PLN... Jaya – WKB... Pasti bisa, pasti bisa, pasti bisa – Sektor Pembangkitan Kapuas... powerful, efficient, gain. Yel-yel tersebut biasanya mengakhiri doa pagi di kantor Sektor Pembangkitan Kapuas, Jl. Adi Sucipto KM 7,3, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat. Bagi sebagian orang, Kalimantan Barat mungkin identik dengan Kotamadya Pontianak dan Kotamadya Singkawang, tapi tahukah Anda bahwa secara administratif Bandar Udara Internasional Supadio sebetulnya terletak di Kabupaten Kubu Raya? Kabupaten Kubu Raya[1] sendiri letaknya bersebelahan dengan Kotamadya Pontianak.
Sektor Pembangkitan Kapuas secara khusus mengelola pembangkit-pembangkit listrik “besar” di Provinsi Kalimantan Barat[2] yang terletak di Kabupaten Kubu Raya, Kotamadya Pontianak[3], dan Kotamadya Singkawang[4], sebagai bagian dari Sistem Khatulistiwa. “Besar” di sini merujuk ke daya terpasang[5] dan daya mampu[6] dari suatu pembangkit.
Seperti tempat kerja manapun, Sektor Pembangkitan Kapuas memberikan kesan berbeda untuk setiap orang yang pernah dan sedang bekerja di sana, baik yang menyenangkan (suka) maupun yang tidak menyenangkan (duka). Saya pribadi mungkin akan banyak membahas sisi tidak menyenangkannya, karena sisi tidak menyenangkan ini rupanya dapat “memoles” dan “mengasah” saya untuk jadi pribadi yang lebih baik lagi.
Keseharian saya pada awalnya lebih banyak dihabiskan di dalam ruangan ber-AC yang sekarang diisi 4 orang sambil sesekali melakukan inspeksi ke lapangan/unit pembangkit, karena tim lingkungan banyak disibukkan dengan laporan-laporan yang dikirimkan ke beberapa instansi, baik internal maupun eksternal. Awal Oktober kemarin menjadi momen yang berat bagi kami para pegawai Sektor Pembangkitan Kapuas, dan secara khusus tim lingkungan, karena kami semua harus merelakan Supervisor Lingkungan dan K2 pindah tugas ke PT PLN (Persero) Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan, setelah 10 tahun mengabdikan diri di tanah Borneo. Beliau adalah mentor sekaligus atasan langsung terbaik bagi saya sejak saya memasuki dunia kerja (bukan hanya di PT PLN (Persero)). Masih banyak hal yang perlu saya pelajari dari beliau dan saya tidak pernah menduga kalau beliau bisa dijadikan teman cerita yang baik, termasuk bincang-bincang soal limbah B3[7].
Dunia perlimbahan[8] khususnya limbah B3 bukanlah sesuatu yang menarik bagi saya pribadi, baik selama masa perkuliahan dulu sampai sebelum saya diterima sebagai pegawai PT PLN (Persero). Tetapi Tuhan punya rencana lain. Di perusahaan yang pernah masuk Fortune Global 500[9] pada tahun 2014[10] dan 2015[11] ini, saya ditugaskan untuk mengurusi aspek lingkungan secara spesifik, bukan aspek Keselamatan Ketenagalistrikan/K2[12]. Mau tidak mau dan suka tidak suka, limbah B3 menjadi “makanan” dan pembicaraan sehari-hari saya di kantor. Hari libur? Ya, kurang lebih sama, hanya terbatas di komunikasi via telepon seluler.
Sepenting itukah persoalan mengenai limbah B3 ini? YA, dan seharusnya keseluruhan aspek lingkungan sangat perlu diperhatikan; bukan hanya bagi seorang sarjana Teknik Lingkungan. Sebagai contoh, secara spesifik di Sektor Pembangkitan Kapuas setidaknya saya perlu memperhatikan udara ambien, emisi dari cerobong mesin pembangkit, limbah cair, limbah B3, kebisingan, getaran, biota perairan di dekat pembangkit, serta persepsi dan kondisi ekonomi masyarakat (berdasarkan AMDAL[13], UKL-UPL[14], dan DPPL[15] PLTD Sei Raya, PLTD & PLTG Siantan, PLTD Sei Wie, dan PLTD Sudirman).
