Mohon tunggu...
Irfan Hamzah
Irfan Hamzah Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

"In God We Trust, All Others Must Bring Data"

3 Oktober 2017   21:58 Diperbarui: 3 Oktober 2017   22:14 566
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Beberapa minggu lalu penulis membaca sebuah cerita yang dibagikan lewat sebuah group Whatsapp tentang seorang syeikh (guru) yang sedang duduk mebaca dan membahas beberapa sahih Bukhari kepada murid-muridnya, lalu datang seorang pemuda dan berkata kepada syeikh itu: 'orang-orang di Barat sana sudah sampai ke bulan, sedangkan anda disini masih membahas tentang sahih Bukhari.' Lalu syeikh itu menjawab: 'Memangnya apa yg istimewa dari hal itu? 

Hanya sebatas makhluk yang sampai ke mahkluk lainnya. Sedangkan kami disini sedang belajar agar bisa sampai ke Sang Pencipta. Dan sadarkah anda...? bahwa anda yang paling merugi diantara kami. Anda tidak sampai ke bulan bersama mereka dan anda juga tidak sedang belajar sahih Bukhari bersama kami.'

Cerita inspiratif diatas mengandung pesan moral yang dalam. Sangat tepat untuk menggambarkan phenomena sosial yang selama ini menjadi konsumsi kita di media-media sosial. Kita sibuk mengkritik apa yang orang lakukan, tapi lupa untuk melakukan refleksi terhadap diri sendiri apa yang sudah kita lakukan. Padahal kondisi kita belum tentu lebih baik dari golongan orang yang kita kritik. 

Penulis teringat status di salah satu medsos yang ditulis seorang teman, dia mencermati tentang kondisi di era keterbukaan seperti sekarang, dimana secara mendadak banyak lahir "juru tafsir" terhadap situasi sosial. Apalagi ditopang oleh kemajuan teknologi informasi, orang-orang mudah tergoda untuk mengemukakan pendapatnya, meski tanpa basis keilmuan  dan nalar yang kompherehensif, yang paling rentan tergoda tentu orang-orang yang belum siap mencerna dan memilah dengan kajian intelektualitas yang mumpuni seperti penulis.

Pada akhirnya, perdebatan-perdebatan di ruang terbuka, semacam medsos, tidak menyentuh inti dan subtansi persoalan, tidak mendorong orang-orang untuk mencari dan mengupayakan solusi-solusi. Perang pendapat  hanya terjadi di level syak wasangka yang kemudian membelah masyarakat kita dan menguatkan egosentrisme kita masing-masing.

Lebih lanjut lagi dia juga mengajak untuk mencermati lebih dalam dan mecoba mengambil sisi positif yang lebih kontruktif Kenapa Tuhan menciptkan realitas sosial kita yang menjemuk. Menurut analisanya, Tuhan menciptakan kemajemukan ini karena Tuhan ingin kita lebih banyak membangun kompromi-kompromi sosial, bukan malah rajin memproduksi pertentangan-pertentangan. Analisa seperti itu sangatlah logis dan komprehensif dengan mengambil rujukan pada salah satu firmanNya:

"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal". (Qs. al-Hujurat: 13) 

Marilah sama-sama kita menikamti kemajemukan ini dengan cara yang lebih positif dan konstruktif. Jangan sampai kemajemukan ini malah menjadi bumerang yang menghancurkan kita. Selalu ada dua sisi dari suatu problematika. Tinggal kita mau mengambil dari sisi yang mana. Analisa kritis tidak dilarang, hanya saja mungkin untuk mengarahkannya ke arah yang lebih konstruktif, bukan dengan niat menghancurkan atau menjelek-jelekan. Analisa-analisa yang diberikan hendaknya berbasis data yang akurat, bukan berbasis syak dan zhan (prasangka). Seperti firmanNya dalam surat yang sama dengan ayat tadi: 

Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka (kecurigaan), karena sebagian dari prasangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. (Qs. al-Hujurat: 12). 

Semoga kita semua bisa melakukan analisa-analisa kritis yang konstruktif berdasarkan data-data yang cukup, bukan berdasarkan prasangka yang belum tentu kebenarannya agar terhindar dari fitnah-menfitnah. Sehingga kita bisa menjadi bagian dari generasi-generasi yang berkontribusi untuk menjadikan dunia ini tempat hunian yang lebih baik.  

"Keep calm and keep writing. In God we trust, all others must bring data" 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun