Pada jaman dulu, tidak ada yang bisa membuktikan bagaimana hujan bisa terjadi, begitu juga dengan petir badai, gempa bumi, hingga penyakit. Orang-orang jaman Sumeria, Babilonia, hingga ke Abraham, dan juga pada abad ini, secara perlahan bisa membuktikan bahkan memprediksi akan adanya badai, hujan, gempa bumi, tsunami. Peradaban manusia semakin modern dan semakin banyak pula berbagai obat-obatan untuk penyakit, baik obat medis juga tradisional. Apa yang terjadi di dunia ini membutuhkan penjelasan, dan tak jarang pula, pertanyaan yang muncul pada tahun ini, jawabannya akan ada 100 tahun kemudian.
Orang-orang jaman dulu meyakini, bahwa apa yang tidak bisa dijelaskan pada saat itu adalah atas kuasa Dewa, Tuhan, sesuatu yang tidak dapat dijangkau oleh logika. Sebuah keberuntungan yang terjadi secara tiba-tiba, secara ajaib, tidak terduga, selalu dikaitkan dengan yang namanya kuasa Tuhan. Sedangkan segala sesuatu yang berbau kesialan, dikaitkannya dengan Iblis. Ya, Tuhan bisa dikatakan sebagai energi positif, dan Iblis energi negatif. Begitu pula dengan surga yang bermuatan energi positif, dan neraka yang bermuatan energi negaitf.
Ketika datang sebuah bencana, katanya hal itu terjadi atas kuasa Tuhan, Dewa. Manusia pada jaman dulu mana bisa berpikir kalau gempa bumi dapat terjadi karena pergeseran lempengan bumi. Dan ketika bencana datang, mereka yang tidak bisa menjelaskan sesuatu secara ilmiah selalu mengajak untuk tobat, agar Tuhan serta Dewa tidak murka. Pertanyaannya, kenapa mereka tidak berdo'a kepada Iblis? Bukankah Iblis selalu menginginkan kehancuran. Peperangan? Rusaknya peradaban? Iblis selalu disalahkan ketika tiap manusia berlaku lalai, ketika berlaku yang merugikan. Katanya khilaf lah, katanya tidak berpikir panjang lah, katanya ini lah, itu lah.
Manusia selalu melakukan pembenaran atas apa yang telah meraka lakukan. Manusia selalu melimpahkan kesalahan atas apa yang telah terjadi. Mereka berperang untuk siapa kalau bukan untuk mereka sendiri? Tapi mereka selalu membawa Tuhan untuk membenarkan peperangan, dan mereka selalu membawa Iblis karena yang diperangi berbeda Tuhan dengan yang mereka yakini.
Ingin berbicara masalah kemanusiaan? Kemanusiaan bukan hanya tentang mengasihi, bukan tentang menolong dan menghormati serta menghargai. Kemanusiaan juga tentang pembuhan, perampokan, penganiayaan, pemerkosaan. Kemanusiaan adalah sikap-sikap yang dimiliki oleh manusia, bukan hanya sikap baik, tapi juga sikap buruk, layaknya Tuhan dan Iblis yang mewakili energinya masing-masing.
Kemanusiaan dalam Islam seperti apa sih? Kemanusiaan dalam Kristen seperti apa sih? Kemanusiaan dalam Yahudi seperti apa sih? Kemanusiaan dalam pagan seperti apa sih? Semua kemanusiaan yang mereka (kepercayaan) tanamkan adalah yang baik-baik, dan poin-poin yang mereka bawa dalam kemanusiaan masing-masing, sama semua. Tapi kenapa harus ada pembeda? Harus ada pembatas? Karena sejatinya manusia (beragama) sendirilah yang membedakan, yang mengkotak-kotakkan.
Manusia sendirilah yang menciptakan agama dengan Tuhannya masing-masing. Padahal Tuhan mereka sama semua, yaitu ilusi, halusinasi, sesuatu yang ada dalam diri mereka masing-masing, Tuhan yang tidak akan pernah nampak, Tuhan yang tidak akan bisa berbuat apa-apa untuk menolong umat manusia. Bahkan untuk menolong satu orang pemuka agama saja, Tuhan yang mereka maksud tidak bisa. Padahal pemuka agama itu sudah melakukan perintahNya, menjauhi laranganNya, sudah menghabiskan sisa hidupnya untuk menyembahNya.
Siapa sih Tuhan? Siapa sih Iblis? Bagaimana penampakan Tuhan dan Iblis? Kita adalah Tuhan, dan kita adalah Iblis. Tuhan dan Iblis ada di dalam diri kita, bersemayam bersama kita sampai kita mati. Karena ketika kita telah mati, semua yang ada di dalam diri kita ikut mati, termasuk halusinasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H