Terumbu karang merupakan habitat bagi berbagai spesies tumbuhan laut, hewan laut, dan mikroorganisme laut lainnya. Sebagai salah satu negara bahari terkaya di dunia, kondisi terumbu karang di Indonesia kini mulai memprihatinkan. Sekitar 30% populasi terumbu karang di Indonesia sekarang ini rusak akibat aktivitas manusia. Penyebab rusaknya ekosistem bawah laut yang kini turut menyita perhatian adalah aktivitas snorkelling dan diving yang menyalahi aturan.
Seiring waktu, kekayaan alam yang melimpah ini pun mulai dieksploitasi secara berlebihan. Banyak pemilik modal maupun masyarakat setempat yang memanfaatkan kecantikan terumbu karang untuk mendirikan pusat-pusat penyelaman, restoran dan penginapan, sehingga pendapatan mereka bertambah. Ironisnya, demi mengejar keuntungan,banyak oknum membiarkan pengunjung yang tidak memiliki basic teknik berenang ataupun diving skill untuk melakukan aktivitas snorkelling ataupun diving. Hasilnya, terumbu karang pun banyak yang rusak akibat terinjak-injak bahkan patah akibat kayuhan fins (kaki katak) yang tidak benar.
Aktivitas snorkelling dan diving umumnya hanya bisa dilakukan bagi mereka yang sudah memiliki license khusus sesuai dengan tingkat kedalaman air. Bagi para pemula yang ingin tetap mencoba sensasi snorkelling untuk melihat ekosistem bawah laut, umumnya diharuskan memakai vest atau rompi pelampung yang akan membantunya tetap mengambang di permukaan agar tidak menginjak-injak terumbu karang di bawahnya apabila tenggelam. Sayangnya, banyak pengunjung yang menghiraukan intruksi ini. Berbeda lagi dengan aktivitas menyelam yang betul-betul wajib memiliki diving license. Izin ini harus ditempuh bagi mereka yang betul-betul ingin mendalami aktivitas diving. Namun lagi-lagi, beberapa dive resort di Indonesia menghiraukan hal ini demi bisa memancing lebih banyak lagi pengunjung.
Minimnya kesadaran masyarakat ini akan menjadi bom waktu bagi mereka sendiri. Dengan minimnya kontrol, seluruh aktivitas ini akan terus menyumbang kerusakan ekosistem terumbu karang, tengok saja kondisi terumbu karang kepulauan seribu yang memperbolehkan siapa saja untuk melakukan aktivitas-aktivitas ini. Kondisi bawah lautnya didominasi oleh karang mati, tidak berwarna serta rusak atau patah. Lama-kelamaan, bukanlah hal yang tidak mungkin apabila destinasi ini akan ditinggalkan perlahan-lahan oleh pengunjung saat kondisi bawah lautnya sudah rusak.
Kondisi ini amat bertolak belakang dengan Raja Ampat yang dibicarakan sebagai surga destinasi penyelaman. Pengelola diving di Raja Ampat memegang teguh peraturan ini. Di sana, setiap pengunjung yang ingin melakukan aktivitas diving diwajibkan memiliki ‘skill terbang’ di dalam air yang baik serta menunjukan lisensi penyelamannya.
Seharusnya, pemerintah dengan pengelola wisata serta dibantu oleh masyarakat harus lebih memperhatikan masalah ini. Hal ini bukan bertujuan membatasi niat masyarakat dalam menikmati surga bawah laut melainkan ingin meningkatkan kesadaran serta rasa tanggung jawab masyarakat dalam menjaga ekosistem sekitarnya. Apabila berniat serius, masyarakat dapat mengambil kursus lewat beberapa lembaga resmi. Dengan begitu, sektor pariwisata akan tetap berkembang dan habitat terumbu karang tetap terjaga dengan baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H