Mohon tunggu...
HIMA SPI UINSA
HIMA SPI UINSA Mohon Tunggu... Sejarawan - Sejarah Peradaban Islam

SALAM JAS MERAH!

Selanjutnya

Tutup

Sosok

Sultan Abdul Kahir: Raja Islam Pertama di Bima

13 Desember 2024   13:20 Diperbarui: 13 Desember 2024   13:15 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sultan Abdul Kahir, yang lahir dengan nama Ruma Ta Ma Bata Wadu (Anak dari Rumah Batu Besar), ia merupakan anak dari Raja Bicara Bata Mbawa. Ruma Ta Ma Batu Wadu adalah sosok kunci dalam sejarah transformasi Kerajaan Bima menjadi Kesultanan Islam.  Diperkirakan Sultan Abdul Kahir lahir pada akhir abad ke-16, sekitar tahun 1580-an, sebelum akhirnya memeluk Islam dan menjadi Sultan pada tahun 1620. Ia lahir dari lingkungan keluarga bangsawan yang merupakan bagian dari dinasti penguasa Kerajaan Bima, yang saat itu masih menganut agama Hindu-Buddha. Sejak kecil, Ruma Ta Ma Bata Wadu dididik dalam tradisi leluhur yang kental dengan adat istiadat dan keyakinan lokal, yang juga dipengaruhi oleh kepercayaan Hindu-Buddha yang berkembang di Nusantara. Sebagai putra bangsawan, ia diajarkan untuk mempersiapkan diri sebagai pemimpin masa depan, baik dalam seni pemerintahan maupun strategi perang. Kehidupan masa kecil dan remajanya tidak hanya dihabiskan di istana tetapi juga di wilayah-wilayah sekitar kerajaan, di mana ia belajar tentang kondisi rakyatnya.

Transformasi besar dalam kehidupan Ruma Ta Ma Bata Wadu dimulai ketika pengaruh Islam mulai masuk ke wilayah Bima melalui hubungan dagang dan diplomasi dengan kerajaan-kerajaan Islam di Sulawesi Selatan, terutama Kesultanan Gowa. Pada awal abad ke-17, Kesultanan Gowa yang sudah menjadi kekuatan Islam di Nusantara bagian timur mengirimkan para mubalig untuk menyebarkan agama Islam ke wilayah-wilayah tetangganya, termasuk Bima. Salah seorang mubalig yang berperan penting dalam Islamisasi Bima adalah Syekh Subair, seorang ulama besar yang membawa pesan perdamaian dan ajaran Islam. Melalui interaksi dengan Syekh Subair dan ulama lainnya, Ruma Ta Ma Bata Wadu mulai tertarik dengan ajaran Islam yang menawarkan sistem kepercayaan monoteistik dan nilai-nilai keadilan.

Proses konversi Ruma Ta Ma Bata Wadu ke Islam tidak terjadi seketika, tetapi melalui perjalanan spiritual yang mendalam. Ia dikenal sebagai sosok yang bijaksana dan berpikiran terbuka, sehingga mau mempelajari agama baru ini dengan sungguh-sungguh. Dalam perjalanan ini, ia juga menyadari potensi Islam sebagai landasan untuk memperkuat kerajaan dan menyatukan rakyatnya. Setelah memahami ajaran Islam, ia memutuskan untuk memeluk agama tersebut sekitar tahun 1620. Konversi ini tidak hanya menjadi keputusan pribadi tetapi juga langkah politis yang strategis, karena melalui hubungan dengan Kesultanan Gowa, ia dapat memperoleh dukungan politik dan militer untuk memperkuat posisinya sebagai penguasa.

Dok. Wikipedia Bahasa Indonesia
Dok. Wikipedia Bahasa Indonesia

Setelah memeluk Islam, Ruma Ta Ma Bata Wadu mengganti namanya menjadi Sultan Abdul Kahir, sebuah nama yang mencerminkan identitas barunya sebagai seorang pemimpin Islam. Ia kemudian dinobatkan sebagai sultan pertama Kesultanan Bima, menggantikan status kerajaan Bima yang sebelumnya berbasis Hindu-Buddha. Sebagai sultan, Abdul Kahir langsung memulai upaya untuk mengislamkan masyarakat Bima secara bertahap. Ia memerintahkan pembangunan masjid, mengundang ulama-ulama dari luar Bima, dan mengganti beberapa tradisi adat lama dengan nilai-nilai Islam. Penobatannya sebagai sultan menandai babak baru dalam sejarah Bima, yang tidak hanya menjadi pusat kekuasaan politik tetapi juga pusat perkembangan Islam di kawasan timur Indonesia. Sultan Abdul Kahir adalah pelopor yang membawa perubahan besar dalam sejarah Bima, menjadikannya simbol kebangkitan Islam di wilayah tersebut.

Sebagai sultan pertama Kesultanan Bima, Sultan Abdul Kahir menjabat sebagai sultan pertama pada tahun (1620--1640) dan memainkan peran penting dalam membangun dasar pemerintahan Islam di daerah tersebut. Setelah memeluk Islam pada tahun 1620, dia tidak hanya mengubah identitasnya dengan mengambil nama Islam, tetapi juga melakukan perubahan besar pada struktur kerajaan Bima, menjadikannya sebuah kesultanan yang didasarkan pada syariat Islam. Selama pemerintahannya, Sultan Abdul Kahir berkomitmen untuk menyebarkan Islam di seluruh wilayah yang dia kendalikan, dari pesisir hingga pedalaman Pulau Sumbawa. Untuk memulai, agama Islam digunakan sebagai dasar hukum dan pemerintahan Kesultanan Bima. Ia mengundang ulama dari Kesultanan Gowa dan wilayah lain untuk membantu menyebarkan Islam kepada orang-orang, selain mengajarkan agama kepada keluarga kerajaan dan bangsawan.

Selain itu, Sultan Abdul Kahir memanfaatkan hubungannya dengan Kesultanan Gowa untuk memperkuat posisi Kesultanan Bima secara politik dan militer. Dengan bantuan Gowa, ia berhasil memperkuat kendalinya atas wilayah yang sebelumnya tidak terkontrol. Infrastruktur keagamaan, seperti masjid dan madrasah, yang berfungsi sebagai pusat dakwah Islam, dibangun oleh sultan. Salah satu kebijakan strategisnya adalah mengganti beberapa tradisi lokal yang tidak sesuai dengan ajaran Islam dengan tradisi baru yang didasarkan pada syariat, sambil mempertahankan nilai-nilai budaya lokal yang tidak bertentangan dengan Islam. Hal ini dilakukan dengan hati-hati untuk memastikan bahwa masyarakat dapat menerima Islam tanpa kehilangan identitas budayanya.
Selain itu, dengan memperkuat hubungan dagang dan diplomasi dengan kerajaan Islam lainnya di Nusantara, seperti Kesultanan Ternate, Kesultanan Tidore, dan Kesultanan Makassar, Sultan Abdul Kahir berhasil menciptakan stabilitas politik di Kesultanan Bima. Pada masa pemerintahannya, perdagangan Bima berkembang pesat, dengan komoditas seperti rempah-rempah, emas, dan hasil laut menjadi andalan. Selain itu, jalur perdagangan ini memungkinkan para pedagang dan ulama dari negara lain untuk datang ke Bima, mempercepat penyebaran Islam.

Sultan Abdul Kahir juga berperan dalam perubahan budaya dan adat istiadat seperti, Perubahan dalam Ritual Keagamaan yang dimana Sebelum kedatangan Islam, masyarakat Bima menjalankan berbagai ritual keagamaan yang berkaitan dengan penyembahan kepada leluhur atau roh alam, sebuah ciri khas dari kepercayaan animisme dan Hindu-Buddha. Ritual-ritual tersebut melibatkan persembahan berupa sesaji, doa kepada roh leluhur, dan upacara untuk menghormati kekuatan gaib. Setelah Sultan Abdul Kahir memeluk Islam, ia mulai menggantikan ritual-ritual ini dengan kegiatan yang berlandaskan pada ajaran Islam, seperti shalat berjamaah, tahlilan, dan doa-doa yang ditujukan kepada Allah. Masyarakat diajarkan untuk mengalihkan penyembahan dan penghormatan hanya kepada Tuhan yang Maha Esa, yaitu Allah, serta memfokuskan kegiatan keagamaan pada ibadah-ibadah yang sah menurut syariat Islam.
Kemudian perubahan baju adat, pakaian adat yang sebelumnya lebih terbuka dan tidak menutup aurat, diubah agar sesuai dengan prinsip kesopanan dalam Islam. 

Sultan Abdul Kahir mendorong masyarakat untuk mengenakan pakaian yang menutup aurat, terutama dalam acara-acara resmi dan keagamaan. Meskipun perubahan dalam pakaian ini tidak sepenuhnya menghapuskan pakaian adat lokal, ia mengarahkan agar pakaian yang dikenakan mencerminkan nilai-nilai Islam tentang kesopanan dan penghormatan terhadap tubuh.

Kisah Sultan Abdul Kahir mengajarkan kita bahwa kepemimpinan yang baik tidak hanya bergantung pada kekuasaan atau status, tetapi pada kemauan untuk membawa perubahan positif, menjaga kesejahteraan rakyat, serta menghargai dan memadukan budaya lokal dengan nilai-nilai universal yang dapat membawa kemajuan. Keberanian, kebijaksanaan, dan komitmennya terhadap keadilan sosial dan agama menjadikannya sebagai teladan bagi kita semua, bahwa perubahan yang besar dalam masyarakat memerlukan visi yang jelas, proses yang hati-hati, dan, yang terpenting, perhatian yang besar terhadap kemaslahatan rakyat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun