Mohon tunggu...
Hara Nirankara
Hara Nirankara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Buku
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis Buku | Digital Creator | Member of Lingkar Kajian Kota Pekalongan -Kadang seperti anak kecil-

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tuhan, Kenapa Aku Berbeda?

14 November 2020   19:38 Diperbarui: 14 November 2020   19:41 1611
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kamu yang 'berbeda' bukan menjadi alasan untuk dikasihani terus menurus, untuk dijaga terus menerus. Kamu mempunyai hidupmu sendiri, kamu punya pilihanmu sendiri. Kamu yang "berbeda" tidak akan menyurutkan semangatmu untuk bisa sejajar dengan orang "normal" yang lainnya. Kamu yang bersuku lain, etnis lain, agama lain, warna kulit lain, tidak akan menghalangimu untuk sejajar dengan mereka yang mayoritas. Kamu adalah kamu. Kamu adalah kamu yang patut bangga dengan "beda" yang kamu miliki.

Saya pun, sama. Saya dulu tidak percaya diri dengan diri Saya sendiri, dengan fisik yang Saya miliki, dengan "identitas" yang justru dijadikan bahan candaan oleh teman-teman Saya untuk mengintimidasi Saya, untuk melecehkan Saya. Iya, Saya marah ketika mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan, dengan semua yang Saya terima dari orang lain. Tapi Saya bisa apa? Saya terlahir lemah, sehingga banyak orang yang mempermainkan Saya. Apakah Saya dendam? Tidak. Saya menerimanya sebagai bagian dari seni kehidupan.

Tapi Saya yakin, suatu saat Saya pasti bisa membuktikan kalau Saya layak untuk diakui keberadaannya. Dan lihatlah sekarang, semua usaha Saya membuahkan hasil walau masih jauh dari ekspektasi. Namun Saya tidak akan menyerah, walau mungkin saja Saya membutuhkan usaha belasan hingga puluhan tahun, Saya tetap akan menjalaninya, menikmati prosesnya.

Pertanyaan "Tuhan, kenapa Aku berbeda?" Sudah tidak ada lagi di benak Saya. Saya sudah membuang jauh-jauh pertanyaan itu. Bahkan Saya menyesal, kenapa dulu Saya pernah bertanya seperti itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun