Mohon tunggu...
Hara Nirankara
Hara Nirankara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Buku
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis Buku | Digital Creator | Member of Lingkar Kajian Kota Pekalongan -Kadang seperti anak kecil-

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Hantu Kasta dalam Dinasti Politik dan Oligarki

21 Juli 2020   10:48 Diperbarui: 21 Juli 2020   11:08 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berbeda hal jika kultur politik di Indonesia tidak menggunakan uang sebagai tingkat kemenangan, maka nilai dari politik itu sendiri akan semakin bagus.

Sekarang kita lihat hasil nyata dari money politic, yang mana calon mengeluarkan biaya yang tidak sedikit, dan ketika yang bersangkutan mendapatkan kemenangan, maka yang akan dipikirkan adalah gimana caranya mengembalikan modal. 

Tapi sayangnya, perpolitikan di Indonesia bukan hanya soal "balik modal", tetapi sudah merambat ke masalah kasta. Orang-orang yang berhasil mendapatkan kedudukan, katakanlah tingkat daerah, otomatis akan mempengaruhi kasta mereka dan memberikan power lebih kepada orang itu.

"Ada satu kisah tragis dari keluarga Saya sendiri. Saat itu si A akan mencalonkan diri sebagai anggota DPRD Kota Pekalongan, dan ketika masa kampanye, Ia meminta kepada keluarga Saya untuk mencoblosnya. Kenapa kami memilih Dia? Karena Dia masih ada ikatan saudara dengan keluarga kami. Dan akhirnya kami sekeluarga memilih Dia. 

Ketika Ia berhasil duduk di kursi dewan, sikapnya berubah. Hal yang paling menyakitkan adalah ketika ayah Saya saat itu sedang dalam masa pemulihan karena penyakit batu ginjal. Ayah Saya duduk di teras rumah dan melihat ke arah si A. Namun si A malah memalingkan pandangan dan membelakangi ayah Saya. 

Ketika ayah Saya memutar badan dan memandangi si A lagi, orang itu kembali memalingkan pandangan dan kembali membelakangi ayah Saya. Keinginan ayah Saya sangat sederhana, yaitu ingin disapa oleh SANG WAKIL RAKYAT yang dulu dipilih olehnya. 

Tapi sayangnya, bahkan sampai ayah Saya meninggal dunia, si A tidak pernah menyapa ayah Saya. Apakah politik sekejam itu? Demi kasta Ia rela mengemis-ngemis untuk dipilih. 

Dan ketika terpilih, Ia menjadi sombong. Dan Saya bersumpah dalam diri Saya sendiri, suatu saat akan Saya permalukan orang itu, orang yang kami pikir sebagai saudara."

Jika kalian ingin berpolitik, silahkan, terserah. Tapi kalian harus tahu dulu, tujuan kalian berpolitik itu apa? Jika berpolitik hanya sekedar naikin kasta, haus akan hormat, terlebih mengutamakan urusan kantong, lebih baik kalian urungkan niat itu. Karena banyak sekali orang di luar sana yang ingin membawa perubahan bagi Indonesia, tapi terganjal oleh previllage.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun