Mohon tunggu...
HmiKomUshuluddin IAINTernate
HmiKomUshuluddin IAINTernate Mohon Tunggu... Mahasiswa - CATATAN PIKIRAN

Yakin dengan iman Usaha dengan ilmu pengetahuan Sampaikan dengan amal perbuatan

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Hukum dan Gender

28 November 2021   01:59 Diperbarui: 28 November 2021   09:57 522
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Masalah mengenai kesetaraan gender tidak pernah ada habisnya, dan selalu menjadi isu di dalam segala bidang kehidupan, dan hal tersebut bukan hanya terjadi di negara kesatuan Republik Indonesia saja, melainkan sudah dalam cakupan luas, artinya setiap Negara juga
memperjuangkan akan adanya keadilan dalam kesetaraan gender, tanpa adanya
diskriminasi, dalam memperlakukan atau memberikan hak-hak setiap orang, Sebenarnya sudah ada basis yang legal dalam menjamin akan adanya hak atau kesempatan laki-laki dan perempuan tanpa adanya perbedaan dari segala aspek bidang kehidupan yang ada, dan basis yang legal yang dimaksud tersebut sudah dituangkan dan sudah terlihat dalam Deklarasi Penghapusan dan Kekerasan Terhadap Perempuan yang telah dibuat dan disahkan pada Tahun 1993 oleh Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), tapi sangat disayangkan dengan adanya deklarasi itu tidak dipahami dan dikenal oleh masyarakat indonesia pada husunya dan pada umum-nya adalah masyarakat dunia, sehingga jarang sekali dijadikan pedoman dan acuan dalam menyelesaikan setiap masalah yang
berbasis gender.

Gender dan permasalahan yang ada didalamnya bukan membahas mengenai jenis kelamin perempuan dan laki-laki,  melainkan bagaimana agar adanya persamaan diantaranya tanpa adanya perbedaan, mendapatkan keadilan dan persamaan hak diantara keduanya, secara kodrat laki-laki dianggap lebih kuat dari perempuan, bisa diartikan laki-
laki dapat memberikan perlindungan kepada perempuan, sedangkan perempuan dapat memberikan kemahalembutannya kepada pihak kaum adam, dan juga kepada anaknya. Maka yg menjadi sentral protes mahasiw dan lembaga lembaga lain yg turut serta mengkampanyekan agar struktur hukum harus menggunakan hukum sebagai mana mestinya dan seharusnya.

Istilah dari gender menimbulkan berbagai penafsiran yang berbeda-beda, dimana
kata gender dalam istilah bahasa Indonesia berasal dari bahasa inggris "gender" diartikan sebagai jenis kelamin, dan mengacu dari pendapat yang diberikan oleh Mansour Faqih, memberikan arti bahwa gender merupakan suatu sifat yang memang melakta pada diri perempuan dan juga pada diri laki-laki di mana dapat di lakukan konstruksi baik dalam kultural dan juga sosial. Sebagai contoh dalam diri perempuan dipandang, dilihat sangatlah emosional, juga cantik dan juga lemah dan juga sebagainya. Sementara itu, dalam diri pihak laki-laki, lebih pandang sangatlah kuat, dan juga rasional, serta jantan dan perkasa, dan tidak boleh cengeng atau juga menangis. Sifat dan ciri yang dapat di pertukarkan dan adanya perubahan dari ciri dan sifat dapat terjadinya dari waktu ke waktu, dan juga dari tempat ke tempat yang lain, bahkan tidak menutup kemungkinan dapat terjadi di dalam kelas masyarakat yang berbeda. Secara harfiah bahwa yang dimaksud dengan Kesetaraan gender merupakan suatu kesamaan akan kondisi yang ada bagi kaum laki-laki dan kaum perempuan untuk mendapatkan hak-haknya sebagai manusia, dan juga mampu berperan dan juga berpartisipasi baik dalam segala kegiatan-kegiatan baik aspek bidang politik, hukum, bidang ekonomi, serta sosial dan budaya, juga pendidikan dan aspek pertahanan dan juga keamanan nasional serta adanya kesamaan dalam menikmati pembangunan dan hasilnya. Terwujudnya akan adanya kesetaraan dalam gender tentunya ditandai diskriminasi yang tidak ada, baik di antara kaum perempuan dan laki-laki sehingga akses yang ada dapat mereka miliki, berpertisipasi terbuka lebar dan adanya kesempatan, kontrol dan juga memperoleh manfaat pembangunan yang setara dan juga adil. ada beberapa indikator yang penulis mengamati kawan kawan mahasiswa sering diskusikan. Di antaranya:

Pertama. Adanya Akses, kesempatan dan mengelolah sumberdaya tertentu, Misalkan kalo laki laki mendapatkan biasiswa dari kampus maka demikianlah yg harus di perlakukan ke kaum perempuan.
Kedua. Partisipatif.Atau keikutsertaan perempuan di bidang pengambilan keputusan yg berada dalam satu komunitas,
Ketiga. Kontroling,

Kesetaraan Gender dalam Sudut Pandang Normatif dan Sosiologis

Jika merujuk pada pandangan yang normatif dimaksudkan bahwa kesetaraan gender didasarkan pada aturan dan norma yang berlaku, dimana sikap seseorang lebih  berpedoman kepada loyalitas, kesetiaan, serta aturan dan kaidah yang berlaku di lingkungannya. Sudut pandang yang normatif memberikan pengertian bahwa adanya aturan yang mengikat seseorang untuk tidak melakukan penyimpangan atau melanggar suatu kaidah atau norma yang sudah ditetapkan. Ketaatan dan kesetiaan ditunjukkan dengan berpegang teguh pada prinsip-prinsip yang ada, dimana prinsip-
prinsip tesebut diadopsi dalam suatu peraturan hukum, yang mendasarkan pada keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan hukum, dan prinsip tersebut tercermin dalam aturan-aturan yang sudah ditetapkan oleh negara, dan jika dilanggar maka akan dikenakan sanksi bagi mereka yang melanggarnya.

