Mohon tunggu...
Miss Nindy
Miss Nindy Mohon Tunggu... -

I Like Coffee! ;)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kritik Donny Imam Priambodo terhadap Praktik Intoleransi

20 Oktober 2018   22:06 Diperbarui: 20 Oktober 2018   22:26 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jakarta -- Wacana tentang toleransi memang seakan tidak ada habisnya. Lebih-lebih di negara kaya suku, budaya, dan agama seperti Indonesia. Menanggapi persoalan ini, Caleg DPR RI Dapil Jateng III No Urut 9 Donny Imam Priambodo memberikan komentar. Menurutnya, wacana toleransi ini memang akan terus hadir dalam masyarakat kita. Sebab, selain membuat bangsa kita kaya, aneka suku, budaya, dan agama juga memberikan potensi bagi bangsa kita untuk menjadi terpecah belah dengan kuatnya sikap kesukuan atau fanatisme berlebihan.

Hal ini tambah miris, kata Donny, jika kita mengacu pada hasil survei terbaru yang dirilis oleh lembaga Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) Universitan Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang menunjukan, guru-guru Indonesia punya andil dalam maraknya pertumbuhan intoleransi di Indonesia.

"Guru adalah kalangan yang kita percayai dapat memberikan pemahaman, penambah wawasan, serta pengarahan bagi seluruh masyarakat kita untuk menyongsong masa depan Indonesia. Tetapi dengan melihat hasil survei ini, harapan kita seolah runtuh. Jujur saya amat terkejut saat melihat  hasil survei PPIM  ini," kata Donny saat dimintai komentar,  Sabtu (20/10/2018).

Dia kemudian menyebutkan (dengan mengacu pada data PPIM), sebanyak 56% guru tidak setuju bahwa Non-Muslim boleh mendirikan sekolah berbasis agama di sekitar daerahnya. Dan sebanyak 36% guru setuju untuk menganjurkan orang lain agar ikut berperang mewujudkan negara Islam.

Angka-angka ini, lanjut Donny, juga menunjukan kepada kita bahwa guru-guru kita belum semuanya melihat manusia di sekitarnya sebagai seorang manusia. Guru-guru yang termasuk ke dalam angka-angka tadi, masih belum memposisikan mereka yang berbeda agama, suku atau budaya sebagai satu saudara dalam status bangsa Indonesia.

"Saya heran, apa mereka lupa bahwa sebesar apapun perbedaan di antara kita, baik dalam budaya, suku, bahkan agama, kita tetap satu bangsa?. Bahwa kita tetap bersaudara sebagai mahluk bernama manusia?. Inilah yang kita harus insyafi bersama," jelasnya.

 Data ini, menurut Donny, hendaknya dijadikan bahan introspeksi diri bagi kita masyarakat Indonesia bahwa  perbedaan itu mutlak hukumnya. Perbedaan itu adalah rahmat sehingga tidak perlu dijadikan ajang permusuhan, justru kita harus jadikan sebagai suatu kekayaan. Karena sungguh mustahil kita menuju Indonesia berkemajuanj jika tidak didasari oleh perasaan persatuan. (MN)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun