Mohon tunggu...
Ahmad Arif Marzuki
Ahmad Arif Marzuki Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Pegawai Swasta

Manusia yang lagi belajar

Selanjutnya

Tutup

Tradisi Pilihan

Berjabatan Tangan

10 April 2023   15:10 Diperbarui: 10 April 2023   15:11 621
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tradisi. Sumber ilustrasi: UNSPLASH

Imam Syafi'i berpendapat bahwa bersentuhan antara pria dan wanita bukan muhrim itu membatalkan wudhu walau tanpa syahwat. Sedangkan Imam Abu Hanifah mengatakan bahwa bersentuhan itu tidak membatalkan wudhu walaupun dengan syahwat. Lalu Imam Malik berpendapat di antara keduanya, jika bersentuhan dengan syahwat maka batal jika tidak dengan syahwat maka tidak batal.

Kemudian jika di antara kita ada yang mengamalkan dawam wudhu (senantiasa dalam keadaan berwudhu) itu adalah hal baik, tetapi perlu diperhatikan, bahwa maksud dari dawam wudhu itu bukan tidak pernah batal wudhunya, tetapi---sepemahaman penulis---ketika wudhu kita batal kita segera wudhu lagi. Jadi boleh saja kita batal wudhunya karena berjabatan tangan, karena batal wudhu itu sama sekali bukan masalah.

Pada prinsipnya ada kaidah dasar yang harus dipegang oleh seorang muslim jika berhadapan dengan perbedaan pendapat di antara para ulama.

Pertama, jangan pernah mengingkari sebuah kesepakatan (al-mutafaq 'alaih) tetapi jangan juga menyangkal sebuah perbedaan (al-mukhtalaf fih). Maksudnya, dalam Islam ada perkara-perkara yang disepakati seperti shalat lima waktu itu wajib, puasa Ramadhan itu wajib, Nabi Muhammad adalah utusan Allah, maka ini adalah beberapa perkara yang tidak boleh diingkari oleh seorang muslim. Dan  juga ada perkara-perkara yang tidak disepakati seperti hal-hal yang membatalkan wudhu, berjabatan tangan, doa qunut dalam shalat, dan sebagainya. Ini adalah contoh perkara yang tidak boleh disangkal dengan menerima satu pendapat dan menolak atau bahkan menyalahkan menyesatkan pendapat lain.

 Kedua, siapa saja yang merasa berat mengikuti suatu pendapat boleh mengikuti pendapat yang lain, yakni dalam ranah persoalan yang tidak disepakati tadi (al-mukhtalaf fih). Ketiga, keluar dari perbedaan pendapat dengan mengikuti pendapat yang terkuat argumentasinya itu lebih baik.

Memandang Lawan Jenis yang bukan muhrim

Biasanya saat melakukan jabatan tangan itu dibarengi dengan memandang wajah yang kita jabat tangannya, apakah itu boleh? Maka jawabannya, yang paling diakui oleh para ulama fikih bahwa melihat wajah dan telapak tangan wanita itu diperbolehkan, bahkan Imam Abu Hanifah menambahkan melihat kedua kakinya juga masih diperbolehkan jika tanpa syahwat dan tidak menimbulkan fitnah.

Karena jika kita melihat firman Allah dalam surat An-Nur ayat 30: "Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan (menjaga) pandanganya, dan memelihara kemaluannya".

Ulama memahami ayat ini bahwa perintah menahan pandangan dangan perintah memelihara kemaluan tidaklah sama. Sebagaimana yang disebutkan oleh Al-Zamakhsyari dalam kitabnya Al-Kasyaf, bahwa pada perintah menahan pandangan diselingi dengan kata min sedangkan pada perintah menjaga kemaluan tidak demikian. Hal ini menunjukkan bahwa melihat adalah perkara yang lebih luas, orang masih bisa melihat rambut lawan jenisnya yang muhrim, dan masih bisa melihat wajah, telapak tangan, serta kaki yang non muhrim.

Berbeda dengan perintah memelihara kemaluan, maka itu perintah yang tidak ada pengecualian seperti yang tadi. Narasinya berbeda, seolah-olah Allah berkata "Boleh melihat kecuali yang dilarang, tetapi bersetubuh dilarang kecuali kepada yang halal". Jadi tingkat larangannya berbeda. Wallahu 'alam. []

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Tradisi Selengkapnya
Lihat Tradisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun