Yogyakarta,Kompasiana Pemerintah Aceh dan Indonesia secara umum sudah menyelesaikan permasalahan pengungsi Rohingya yang terdampar di Aceh. Pemerintah Indonesia sedang mempertimbangkan untuk menampung ratusan pengungsi Rohingya di fasilitas khusus setelah mendapat protes dari "banyak warga Aceh" yang merasa tidak nyaman dengan kehadiran mereka. Pemerintah Aceh menyatakan akan menerima dan merawat pengungsi Rohingya jika mereka tiba, namun perlakuan terhadap Rohingya melibatkan banyak aspek, termasuk kemanusiaan, peraturan, otoritas, dan keuangan. Perdebatan mengenai penerimaan pengungsi Rohingya di Aceh merupakan isu yang kompleks dan melibatkan banyak dimensi, baik politik, sentimen, isu regional dan kemanusiaan.
Beberapa warga Provinsi Aceh menentang kedatangan pengungsi Rohingya dengan alasan kebersihan, kepatuhan terhadap syariat Islam, dan potensi konflik sosial Namun, dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah Indonesia menerima pengungsi Rohingya karena alasan kemanusiaan. Pengungsi Rohingya yang tiba di Aceh sebagian ditampung di tempat penampungan darurat, namun sebagian lagi ditolak oleh warga setempat dan terpaksa kembali ke laut. Kedatangan pengungsi Rohingya di Indonesia juga menimbulkan kekhawatiran mengenai penyalahgunaan kebijakan Indonesia dalam menampung pengungsi oleh penyelundup dan penyelundup manusia.
Pendekatan yang komprehensif dan terkoordinasi diperlukan untuk mengatasi masalah ini dan memberikan dukungan berkelanjutan kepada pengungsi Rohingya "Kami menemukan bahwa orang-orang Rohingya ini sudah memiliki kartu identitas UNHCR yang dikeluarkan di Bangladesh dalam bahasa Bangladesh.
Meskipun ini bukan semata-mata tanggung jawab pemerintah kami, UNHCR harus bertanggung jawab atas alasan mengapa pengungsi dari Bangladesh bisa melarikan diri ke sana ”Kapolda Aceh Irjen Pol Ahmad Kartiko seperti dikutip Surat Kabar Sumut Kedua, Kamis (30/11 /2023)
Pemerintah Indonesia menyambut baik kedatangan lima kapal di Aceh yang membawa 644 pengungsi Rohingya sejak November 2022. Pengungsi ditampung di tiga lokasi berbeda di Aceh. UNHCR memuji kemurahan hati dan dukungan pemerintah Indonesia, pemerintah daerah dan masyarakat lokal di provinsi Aceh terhadap pengungsi Rohingya.
Menurut badan pengungsi PBB UNHCR, per September 2021, terdapat 707 pengungsi asal Myanmar (terutama Rohingya) di Indonesia. Namun sebagian warga Aceh mengaku merasa resah dengan kehadiran mereka.
Beni Murdani, warga Lhokseumawe, mengaku khawatir karena beberapa kali pengungsi tersebut membuat ulah. “Karena mereka pikir mereka bisa berbuat apa saja karena mereka sedang dilanda bencana.” Seolah ini adalah tempatnya. Misalnya, mereka mencuri kelapa dari warga tanpa seizinnya, kata Beni.
Masalah lainnya adalah seorang perempuan setempat sebelumnya telah “dilecehkan oleh pengungsi Rohingya.” Sejak itu, ada beberapa kasus di mana pengungsi tertangkap saat mencoba melarikan diri, dan warga terjebak dalam pelarian tersebut. “Aneh kalau ada pengungsi, tapi masyarakat Aceh bilang ada orang yang mencoba mengungsi ke Aceh, atau biang keladinya sudah kabur,” klaimnya. “Kehadiranmu membuat kami takut,” lanjutnya. Oleh karena itu, ia meminta pemerintah menerima pengungsi dari luar Aceh. “Aceh masih mempunyai adat istiadat Islam yang ketat dan apapun yang bertentangan dengan ajaran Islam jelas tidak bisa ditolerir. Mereka bersatu sebagai laki-laki dan perempuan, namun hal ini bertentangan dengan syariat Islam di Aceh.
Dilihat dari tinjauan hukum Indonesia memiliki beberapa peraturan terkait pengungsi. Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri mengatur tentang deteksi, penampungan, serta perlindungan pencari suaka dan pengungsi. Selain itu, Peraturan Direktur Jenderal Imigrasi Nomor IMI-0352.GR.02.07 juga mengatur tentang kewajiban pengungsi untuk taat pada peraturan yang berlaku di Indonesia, termasuk tidak boleh mencari kerja atau melakukan kegiatan yang berhubungan dengan penghasilan. Pemerintah Indonesia bekerja sama dengan UNHCR dalam menyelesaikan permasalahan pengungsi di Indonesia, dan menegaskan bahwa Indonesia bukan negara transit bagi pengungsi. Pencarian sebuah solusi jangka panjang yang layak bagi setiap pengungsi merupakan sebuah proses yang melibatkan berbagai pertimbangan mengenai penempatan di negara ketiga, pemulangan sukarela, atau integrasi lokal di negara pemberi suaka.