Sedangkan di dalam RTRW dan RDTR, tidak ada kajian lebih dalam seperti penelitian terhadapt kontur/tekstur tanah seperti yang ada dalam Amdal. Jika memang benar Amdal akan dihapuskan, berarti pemerintah sudah tidak lagi membutuhkan serta mengakui kreadibilitas lembaga seperti Walhi beserta kajiannya.
Populasi Indonesia yang mencapai miliar jiwa tentunya membutuhkan ruang lebih demi kelangsungan hidup per jiwa, mereka suatu saat pasti akan membeli sebuh tanah yang akan dibangun rumah.Â
Belum lagi dengan banyak fasilitas yang diperlukan guna menunjang kehidupan mereka, mau seberapa besar lagi penggndulan hutan? Deforestasi kian tahun kian memperihatinkan hanya demi menambah pundi-pundi uang untuk investor.Â
Banyak apartemen dibangun, siapa yang untung? Investor! Area persawahan yang produktif dialih fungsi menjadi jalan tol, perumahan elit, kawasan bisnis, siapa yang untung? Investor!Â
Mungkin bagi orang-orang kaya, hal itu tidak menjadi masalah. Tapi bagaimana dengan mereka yang miskin? Pendidikan saja mereka tidak tuntas, lantas bagaimana mereka ingin bersaing dengan orang lain yang pendidikannya hingga jenjang perguruan tinggi?
Mimpi Nawacita yang dulu dihembuskan oleh Jokowi, hingga kini tidak terbukti. Presiden Jokowi membuka keran lebar-lebar untuk investor, untuk deforestasi, untuk mempersempit ruang hidup bagi milir jiwa yang ada di Indonesia.Â
Dan kenapa ketika kampanye beliau mengatasnamakan rakyat Indonesia? Demi kebaikan dan kepentingan rakyat? Kenapa tidak sedari awal saja beliau mengatakan untuk kepentingan investor?
Perihal Amdal, tolong jangan dihapus, karena didalamnya terdapat kajian-kajian alam agar meminimalisir bencana. Untuk menjadi negara maju bukan persoalan besar-besaran menarik investor, bukan persoalan membangun gedung pencakar lagit sebanyak mungkin, bukan persoalan nilai tukar rupiah.Â
Stamp negara maju merupakan hal yang relatif, karena didalamnya hanya terdapat materi yang selalu berubah dan tak berkesudahan. Indonesia tidak perlu menjadi negara maju, Indonesia hanya perlu menjadi negara yang berdiri di kaki sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H