Â
Lockdown dan berbagai implikasinya terhadap perekonomian
Berbagai negara telah membuktikan bahwa mekanisme lockdown merupakan salah satu metoda paling efektif dalam menghambat persebaran virus. Sebut saja China yang telah berhasil lepas dari wabah ini dengan penerapan lockdown di negara mereka. Akan tetapi, cara yang efektif ini bukan berarti tidak memiliki berbagai konskeunsi. Ekonomi Tiongkok benar-benar terpuruk pada masa lockdown diberlakukan. Selain itu, kesuksesan berbagai negara dalam melaksanakan mekanisme tersebut tidak bisa kemudian kita adopsi secara mentah tanpa memperhatikan aspek-aspek yang membangun perekonomian kita.
Perekonomian Indonesia dibangun oleh berbagai jenis pekerjaan dan dari berbagai lapisan masyarakat. Berbagai sektor terancam akan lumpuh dengan penerapan lockdown tersebut. Dampak paling besar akan dirasakan oleh kalangan yang bekerja dan menerima upah secara harian, seperti tukang ojek, tukang sapu, dan pekerja harian lainnya. Dalam tinjauan ekonomi, orang-orang yang bekerja harian menggantungkan kehidupan mereka sehari-hari pada besaran pendapatan yang mereka terima pada hari itu. Dengan penerapan lockdown, pekerja harian tidak menerima penghasilan sehingga akan berdampak pada tingkat kesejahteraan pekerja dan keluarganya.
Ketika hal ini berdampak terhadap tingkat kesejahteraan, maka variable dalam kesejahteraan tersebut secara langsung juga akan terkena dampaknya. Sebut saja seperti munculnya wabah kelaparan, meningkatnya tingkat kemiskinan, serta dampak-dampak lainnya. Dalam kondisi yang lebih ekstrim, menurunnya tingkat kesejahteraan akan mempengaruhi kondisi psikologis seseorang. Tidak sejahteranya sebuah kehidupan akan menjadi stimulus seseorang untuk memenuhi kebutuhannya walaupun dengan cara yang tidak baik. Dalam realitas yang ada kita akan menemui fenomena seperti meningkatnya angka criminal, bahkan juga dapat menghasilkan dampak seperti kekacauan pada tatanan social masyarakat.
Lockdown juga akan berpotensi melahirkan fenomena panic buying gelombang kedua setelah terjadi pertama kali pada saat COVID-19 pertama kali terdeteksi di Indonesia. Panic buying ini terjadi ketika mekanisme lockdown ini tidak dibarengi oleh public health response yang baik dari masyarakat. Public health response yang rendah akan mendorong masyarakat berbondong-bondong membeli berbagai komoditas vital dalam skala besar, terutama komoditas medis seperti masker dan hand sanititizer.
Hal ini kemudian akan mengurangi persediaan dalam negeri dan berujung pada naiknya harga-harga komoditas secara umum. Secara teoritis, fenomena ini dapat dijelaskan menggunakan pendekatan hokum permintaan dan penawaran. Fenomena panic buying akan meningkatkan permintaan nasional secara serempak. Sedangkan, penawaran nasional cenderung konstan. Oleh karena fenomena ini harga-harga secara umum akan meningkat dan terjadi kelangkaan luar biasa di dalam negeri.
Lockdown sebuah wilayah juga memakan biaya yang amat besar. Salah satu bentuk nyata dari besarnya biaya tersebut adalah pemerintah harus bertanggung jawab terhadap ketersediaan pangan dan kebutuhan hidup rakyatnya selama masa lockdown diberlakukan[10]. Kewajiban pemerintah untuk menjamin ketersediaan pangan dan kebutuhan warga negara tersebut akan mempengaruhi struktur APBN Indonesia.Â
Penigkatan pengeluaran pemerintah ini akan mengakibatkan ketimpangan yang luar biasa antara penerimaan negara dengan pengeluaran negara. Dalam kondisi tertentu, memang besarnya pengeluaran akan menjadi stimulus bagi pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi, ketika lockdown dimana berbagai lini perekonomian lumpuh, anggaran deficit hanya akan menjadi boomerang bagi negara sebab stimulus tersebut tidak dapat direspon dengan baik oleh industry dan sektor-sektor produksi yang ada.
Berbagai kucuran dana yang dikeluarkan pemerintah baik berupa bantuan langsung tunai atau-pun insentif penunjang kehidupan selama lockdown tidak akan memberikan dampak ekonomi yang baik bagi negara. Hal ini disebabkan oleh kucuran dana tersebut didominasi penyerapannya oleh sektor konsumtif. Kondisi yang berada di tengah terjadinya wabah juga tidak mengizinkan kita untuk mangandalkan investasi sebagai penawar. Sebab investasi-pun akan mengalami trend menurun baik itu lokal mau-pun asing.