Kata setidaknya yang saya sematkan menandakan adanya kemungkinkan perubahan di waktu yang akan datang. Bagaimana dengan tempat lainnya, di luar Sektor Pembangkitan Kapuas? Di luar Wilayah Kalimantan Barat? Mungkin lebih rumit. Aspek lingkungan bukan hanya berkaitan dengan kondisi saat ini tetapi juga untuk kondisi yang akan datang. Aspek lingkungan ini juga berpotensi menjadi pemicu timbulnya masalah antara PLN dengan masyarakat dan instansi lain.
Peristiwa paling tidak menyenangkan yang pernah saya alami, terjadi tidak lama setelah Idul Fitri tahun ini, dan peristiwa tersebut tidak jauh dari permasalahan limbah B3. Terjadi pencemaran lingkungan hidup[16] yang tidak disengaja pada unit pembangkit milik salah satu mitra PT PLN (Persero) (mitra yang menyewakan mesinnya untuk membangkitkan listrik biasa kami sebut dengan “pihak sewa”). Kejadian ini bahkan sudah dimuat di surat kabar lokal. Selepas Isya hari itu saya dihubungi atasan untuk memantau kondisi di lokasi kejadian sekaligus memonitor proses pembersihan yang sedang dilakukan. Logisnya lepas Isya sudah bukan jam kerja saya lagi, terlebih hari itu adalah hari Jumat yang harusnya bisa saya manfaatkan untuk berakhir pekan.
Jujur saja, malam itu berat rasanya untuk berangkat ke lokasi kejadian tetapi saya teringat pesan dari orang tua bahwa melaksanakan amanat dari atasan adalah perwujudan profesionalisme dalam bekerja, selama amanat tersebut masih dalam koridor Do-s and Don’t-s. Anggaplah waktu perjalanan selama 45 menit menuju ke lokasi kejadian adalah makanan pembuka/appetizer, karena main course yang sesungguhnya lebih menggugah. Sesampainya di sana, masyarakat setempat sudah berkerumun dan mendokumentasikan pencemaran lingkungan yang terjadi. Masyarakat setempat tidak segan mencurahkan rasa khawatir mereka, bahkan kekesalan hingga kemarahan ikut dilontarkan (kalau saya berada di posisi mereka, mungkin saya juga akan melakukan hal yang sama). Menjadi obyek pelampiasan kekesalan bahkan kemarahan tidak pernah terbersit dalam pikiran saya.
Beberapa kali saya mendengar kata-kata kasar bahkan nama binatang disematkan pada nama perusahaan tempat saya bekerja dan sungguh, itu membuat saya sedih. Berhubung hanya saya dan beberapa rekan saja yang ada di lokasi kejadian, umpatan tersebut seolah-olah ditujukan kepada kami. Belum lagi ada beberapa orang yang menanyakan tindak lanjut dari pencemaran lingkungan tersebut, dan kami semua kebingungan karena kami bukanlah pegawai yang punya kuasa untuk membuat suatu keputusan, termasuk menjanjikan sesuatu pada masyarakat.
Well, pihak sewa tersebut sekarang sudah berbenah dan masih terus memperbaiki hal-hal terkait aspek lingkungan. Walaupun sebetulnya tindakan pencegahan dan perencanaan awal bisa dilakukan sebelum kita melakukan segala aktivitas, termasuk di bidang pembangkitan tenaga listrik. Menjadi BUMN penyedia tenaga listrik bagi masyarakat Indonesia tidak membuat PT PLN (Persero) mendapat keistimewaan, secara khusus terkait aspek lingkungan. PT PLN (Persero) tetap harus memenuhi segala aturan/undang-undang terkait aspek lingkungan, dan ini hal yang sangat baik bagi saya pribadi. PT PLN (Persero) dapat terus meningkatkan profesionalismenya dan secara bertahap memperbaiki penilaian PROPER[17] unit-unitnya dari tahun ke tahun.