Mohon tunggu...
Muhammad Helmi Nurman
Muhammad Helmi Nurman Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Airlangga jurusan Manajemen

Muhammad Helmi Nurman tinggal di kabupaten Sidoarjo dan lahir tanggal 10 Oktober 2004. seorang mahasiswa Universitas Airlangga angkatan 2023 jurusan Manajemen. Aktif di beberapa organisasi seperti HIMA Manajemen UNAIR dan PR. IPNUIPPNU DESA WEDI.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tradisi Unik Idul Adha di Berbagai Penjuru Indonesia

19 Juni 2024   19:22 Diperbarui: 19 Juni 2024   19:32 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Helmi Nurman Photo

Idul Adha, momen penuh makna yang tak hanya tentang menyembelih hewan kurban, tetapi juga sarat dengan tradisi unik di berbagai daerah di Indonesia. Tradisi ini merupakan perpaduan budaya dan religi yang mencerminkan kekayaan budaya bangsa dan nilai-nilai keislaman yang dipegang teguh. Berikut beberapa contoh tradisi unik Idul Adha di berbagai daerah:

  • Meugang di Aceh

Sejak era Kesultanan Aceh Darussalam, tradisi Meugang telah menjadi bagian tak terpisahkan dalam menyambut Hari Raya Kurban di Aceh. Satu atau dua hari sebelum Idul Adha, kemeriahan menyelimuti Aceh. Masyarakat bahu membahu menyembelih sapi atau kambing, hewan kurban yang akan diolah menjadi hidangan istimewa. Aroma rempah-rempah khas Aceh merebak di udara, menandakan tersajinya hidangan-hidangan lezat khas Meugang. Kari kambing atau sapi, gulai meugang, rendang, dan ayam goreng menjadi primadona yang digemari.

Lebih dari sekadar tradisi kuliner, Meugang sarat makna dan nilai-nilai luhur. Rasa syukur atas limpahan rezeki, mempererat tali persaudaraan, dan kepedulian sosial terpancar dalam momen berbagi hidangan dengan keluarga, tetangga, dan masyarakat kurang mampu. Tradisi ini bukan hanya tradisi Aceh, tetapi juga warisan budaya bangsa yang tak ternilai. Mari lestarikan tradisi Meugang dan jadikan momen Idul Adha di Aceh semakin semarak dan penuh makna.

  • Grebeg Gunungan di Yogyakarta

Sejak zaman Kerajaan Mataram Islam, tradisi Grebeg Gunungan telah menjadi ikon perayaan Idul Adha di Yogyakarta. Tujuh gunungan yang menjulang tinggi, tersusun dari hasil bumi dan lauk pauk, diarak dengan meriah dari Keraton Yogyakarta menuju Masjid Gedhe Kauman. Suasana semarak dan penuh keceriaan mewarnai prosesi arakan. Bunyi gamelan dan alunan tembang Jawa menggema di udara, mengiringi langkah para prajurit keraton yang membawa gunungan dengan penuh kemegahan.

Setelah salat Idul Adha, tibalah momen yang ditunggu-tunggu. Gunungan-gunungan tersebut diperebutkan oleh masyarakat dengan penuh semangat. Ribuan orang berdesak-desakan, berusaha meraih bagian dari gunungan sebagai simbol rasa syukur atas limpahan rezeki dan kemakmuran yang dianugerahkan kepada masyarakat. Tradisi ini juga menjadi pengingat untuk selalu berbagi dan saling membantu sesama, terutama bagi mereka yang kurang mampu.

Suasana riuh dan semarak mewarnai momen ini. Tawa, teriakan, dan sorak sorai terdengar di mana-mana. Bagi yang berhasil mendapatkan bagian dari gunungan, hal ini dianggap membawa keberuntungan dan rezeki yang melimpah.

  • Pacu Jalur di Riau

Di sepanjang Sungai Kampar, Riau, gema adrenalin dan semangat juang beradu dalam tradisi Pacu Jalur. Tradisi ini telah mengakar kuat selama ratusan tahun, menjadi bagian tak terpisahkan dari perayaan Idul Adha di Bumi Lancang Kuning. Perahu-perahu tradisional yang ramping dan penuh warna, dihiasi ukiran dan bendera, berjejer di garis start. Ribuan pasang mata tertuju, menanti detik-detik dimulainya perlombaan. Suara aba-aba menggema, dan perahu-perahu itu melesat bak anak panah, membelah air sungai dengan penuh semangat.

Para pendayung, dengan otot-otot yang menonjol dan keringat yang bercucuran, bekerja sama dengan penuh kekompakan. Dayung demi dayung diayunkan dengan penuh kekuatan, mengantarkan perahu mereka menuju garis finish. Sorak sorai dan teriakan dukungan menggema di sepanjang sungai. Semangat juang dan sportivitas terpancar dari para peserta dan penonton. Tak hanya adu kecepatan, Pacu Jalur juga menjadi ajang pemersatu masyarakat, mempererat tali persaudaraan dan rasa kekeluargaan.

Di balik keseruan perlombaan, Pacu Jalur menyimpan makna yang lebih dalam. Tradisi ini menjadi simbol rasa syukur masyarakat atas limpahan rezeki dan karunia yang diberikan oleh Allah SWT. Kemenangan dalam perlombaan bukan tujuan utama, tetapi semangat juang, kekompakan, dan rasa syukurlah yang menjadi nilai utama yang ingin ditanamkan dalam tradisi ini.

  • Karapan Sapi di Madura

Di tanah Madura yang terkenal dengan budaya dan tradisi yang kental, gema deru kuku kuda dan teriakan semangat meramaikan tradisi Karapan Sapi. Tradisi ini telah mengakar kuat sejak abad ke-14 dan menjadi bagian tak terpisahkan dari perayaan Idul Adha di Pulau Garam.

Arena pacuan sapi dipadati penonton yang antusias. Sapi-sapi jantan yang gagah perkasa, dihiasi dengan kain tenun dan aksesoris tradisional, bersiap untuk adu kecepatan. Para joki, dengan tekad dan keberanian yang membara, mencengkeram erat tali kekang, siap memacu sapi mereka menuju garis finish. Debu berterbangan di udara saat sapi-sapi itu berlari kencang. Suara sorak sorai dan teriakan dukungan menggema di seluruh arena. Semangat juang dan sportivitas terpancar dari para peserta dan penonton. Karapan Sapi bukan hanya adu kecepatan, tetapi juga simbol kejantanan, kekompakan, dan semangat pantang menyerah masyarakat Madura.

Lebih dari sekadar tradisi, Karapan Sapi menjadi sarana untuk melestarikan budaya dan tradisi masyarakat Madura. Tradisi ini juga menjadi ajang pemersatu masyarakat, mempererat tali persaudaraan dan rasa kekeluargaan. Bagi masyarakat Madura, Karapan Sapi bukan hanya perlombaan, tetapi juga warisan budaya yang tak ternilai.

Tradisi-tradisi unik ini menunjukkan kekayaan budaya dan nilai-nilai keislaman yang dipegang teguh oleh masyarakat Indonesia. Melestarikan tradisi ini menjadi tanggung jawab bersama agar warisan budaya bangsa tetap terjaga dan dapat dinikmati oleh generasi penerus.


Referensi:

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun