Melambatnya perekonomian dunia mengakibatkan efek negatif tersendiri bagi pasar properti. Bila The Fed menaikan suku bunganya, maka Dolar yang diinvestasikan di negara lain akan “pulang kampung” ke Amerika Serikat. Dengan kata lain, sesuai prinsip supply-demand, karena pasokan Dolar berkurang di luar Amerika Serikat maka nilainya akan semakin tinggi dan menyebabkan anjloknya mata uang lokal.
Berkurangnya investor asing dan melemahnya mata uang lokal secara keseluruhan akan berdampak kepada pelemahan berbagai sektor khususnya bila negara tersebut sangat bergantung dari Penanaman Modal Asing (PMA) layaknya Indonesia. Salah satu sektor yang terdampak adalah properti khususnya perkantoran, baik asing sebagai investor, maupun asing sebagai konsumen (misalnya perusahaan asing yang membuka kantor di Jakarta). Pelemahan ekonomi ini menyebabkan pengembang maupun konsumen ragu-ragu untuk menggelontorkan dana yang mereka miliki saat ini.
Dalam periode tahun 2011 hingga 2014 pertumbuhan pasokan perkantoran di Jakarta dapat dibilang signifikan. Saat ini ada sekitar 7.800.000 meter persegi ruang kantor di Jakarta. Pada awal tahun 2010 hanya terdapat sekitar 5.600.000 meter persegi. Ini berarti CAGR (compound annual growth rate) supply perkantoran adalah sekitar 18% per tahun.
Tahun 2011-2014 dapat dikatakan era keemasan bagi sektor perkantoran karena meski supply bertambah drastis namun diiringi dengan demand yang signifikan pula. Namun dengan kondisi saat ini sepertinya pengembang harus bersabar karena dengan supply yang ada saja demand-nya masih relatif melemah.
Beberapa perkantoran yang sedang under construction di Jakarta misalnya Sinarmas MSIG Tower (75.000 meter persegi), AIA Center (47.000 meter persegi), Cemindo Tower (60.000 meter persegi), dan masih ada sekitar sepuluhan proyek lainnya. Sebagian besar perkantoran tersebut untuk disewakan dan ditargetkan operasional pada akhir tahun 2015.
Umumnya properti yang disewakan membutuhkan waktu yang relatif lebih lama untuk mencapai payback period dan semakin masif konstruksi maka biayanya pun semakin besar dan semakin memberatkan cashflow sehingga pengembang yang memiliki sumber income dari bisnis lain atau bahkan diversifikasi produk yang lebih luas akan relatif lebih aman terhadap masalah finansial.
Lalu sampai kapan kondisi seperti ini akan melanda sektor properti? Saya sendiri tidak berani mengambil kesimpulan, tetapi dilihat dari jumlah pasokan dan bila kondisi ekonomi mendadak pulih sekalipun, dibutuhkan minimal enam bulan sampai satu tahun agar demand dapat kembali tumbuh secara signifikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H