Bulan April tahun lalu saya dan teman-teman berangkat ke Vietnam untuk berlibur sekaligus mengunjungi sebuah universitas di sana untuk mencari pengetahuan baru tentang arsitektur dan penataan ruang kota di Vietnam. Kota yang kami kunjungi adalah Ho Chi Minh City atau yang lebih dikenal di dunia barat sebagai Saigon. Sekitar 3-4 jam penerbangan ke arah Barat Laut Indonesia, kami tiba juga di Vietnam, negara yang berhadapan langsung dengan Laut China Selatan.
Malam itu sejuk dan hujan, samar-samar dari balik mobil menuju ke hotel saya dapat melihat bahwa ternyata Vietnam (setidaknya Ho Chi Minh City) jauh lebih bagus daripada bayangan saya. Nuansa Indochina khas Asia Tenggara berbaur dengan bangunan-bangunan Eropa. Vietnam adalah bekas jajahan Prancis, sehingga tidak heran bila banyak bangunan bergaya Eropa di sana; bahkan Katolik merupakan salah satu agama minoritas yang cukup tinggi penganutnya di Vietnam, cukup mengejutkan karena negara tersebut merupakan negara komunis (mungkin saya akan menulis tentang ini di artikel lain).
Setelah beberapa hari di Vietnam kami mengunjungi Nong Lam University, sebuah universitas yang berlokasi di Thu Duc, sebuah distrik (kecamatan) di sebelah utara Ho Chi Minh. Kami senang sekali dapat bertemu dengan mahasiswa-mahasiswa di sana. Beberapa kalimat yang sering mereka kemukakan adalah:
"Apakah benar kalau kemacetan di Jakarta parah banget?"
"Saya ingin sekali melihat kota besar seperti Jakarta, atau Bali karena sangat terkenal!" (pernyataan ini sempat membakar rasa bangga menjadi orang Indonesia)
"Saya pernah lihat foto jalanan di Indonesia, kok mobilnya banyak sekali sampai jalan tidak terlihat?"
"Saya ingin banget melihat Papua!", kata seorang mahasiswa dengan bahasa Inggris dengan logat khas Vietnam yang kental.
Namun yang cukup mengejutkan saya, ternyata banyak juga yang berkata bahwa sepakbola kita sangat hebat.
Mereka sering menyaksikan berita di TV betapa antusiasnya masyarakat kita terhadap sepakbola. Usut punya usut, kekaguman mereka terhadap Indonesia bermula pada Piala Suzuki AFF 2010, dimana di babak semifinal Indonesia mengalahkan Filipina, dan Malaysia mengalahkan Vietnam sehingga Malaysia dan Indonesia bertemu di final. Kata mereka, saat itu masyarakat Vietnam mendukung Indonesia karena Malaysia sudah mengalahkan mereka sebelumnya. Sedihnya waktu itu Malaysia menang mengalahkan Indonesia di GBK Senayan, tetapi toh itu tidak mengubah pendapat mereka tentang sepakbola kita.
"Indonesian? Oh, good, good, you play football, no?", kata seorang penjual mie kepada saya saat makan siang di sebuah restoran kecil. Saya hanya tersenyum karena saya tahu pasti, kondisi sepakbola negeri kita tidaklah sebagus yang mereka pikirkan, selain itu saya memang tidak pandai bermain bola.
Dalam pertandingan yang sama, hingga hari ini Vietnam memperoleh 4 poin, sementara Indonesia 1 poin. Pada tanggal 22 November kemarin, Indonesia bertemu Vietnam dan hasilnya imbang 2-2.