk menjadi lonte karena yang bersangkutan memburu kenikmatan.
Ketika kita berbicara mengenai lonte, berarti kita juga sedang membicarakan perihal seks sebagai salah satu kebutuhan biologis manusia. Ada banyak sekali cara yang dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan biologis, salah satunya membeli jasa yang ditawarkan oleh lonte.
Hal di atas bukan perkara tabu lagi, karena pada faktanya, sepak terjang para lonte sudah panjang sekali jika dikaji secara historis. Maka akan sangat lucu jika masih ada saja orang yang menganggap, bahwa perkara seks adalah perkara yang tabu.
Mari kita buka mata lebar-lebar dengan membicarakan lonte "kelas bawah". Apakah mereka mempunyai pendidikan yang cukup? Skill yang dibutuhkan? Hingga kesempatan yang sama? Banyak lonte kelas bawah yang tidak memiliki kesempatan yang sama, seperti mereka yang punya karir atau usaha. Jika mereka bisa memilih, Saya pun yakin jawaban mereka "tidak ingin jadi lonte". Tapi inilah yang dinamakan hidup, penuh dengan pilihan yang terkadang semuanya merugikan.