Aku sendiri bingung, kenapa aku harus menjalani keadaan seperti ini. Rasanya entah bagaimana, tak karuan, mental seakan mempermainkan jiwaku, mental seolah menginginkanku untuk mati secepatnya. Pernah aku bertanya, bukan sekali atau dua kali, tapi setiap saat, sampai aku pun bingung, kiranya kapan aku akan mulai bosan untuk bertanya.
Terkadang jiwaku terbang, pikiranku melayang setinggi awan tanpa batas. Tapi sedetik kemudian, tiba-tiba aku seperti terjatuh ke dalam lubang yang teramat dalam, hingga tak ada yang bisa aku lihat, dengar, dan rasakan.
Aku ingin murka, tapi kepada siapa? Tak ada apapun di sekitar, bahkan suara angin pun tak ada. Aku tahan, tapi rasanya teramat menyakitkan, selalu bersembunyi di balik kalimat "aku baik-baik saja", hingga tak aku sadari, kemunafikan itu semakin angkuh mendekteku.
Tak akan pernah ada yang tahu, tak akan pernah ada yang bisa memahami, betapa tersiksanya hidup dalam keadaan mental yang gampang mengurai, tergantung siapa yang membuatnya terurai. Rumit memang, tapi inilah faktanya. Tak ada apapun, tak ada siapapun. Berulang kali aku tersenyum, seolah aku tanpa luka, seolah semua baik-baik saja. Tapi siapa yang tahu perkara hati manusia?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H