Mohon tunggu...
Heri TKM
Heri TKM Mohon Tunggu... Freelancer - Proyek Nulis Buku Bareng

MOTIVATOR MENULIS\r\nPelatih Internet Marketing Jawa Timur\r\n - Founder: PNBB [Proyek Nulis Buku Bareng] http://on.fb.me/1e87ABM - www.proyeknulisbukubareng.com\r\nwww.hmcahyo.com\r\nAktivis OpenIdea (opensource bloggig) - following this movement\r\nhttp://freeculture.org\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Foodie

Haruskah Bersumpah Palapa? :D

10 Maret 2013   02:23 Diperbarui: 24 Juni 2015   17:03 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13628821161143966900

Hari ini Ahad, 10 Maret 2013, seperti biasa saya mengantar istri ke Pasar Lawang untuk belanja mingguan.  Ke pasar seminggu sekali  adalah “ritual rutin”  yang kami lakukan agar memudahkan mempersiapkan sarapan bagi anak-anak selama seminggu. Meski jarak rumah dengan pasar tidak sampai  5 menit dengan mengendarai motor, tetapi kalau harus tiap hari belanja ke pasar bisa-bisa berangkat sekolah dan ke kantor kesiangan. Apalagi kalau waktu adzan Subuh-nya seperti saat, sekitar jam 4.30 WIB – tentu akan berdampak pada bangunnya anak-anak lebih “siang”.

Ya, membangunkan 4 anak (3 masih di SD dan satu masih Play Group) di waktu subuh butuh perjuangan tersendiri, kadang bisa membutuhkan waktu 30 menit lebih untuk bisa benar-benar bangun. Itupun masih harus berkali-kali meminta mereka solat shubuh, dan berkali-kali juga untuk bisa memastikan bahwa sebelum jam 6:00 mereka harus sudah mandi, berpakaian seragam, buku-buku sudah beres dan siap untuk sarapan. Bila kami bangun “kesiangan” – melebihi adzan subuh – bisa dipastikan semuanya jadi terasa diburu-buru dan bisa jadi ada yang tidak sarapan karena jam 6 kadang harus ada yang sudah berangkat ke sekolah karena tambahan pelajaran.

Nah, keberadaan stock bahan makanan di kulkas akan membantu menghemat banyak waktu tenaga untuk berbelanja, meski sesekali kami juga belanja ke “mak mlijo” yang jualan di komplek perumahan.

Kembali ke acara rutin di pasar lawang tadi pagi, setelah membeli beberapa bahan makanan, istri saya bilang, “Bawang (putih) sekarang enam puluh ribu…!”

Wah mahal sekali, padahal seminggu yang lalu di pasar lawang harga bawang putih Rp. 40.000/kg – sedangkan bawang merah sekitar Rp. 30.000-an. Sungguh harga yang sangat fantastis untuk ukuran bumbu dapur yang hanya dalam waktu seminggu sudah naik Rp. 20.000,- Jika membandingnkan harga bawang putih dengan harga ikan dan daging ayam atau sapi, sungguh ironis, karena bawang khan hanya bumbu. Mari kita lihat beberapa harga ikan di pasar Lawang; Bawal dan Tegiri sedang Rp. 16.000/kg, Lele Rp. 16.000,- Udang kecil (untuk peyek) Rp. 20.000,/kg, daging ayam potong Rp. 25.000/kg, Daging sapi Rp. 80.000/kg – eh kemarin kami beli bebek menthok jantan besar beratnya sekitar 3 Kg seharga Rp. 80.000,-

Tingginya harga bawang putih dan merah, sepertinya membuat kami (dan mungkin juga orang lain) – mengubah menu makanan sehari-hari. Dari yang biasanya menu berbasis sayur berkuah – yang bumbu utamanya adalah bawang merah dan bawang putih, sekarang bisa jadi menu makanannya berbasis sayuran lalapan – baik yang di-kulup (rebus) atau yang mentah.

Untungnya harga cabe rawit dan lombok besar tidak terlalu mahal, untuk cabe merah besar harganya Rp. 15.000 / kg, sementara cabe rawit cuma sekitar Rp. 6.000 sampai  Rp. 8.000-an saja, serta harga tomat sambel hampir sama dengan cabe rawit.

Namun bagaimanapun juga, naiknya harga bawang jelas berpengaruh pada penjual Bakso, Mie dan masakan-masakan lainnya, karena bisa jadi akan “menurunkan”  kualitas rasa dari masakan, apalagi bagi penggemar kuliner jelas akan bisa merasakan. Konsekuensinya agar kualitas masakan tetap terjaga adalah dengan menaikkan harga jual, nah masalahnya lagi – kalau yang jualan di kantin sekolah, untuk menaikkan harga makanan juga tentu harus mempertimbangkan kantong siswa yang jadi konsumennya.

Maka berbahagialah untuk mereka yang membawa bekal makanan dari rumah, karena menu makanan dirumah bisa diatur sesuai selera.

Atau solusi lainnya adalah kita mengikuti Patih Gajahmada untuk “bersumpah palapa” yaitu makan makanan yang tidak berbumbu :D -

*****

*) Palapa – dalam bahasa Madura  artinya : Bumbu.

[caption id="attachment_231728" align="aligncenter" width="504" caption="Lalapan Ikan Bawal"][/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun