Oleh : Reika Syafrie Ihza Mahendra
Sudah menjadi rutinitas di Bulan mei bulan yang identik dengan may day, atau biasa disebut sebagai hari buruh internasional. Di Indonesia seruan aksi damai sudah menjadi rutinitas di peringatan hari buruh tersebut. Di hari itu, buruh menyuarakan seluruh aspirasinya terkait dengan kondisi buruh yang terjadi saat ini. Upah yang tak sesuai, jam kerja yang ngawur, sudah menjadi tuntutan dalam setiap aksi demonstran.Sangat disayangkan perayaan tahun ini berbeda dari biasanya. Di tengah pandemi yang saat ini terjadi, para buruh tidak bisa melakukan rutinitasnya dengan turun ke jalan sebagai bentuk menyuarakan seluruh aspirasinya. Aksi damai yang selalu dijadikan lahan menyuarakan aspirasi, kini menjadi kurang sempurana karena tidak adanya aksi turun jalan sebagai bentuk perayaan hari bersejarah bagi kaum buruh ini.Pandemi COVID-19 belakangan ini menjadi perbincangan di seluruh dunia, tanpa terkecuali di Indonesia. Berbagai dampak negatif bermunculan dengan adanya wabah virus ini. Mulai dari banyaknya orang meninggal hingga sulitnya perputaran roda ekonomi akibat dari virus ini. Pemerintahan Indonesia banyak mengeluarkan kebijakan untuk menghadapi pandemi ini, seperti PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) hingga pemangkasan biaya di berbagai sektor.
Dalam kondisi saat ini pemerintah banyak memotong berbagai sektor ekonomi, tanpa terkecuali di bidang produksi industri. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan memfokuskan anggaran dana ke penyelesaian masalah pandemi yang saat ini terjadi, agar cepat terselesaikan. Akan tatapi, dampak dengan memotong anggaran industri tentu membuat perusahaan-perusahaan mengurangi jumlah produksi dari yang biasanya, buruknya mengurangi jumlah tenaga kerja dengan cara tenaga kerja dirumahkan.
Suram nasib buruh ditengah pandemi Covid-19 saat ini. Bagaimana tidak, jumlah buruh yang di PHK sudah menyentuh angka 2 juta orang. Dihempaskan dan dibiarkan, hingga nasib buruh tak mujur seperti saat ini. Mulai beralih dengan bekerja sebagai pedagang buah, tukang ojek, maupun penjual dipinggir jalan belumlah cukup dengan kondisi saat ini. Belum lagi mereka butuh biaya kesehatan dan makan untuk membiayai keluarganya, mengingat kondisi saat ini sangat perlu memperhatikan pola makan yang baik.
Dari tahun ke tahun tuntutan telah diajukan dengan cara turun ke jalan. Akan tetapi, hasilnya selalu jauh dari yang diharapkan oleh kaum buruh. Masih banyak perusahaan yang tidak memperlakukan buruh dengan cara yang manusiawi. Dengan turun jalan saja belum bisa mengkabulkan tuntutan kaum buruh, apalagi tidak adanya aksi damai turun ke jalan seperti saat ini. Tentu membuat para pengusaha ini tidur nyenyak karena merasa nyaman dana aman dengan hasilnya sendiri, dan tentu hasilnya makin banyak karena jumlah produksi tetap akan tetapi jumlah pekerja menurun, sehingga tak perlu memberi upah banyak pekerja.
Pemerintah sebagai media antara kaum buruh dan pelaku usaha sejauh ini belum menunaikan tugasnya dengan baik. Meskipun sudah terkonsep dengan matang, nyatanya dalam pelaksanaannya masih saja belum optimal. Seperti halnya alokasi dana yang diberikan pemerintah kepada masyarkat yang membutuhkan, khususnya buruh yang dirumahkan, masih banyak yang belum mendapatkan bantuan tersebut, karena terkendala di lapangan ketika dalam penyaluran.
Harusnya pemerintah tetap memperhatikan kaum buruh, meskipun dalam keadaan pandemi seperti saat ini. Pemerintah juga harus memperhatikan, tuntutan-tuntutan para buruh, meskipun aksi damainya tidak dengan turun kejalan. Bisa dengan memberikan kebijakan kepada perusahaan terkait SOP buruh ketika bekerja di tengah wabah seperti saat ini. Tak hanya itu, perusahaan juga harus menjamin ketika ada pekerja terjangkit penyakit ini. Karena roda ekonomi harus tetap berjalan, dan buruh harus tetap bekerja, karena tanpa buruh produksi akan macet. Apabila perusahaan memaksakan untuk memproduksi dengan jumlah tetap dan tenaga kerja berkurang, tentu memberatkan buruh. Karena itu bukanlah porsi yang harus buruh terima.
Meskipun dalam kedaan pandemi seperti saat ini, tetap saja may day merupakan hari yang bersejarah bagi kaum buruh. Karena 1 Mei selamanya akan menjadi semangat perjuangan  mereka dalam menentukan nasib buruh kedepannya. Harapannya pemerintah tidak menganggap remeh hari buruh ini, dan juga pemerintah segera menyelesaikan pandemi ini secara cepat agar nasib buruh kedepannya tidak semakin banyak di PHK.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H