Mereka melahirkan sistem pendidikan yang latah yang berimplikasi pada lahirnya pendidikan yang tidak kontekstual beriringan dengan mutu pendidikan yang terus mengalami keterpurukan. Para penguasa oportunis ini hanya mampu melahirkan regulasi dan kebijakan yang pada hakikatnya hanya mendukung kepentingan kaum Kapitalis untuk memenuhi hasrat dirinya mengakumulasi kapital sebanyak-banyaknya.
Lalu apa yang dialami oleh pendidikan? Pendidikan hanya menjadi bagian dari realitas sosial yang teralienasi dari masyarakat. Padahal Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas Pasal 4 Ayat 1 dengan tegas mengatakan bahwa:
"Pendidikan nasional bertujuan membentuk manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak dan berbudi mulia, sehat, berilmu, cakap, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab terhadap kesejahteraan masyarakat dan tanah air."
Kemudian permasalah pendidikan sebagai sebuah sistem yang kompleks, di dalamnya meliputi aspek pemerataan pendidikan, efektifitas dan efisiensi pengelolaan pendidikan, dan mutu dan relevansi pendidikan. Dalam Propernas tahun 2000-2004 yang mengacu kepada GBHN 1999-2004 mengenai kebijakan pembangunan pendidikan pada poin pertama menyebutkan:
"Mengupayakan perluasan dan pemerataan memperoleh pendidikan yang bermutu tinggi bagi seluruh rakyat Indonesia menuju terciptanya Manusia Indonesia berkualitas tinggi dengan peningkatan anggaran pendidikan secara berarti".
Dari prespektif permasalah pendidikan sebagai sebuah sistem dari aspek pemerataan pendidikan, fakta yang terlihat bahwa kerusakan sarana dan prasarana ruangan kelas, kekurangan jumlah tenaga guru, dan keterbatasan aksesibilitas dan daya tampung sekolah masih terjadi di banyak sekolah di negeri ini.
Kemudian aspek efektifitas dan efisiensi pengelolaan pendidikan yang memiliki hubungan pararel antara satu dengan yang lainnya yaitu menyangkut rendahnya mutu SDM pengelola pendidikan, yang diakibatkan oleh keterbatasan anggaran pendidikan mengakibatkan jumlah dan kualitas buku yang belum memadai.
Kemudian ditambah lagi dengan kesejahteraan guru belum optimal yang kemudian mengakibatkan rendahnya kualitas guru berimplikasi pada proses pembelajaran yang konvensional, sehingga mengakibatkan rendahnya prestasi siswa.
Praktek pendidikan juga yang belum berbasis pada masyarakat dan potensi daerah, ditambah dengan belum optimalnya kemitraan dengan dunia usaha karena rendahnya life skill yang dimiliki. Itulah segudang persoalan pendidikan yang sedang dihadapi oleh bangsa kita sampai hari ini. Lalu apa solusinya?
Penulis melalui tulisan ini ingin menawarkan solusi mendasar bagi problematika pendidikan Indonesia. Ada 3 (tiga) langkah solutif yang perlu dilakukan yaitu:
Langkah Pertama: Rekonstruksi/revitalisasi paradigma Pancasila sebagai paradigma Pendidikan Nasional. Memanifestasikan nilai-nilai luhur Pancasila dalam penyelenggaraan pendidikan nasional  (menjadikan Pancasila sebagai paradigma pendidikan sebab nilai-nilai luhur Pancasila relevan dengan Nilai-Nilai ke Islaman). Inilah solusi mendasar.