Mohon tunggu...
Ruang Demokrasi
Ruang Demokrasi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis

Kebebasan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Masa Jabatan Kepala Desa diperpanjang Menjadi 9 Tahun, Apakah sudah sesuai kinerja Kepala desa?

3 Januari 2025   20:38 Diperbarui: 3 Januari 2025   20:38 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Masa jabatan Kepala Desa terbaru dikabarkan telah disetujui oleh Presiden Ir. Joko Widodo. Dan diusulkan masuk revisi UU Desa dengan menambahkan Pasal 27C. Jokowi pun memberikan opsi jika bisa masuk UU maka dibuatkan Peraturan Pemerintah (PP). Disetujuinya usulan tersebut efek dari ribuan Kepala Desa yang berasal dari berbagai desa di Indonesia menggelar aksi unjuk rasa besar-besaran di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia Republik Indonesia (DPR RI) pada Selasa 17 Januari 2023.

  Kepala Desa tersebut menuntut DPR RI untuk merevisi Undang-undang Nomor 6 Tahun

2014 Pasal 39 Tentang Desa yang berbunyi "Kepala Desa memegang jabatan selama enam (6) tahun, yang terhitung sejak tanggal dilantik. Kepala desa dapat menjabat maksimal tiga kali tidak secara berturut-turut atau berturut-turut". Bila hal tersebut disetujui, maka Kepala Desa berpeluang menjabat selama 27 tahun karena diberi izin menjabat sebanyak 9 tahun selama 3 periode.

 Salah satu alasan perpanjangan masa jabatan Kepala Desa dengan dalil yaitu supaya pembangunan desa lebih maksimal dan untuk menyuarakan kedaulatan masyarakat. Hal ini disampaikan oleh Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar. Namun, demikian tidak sesuai dengan fakta yang terjadi sebenarnya. Pro dan kotra mewarnai perpanjangan masa jabatan Kepala Desa tersebut.

 Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat kasus korupsi di level desa menempati posisi tertinggi sejak tahun 2015-2021. Sepanjang tujuh tahun tersebut, terdapat 592 kasus korupsi di desa dengan nilai kerugian negara mencapai Rp. 433,8 miliar. Dengan perpanjangan masa jabatan Kepala Desa tersebut, akan membuka lahan basah penyalagunaan kekuasaan dan berpotensi korupsi bisa meningkat yang akan terjadi.

 Banyak masyarakat yang tidak setuju dengan keputusan Menteri Desa, Pembanguan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar. Masyarakat beranggapan bahwa keputusan yang dibuat tergesa-gesa tanpa memandang kinerja Kepala Desa terlebih dahulu dan kondisi yang sebenarnya terjadi di desa. Masih banyak jalan dan jembatan yang rusak ringan atau bahkan rusak parah bertahun-tahun yang butuh perbaikan. Banyak insflastruktur desa yang rusak. Belum lagi masalah ketimpangan sosial yang terjadi di masyarakat.

 Dana desa miliyaran rupiah setiap tahun habis tak tau kemana perginya, yang katanya untuk pembanguan desa, tetapi tak nampak apa yang dibangun. Belum lagi proyek desa yang ugalugalan memakan dana cukup besar. Belum lagi bantuan sosial yang terkadang dipotong sebagian atau bahkan tidak tepat sasaran penerima. Seharusnya hal ini yang menjadi pertimbangan Menteri Desa, Pembanguan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar sebelum memutuskan untuk perpanjangan jabatan Kepala Desa.

 Hal ini bisa membuat ruang demokrasi masyarakat perlahan-lahan tertutup. Hak memilih dan hak untuk kesejahteraan masyarakat dibungkam. Masyakarat menilai masalah utama di desa bukan soal kurangnya masa jabatan Kepala Desa. Tetapi, minimnya kemampuan kepemimpinan dan kebijakan yang diambil oleh Kepala Desa dalam menjalankan tugasnya.  

 Perpanjangan masa jabatan Kepala Desa bukanlah suatu keputusan yang tepat. Seharusnya, aspirasi dan kesejateraan masyarakat desa terlebih dahulu diutamakan demi mencapai sila ke-5 Pancasila. "Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia". Masyarakat berharap dengan perpanjangan masa jabatan Kepala Desa ini, para Kepala Desa lebih serius dalam menjalankan tugasnya dan menepati janji-janji kampanye yang sempat diucapkan saat sebelum menjabat. Tulisan oleh Doni Apriliandi 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun