Introduction:
Pendidikan yang kita ketahui adalah proses yang sebelumnya tidak mengetahui menjadi diketahui yang sebelumnya tidak bisa menjadi bisa. Sebuah konsep yang berefek dalam perubahan aspek pengetahuan manusia. Ki Hadjar dewantara dalam filosofinya tentang pendidikan yakni memerdekakan manusia, bagaimana manusia bisa survive dan memperoleh kebahagiaan dalam hidupnya. Inilah sebuah filosofi yang melandasi sistem awal pendidikan di Indonesia namun mirisnya tujuan tersebut belum terpenuhi hingga sekarang. Masalah yang sering kita pahami ialah salah siapa? Siapa yang bertanggung jawab ? menyalahkan siapa? Padahal esensinya pendidikan sekarang ini arahnya kemana dan apakah sudah tercapai targetnya? Pemerintah sebagai stakeholder merupakan pengendali sistem pendidikan yang menyangkut hajat hidup orang banyak sesuai amanat Pembukaan UUD 1945 Alinea ke-4 "Mencerdaskan kehidupan bangsa".1 Masalah yang paling urgent sesungguhnya ialah objek dari pendidikan itu sendiri. Apakah para penerus bangsa sudah terdidik dengan baik ? atau justru menjadi korban yang paling banyak dirugikan? dan bagaimana solusi yang ideal untuk benar benar mampu mencerdaskan anak bangsa agar dapat berkompetisi demi kemajuan bangsa Indonesia.
Content:Â
Neil De Grasse Tyson memberikan statement yang menarik untuk dikupas yakni "Sekolah me-reward Nilai (IPK) tetapi sayangnya kehidupan tidak me-reward nilai (IPK).2 Ini merupakan tamparan keras bahwa Pendidikan yang sudah kita anggap Ideal kenyataannya tidak dapat menjadi bekal untuk kesuksesan hidup bagi lulusan sekolah, simple nya Pendidikan di Indonesia tidaklah efektif bagi kita dikarenakan perbedaan indikator penilaian. Sekolah menilai kelulusan siswanya melalui nilai akademik namun kehidupan menilai kesuksesan dengan Skill (kemampuan) apa yang di miliki, ini sama seperti yang dikatakan Einstein: "Setiap anak itu jenius. Tapi jika kamu menilai seekor ikan dari kemampuannya untuk memanjat pohon, maka seumur hidupnya ia percaya bahwa dirinya bodoh".3 Padahal sesungguhnya setiap anak itu memiliki potensi tetapi jika kita hanya menilai dari faktor akademis maka hanya akan meluluskan sebagian, sedangkan sebagian yang lain yang berpotensi dalam bidang non-akademik akan tidak diluluskan atau bahkan tidak diakui. Ini masih sering kita dapati Ketika orang tua lebih membanggakan anaknya yang rangking 1 ketika pertemuan keluarga di bandingkan jika anak tersebut pintar menyanyi , baca puisi, bisa berbahasa inggris, pintar bersosialisasi. Mungkin indicator yang mengunggulkan nilai menjadi sumber masalah bagi anak kita seperti budaya mencontek "When students cheat on exams, it's because our school system values grades more than students value learning" Ketika siswa menipu ujian, itu karena nilai sistem sekolah kami lebih dari siswa menghargai pembelajaran.4 Maka mindset seperti ini harus kita rubah.Â
Pendidikan yang seharusnya mempersiapkan peserta didik dengan kompetensi berupa skill skill untuk dapat menghadapi tantangan global dan survive dalam hidupnya, Pendidikan yang seharusnya membentuk orang orang sukses bukan malah calon calon pengangguran baru. Menurut data BPS (Februari, 2022) ada sekitar 884.769 pengangguran yang berpredikat sarjana. 5 Padahal faktanya jika para sarjana ingin lulus tentu nilai IPK menjadi indikatornya dengan nilai tinggi atau minimalnya standar saja namun Ketika terjun di lapangan mereka masih tidak mendapatkan tempat. Masalah kita dimana? Jawabannya saya kembalikan ke masing masing pembaca mungkin bisa jadi kurangnya daya kreativitas ? karena jika di ibaratkan kita sekolah itu seperti pekerja yang hanya melakukan Tindakan berulang seperti mengerjakan soal, ulangan, belajar, dan seterusnya peran peserta didik sangat pasif seperti yang dikatakan Sir Ken Robinson "sekolah itu membunuh kreativitas muridnya" dan oleh karena itu Bertrand Russell berkata Pendidikan tidak dapat dipandang sebagai sesuatu seperti mengisi bejana dengan air, melainkan membantu bunga untuk tumbuh dengan caranya sendiri. 6
Pemerintah sebenarnya mulai memperbaiki sistem pendidikan kita dibuktikan tahun demi tahun kurikulum kita mulai menitik beratkan pada peran aktif siswa (kurikulum 2013) terlepas dari hal itu jika kita menganalisis siapa yang bertanggung jawab akan hal ini tentu adalah Pemerintah padahal ini adalah masalah kita Bersama , kita tidak dapat langsung menyalahkan Pemerintah jika anak kita tidak mendapatkan pekerjaan, ada faktor lingkungan keluarga dan masyarakat yang membentuk karakter anak kita sungguh ironis Ketika berhadapan dengan masalah yang ada hanyalah saling menyalahkan bukan malah mencari apa solusinya. Pendidikan adalah masalah kita Bersama tentunya yang kita harapkan adalah perubahan yang lebih baik dan untuk melakukan perubahan tidak cukup hanya peran pemerintah saja namun seluruh pihak harus terlibat. Saran penulis ialah : Â
1. Memahami diri sendiri, apa yang menjadi kekurangan dan kelebihan kita , segera perbaiki kekurangan dan memaksimalkan potensi kelebihan kita dan jangan hanya berpangku tangan menunggu bimbingan dari orang lainÂ
2. Tetap optimis, walaupun kita memang tertinggal jauh dari negara negara lain yang disebabkan salah satunya dari segudang masalah pendidikan kita yang begitu kompleks. Kita harus tetap optimis bahwa kita bisa menjadi lebih baik seenggaknya 1 % progress setiap hari.Â
3. Menjadi mahasiswa yang aktif bukan pasif apalagi apatis yang hanya memperdulikan ego dan kesenangan pribadi tanpa peduli masa depan dan orang lain. Ikutilah seminar seminar, pelatihan, kursus, konsultasi tingkatkan kemampuan di segala bidang yang memang kamu sendiri anggap penting dan ubahlah hidupmu, bangun dari mimpi dan kemalasanmu. There is no greater education than one that is self-driven- Tidak ada pendidikan yang lebih besar daripada pendidikan yang didorong sendiri.7Â
4. Miliki Growth Mindset yakni pemikiran yang positif bukan negatif yang hanya mengekangmu dalam zona nyaman dan ketakutan untuk berkembang. Dikarenakan dengan mindset yang positif secara tidak langsung akan mempengaruhi apa yang kita lakukan di dalam hidup kita.Â
5. Bagikan dan support teman teman, keluarga , kerabat mu yang lainnya, Ilmu itu untuk diajarkan bukan untuk ditabung dan di simpan sendiri, ajarilah temanmu melalui sharing jika kamu memiliki ilmu lebih seperti contoh manajemen waktu , kepemimpinan dan seterusnya. Jadilah individu yang inspiratif bukan primitive.Â