Covid-19 menjadi penyakit yang terjadi di hampir seluruh dunia dimulai pada tahun 2019. Menurut World Health Organization (WHO), hingga 24 Oktober 2022 telah terdapat 624,235,272 kasus terkonfirmasi positif di seluruh dunia dan 6,472,664 kasus di wilayah Indonesia. Semua negara berbondong-bondong mengembangkan cara untuk menanggulangi dan mencegah penyebaran virus penyebab penyakit ini. Tren penyakit pun menjadi bervariasi, beberapa negara telah berhasil mencegah pandemi virus corona sejak dimulai pada awal 2020 dan melaporkan nol kasus Covid-19.
Mendeteksi kasus Covid-19 di masyarakat menjadi kunci penting dalam pengendalian virus Covid-19 untuk mencegah penyebarluasan virus. Terdapat beberapa jenis tes yang dapat dilakukan untuk memastikan apakah virus Covid-19 telah menyerang tubuh. Berdasarkan CDC tahun 2022, terdapat dua jenis utama tes virus Covid-19 yaitu, tes berbasis Polymerase Chain Reaction (PCR) dan tes Antigen atau biasa disebut Rapid Diagnostic Test Antigen (RDT-Ag). Kedua tes ini memiliki level keakuratan yang berbeda, dimana tes PCR menunjukkan hasil yang lebih bisa diandalkan namun memakan waktu yang lama untuk dapat menunjukkan hasil dibandingkan rapid test antigen.
Semakin meningkatnya tren penyakit Covid-19 memacu dikembangkannya alat diagnosis Covid-19 secara mandiri (self-testing Covid-19) oleh produsen-produsen. Di beberapa negara seperti Inggris dan beberapa negara di Eropa saat ini sudah mulai diedarkan alat tes mandiri dan bisa digunakan untuk pemeriksaan dari rumah masing-masing. Tes mandiri atau self-testing ini biasanya merupakan tes antigen yang dapat dilakukan di mana saja tanpa harus pergi ke tempat pengujian tertentu bahkan biasa dilakukan di rumah masing-masing.
Apa kelebihan self-testing sebagai pilihan uji Covid-19?
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari studi yang dilakukan oleh WHO, tentunya terdapat beberapa kelebihan serta kekurangan dari penggunaan self-testing Covid-19. Self-testing sendiri berdasarkan hasil studi yang telah dilakukan, dinilai memiliki tingkat keakuratan yang tinggi, kurang lebih setara dengan tes yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang terlatih atau berizin untuk melakukan tes. Sama seperti tes pada umumnya, tes yang dikarenakan user error pun dapat terjadi yang mana kebanyakan disebabkan oleh pengguna yang kurang memperhatikan langkah-langkah instruksi dalam penggunaannya.
Meskipun begitu, user error yang terjadi ini tidak akan mempengaruhi atau menurunkan kualitas dari self-testing tersebut. Apabila pada tes terdapat indikasi user error di dalamnya, maka hasil akan menunjukkan “Invalid Result/Void Result” pada “Display” sehingga mengharuskan pengguna untuk mengulang tesnya. Namun pada kenyataannya, user error ini jarang terjadi dikarenakan menurut pengguna, self-testing ini memiliki instruksi yang mudah dipahami serta mudah dilakukan.
Survei yang dilakukan oleh WHO juga menyatakan bahwa manfaat lain dari self-testing Covid-19 adalah hasil yang cepat dan tepat yang memungkinkan isolasi mandiri yang cepat pula, sehingga orang-orang sekitar terutama kelompok rentan dapat terlindungi dari penularan Covid-19. Dengan self-testing yang mana tes tersebut dapat dilakukan di rumah, akan berkontribusi terhadap penekanan penyebaran Covid-19, terutama penularan kepada tenaga kesehatan yang biasanya berhadapan terlebih dahulu dengan pasien-pasien Covid-19 yang tanpa gejala atau disebut juga sebagai Orang Tanpa Gejala (OTG).
Apa kekurangannya jika ingin diaplikasikan di dalam masyarakat?
Disamping manfaat yang didapat dari self-testing Covid-19 ini, terdapat beberapa hal yang menjadi kekhawatiran dalam tes ini. Seperti pada jenis tes lainnya, tes mandiri ini juga berpotensi memberikan hasil yang kurang tepat dalam mendeteksi keberadaan virus dalam tubuh. Maka, diperlukan uji yang berulang untuk dapat memastikan hasil self-testing tersebut. Hal ini perlu menjadi pertimbangan untuk menempatkan self-testing Covid-19 menjadi salah satu pilihan jenis tes yang dapat dipergunakan hasilnya.
Self-testing Covid-19 juga memiliki harga produk yang relatif mahal jika dibandingkan dengan rapid test yang dilakukan di klinik kesehatan melalui bantuan tenaga kesehatan. Mengacu pada merek-merek self-testing Covid-19 yang sudah resmi dan terdaftar pada pemerintahan setempat dengan isi alat tester berkisar 10-30 buah, harga kit dari self-testing Covid-19 berkisar dari ratusan ribu hingga jutaan. Hal ini mengakibatkan hanya beberapa lapisan masyarakat yang dapat mengakses alat tes dan melakukan self-testing Covid-19.
Kemampuan setiap orang dalam melakukan tes secara mandiri kemudian menginterpretasikan hasil tesnya, menjadi tantangan tersendiri dalam pelaksanaan self-testing ini. Pengetahuan dan pemahaman terkait instruksi alat tes dan interpretasi hasil menjadi kunci penting bagi masyarakat yang ingin melakukan tes secara mandiri. Hal ini dikarenakan terdapat potensi bahaya yang dapat terjadi jika pelaksanaan tes tersebut tidak sesuai dengan instruksi, misalnya seperti pendarahan yang terjadi pada saat pengambilan spesimen di hidung. Oleh karena itu, pentingnya ketersediaan informasi tentang self-testing kepada masyarakat untuk dapat menjelaskan penggunaan alat tes pada batasan usia dan juga perlu adanya kebijakan batas usia yang memungkinkan akses tanpa persetujuan orang tua bagi remaja.