Manusia adalah wujud yang merindukan kesempurnaan dan kebenaran. Setiap langkah dimaksudkan untuk meraih kesempurnaan sebanyak mungkin. Pun juga, eksperimen yang berulang-ulang dalam dunia sains, dimaksudkan untuk meminimalisir kemungkinan salahnya sebuah teori
Di sisi yang lain, manusia memiliki dua jenis kesempurnaan; PERTAMA, kesempurnaan aksidental berupa peraihan harta dan tahta. KEDUA, kesempurnaan substansial berupa kesempurnaan jiwa yaitu meraih level kedekatan pada Tuhan sebagai sesempurnanya wujud.
Tak diragukan lagi, kesempurnaan hakiki manusia dilihat dari seberapa banyak kesempurnaan substansial yang diperolehnya, bukan dari kesempurnaan aksidentalnya. Dengan kata lain, manusia dikatakan sempurna secara hakiki, bila jiwanya mendekat pada wujud sempurna, bukan ketika raganya bertahtakan emas dan berhiaskan permata.
Kata Sa'di Syirazi,
"Tubuh manusia mulia karena jiwanya. Pakaian yang indah ini bukan neraca kemanusiaan. Sekiranya mata, telinga, mulut dan hidung adalah neraca kemanusiaan, lantas apa bedanya lukisan di dinding dengan manusia?"
Yakni, anda tak ubahnya lukisan manusia, pabila anda hanya fokus pada penyempurnaan aksidental, penyempurnaan materi dan membiarkan jiwa anda terhempas dalam lembah kegelapan. Sebaliknya, anda adalah manusia, bukan lukisan manusia, bila anda berhasil meraih kesempurnaan substansial, kesempurnaan jiwa.
Ini logis, sebab manusia bukan seonggok tulang dan daging belaka. Manusia memiliki jiwa, yang mesti diperhatikan. Bahkan, manusia dikatakan hidup, karena ia berjiwa, bukan karena ia berfisik. Sungguh aneh, bila anda mengaku hidup, tapi anda hanya fokus pada fisik, dan lalai pada jiwa.
Kemudian, kesempurnaan aksidental bisa diperoleh dengan jalan harmonisasi, terlebih lagi jalan eksploitasi. Dengan korupsi misalnya, anda akan lebih cepat kaya, bermobil dan berumah mewah. Tapi semua itu nirnilai. Adapun kesempurnaan substansial, hanya mungkin diraih dengan jalan harmonisasi. Sebab kesempurnaan substansial, tidak pernah relevan dengan tindak eksploitasi. Kedekatan pada Sesempurna dan Sesucinya wujud, hanya mungkin dilalui dengan menempuh jalan-jalan kesucian, jalan harmonisasi.
Lantas, bagaimana cara mengetahui jalan-jalan harmonisasi? Tuhan adalah wujud yang bijak. Artinya, mustahil apabila Tuhan menyeru manusia mendekat pada-Nya, tapi tidak mengirimkan petunjuk kepada manusia. Anda tidak bijak, bila anda mengundang seseorang ke rumah anda tanpa mengirimkan maps atau gojek padanya, sedang anda tahu, dia tidak tahu rumah anda.
Olehnya itu, Tuhan memberikan dua cahaya (nur) kepada manusia. Cahaya yang pertama diletakkan dalam diri manusia, yaitu akal. Dan cahaya yang kedua diletakkan di luar diri manusia, yaitu para Nabi dengan kitab-kitabnya, atau agama.
Dengan ini, akal dan agama adalah dua cahaya Tuhan yang mesti digunakan manusia sebagai petunjuk dalam menempuh gerak harmonisasi. Tanpa akal dan agama, kesempurnaan substansial tak akan diraih, jalan harmonisasi tak akan tersingkap, manusia akan meraba-raba dalam gelap. Kata Mulla Sadra, bila akal dan agama bersanding, itulah cahaya di atas cahaya, nurun ala nur.