Pesamaan hak antara laki-laki dan perempuan sudah diupayakan untuk semuanya mendapatkan apa yang menjadi hak-haknya serta adanya perlindungan hukum yang bersifat preventif dan juga represif, dimana perlindungan hukum yang preventif lebih menekankan adanya kesempatan yang diberikan kepada rakyat bersama sama pemerintah atau lembaga terkait melakukan sosialisasi dalam mencegah terjadinya perbuatan tersebut, sedangkan perlindungan yang bersifat represif adalah bentuk dari perlindungan hukum yang lebih ditujukan dalam penyelesaian suatu sengketa yang timbul serta berpegang teguh pada norma-norma atau aturan yang ada, diartikan
juga adanya sikap taat hukum dan menyadari diri akan adanya persamaan hak antara yang satu dengan lainnya, kesadaran hukum yang timbul dikarenakan adanya sikap untuk saling membutuhkan, menghargai dan menjunjung tinggi akan hak-hak asasi manusia, dan menyadari sepenuhnya bahwa setiap orang tidak hanya mempunyai kelebihan saja tetapi juga ada kekurangan dalam dirinya, konsisten dan berpegang teguh pada prinsip hidup serta mengetahui bahwa sudah ada aturan yang mengikat untuk tidak melakukan hal-hal yang disebut dengan perbuatan pidana atau tindak pidana.

Sebaliknya jika tidak taat hukum dan melanggar aturan-aturan hukum atau
melakukan perbuatan yang dianggap masuk dalam tindak pidana, tentunya akan diberikan hukuman yang sesuai dengan kesalahannya, dalam hal ini melakukan suatu, perbuatan atau penderitaan yang mengakibatkan seseorang terluka, cacat, lumpuhan, bahkan kematian, dan terbukti sudah terjadi tindak pidana, melakukan penyiksaan, pemukulan atau mengakibatkan penderitaan maka akan dipidana, ada pasal-pasal yang mengaturnya dalam Kitab Undang-Undang hukum Pidana (KUHP), serta ancaman hukuman berupa penjara dan denda. Untuk menyatakan telah terjadi perbuatan yang dapat dipidana atau tindak pidana, selain terdapatnya barang bukti dan alat bukti yang ada, maka sudah terpenuhinya unsur-unsur dari suatu tindak pidana yang terjadi, yaitu :


Subyek, disebut sebagai subyek yaitu orang (person) dan juga Korporasi (badan
usaha yang sah atau badan hukum)
Kesalahan, dimaksud disini yaitu karena dolus (kesengajaan), sengaja melakukan
tindak pidana ada niat dan juga sudah direncanakan, sedangkan culpa (kelalaian), kurang hati-hati, akibat kurang hati-hati atau lalai dapat mengakibatkan seseorang
menderita sakit, cacat serta dapat mengakibatkan mati.
Bersifat Melawan Hukum, bertentangan dengan aturan hukum yang ada, atau tidak sesuai dengan suatu larangan atau keharusan dalam hukum dan menyerang
kepentingan dalam hukum, dan kata melawan hukum selalu dicantumkan dalam rumusan dalam delik.
Perbuatan tersebut sudah diatur dalam suatu peraturan, setiap perbuatan atau
tindakan yang melanggar suatu aturan hukum, dan mengakibatkan perasaan tidak enak, kerugian, penderitaan serta adanya korban, tentunya sudah ada aturan yang mengaturnya, sesuai perbuatan yang dilakukannya baik sengaja atau tidak sengaja, dan dibutuhkan yang namanya pembuktian untuk menuntut apakah pelaku bersalah atau tidak.
Adanya waktu, tempat dan keadaan, yang dikenal dengan locus delicti dan tempus
delicti, kapan perbuatan atau tindakan dilakukan dimana tempatnya atau
wilayahnya serta jam berapa dilakukan dan bagaimana keadaan pelaku apakah
sudah dewasa atau anak-anak, apakah dalam keadaan sehat atau tergoncang jiwanya, melihat kondisi pelaku, untuk dapat meminta pertanggungjawabannya jikalau terbukti melakukan pelanggaran atau kejahatan.

Sedangkan sudut pandang sosiologis yaitu dilihat dari aspek masyarakat, hukum yang hidup dalam masyarakat, kelembagaan sosial, dan pranata sosial harus menjadi bagian integral untuk mencegah agar ketidak Adilan terhadap yang kian mewabah di negeri ini dapat teratasi Dengan baik.

*Pj. Ketum HMI kom. Ushuluddin IAIN Ternate Periode 2019-2020*

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun