Di balik wajan panas dan bumbu-bumbu lezat, selalu ada aku, sang koki, dengan topi putih panjangku yang ikonik. Topi ini bukan sekadar aksesoris, tapi memiliki sejarah panjang dan makna penting dalam dunia kuliner.
Bagi kita yang pernah sekolah kuliner dan bekerja sebagai chef atau koki, topi ini sangat penting. Dan ada cerita mengenai sejarah topi koki. Supaya kamu tahu, jauh sebelum tahun 1800-an, para koki di Prancis sudah mengenakan penutup kepala, yang kala itu disebut "casque a meche".Â
Warna topi menandakan tingkatan pekerja di dapur.Â
Namun, koki yang bernama Boucher mengubah tradisi ini dengan menetapkan standar baru yaitu topi koki harus berwarna putih. Putih melambangkan kebersihan, sebuah nilai yang sangat penting dalam dunia kuliner.
Fungsi utama topi ini adalah untuk menjaga rambut dan kotoran agar tidak jatuh ke dalam makanan. Selain itu, bentuknya yang tinggi dan berlipat-lipat membantu menyerap keringat agar tidak menetes ke makanan. Di dapur yang panas, sirkulasi udara pun menjadi penting. Bagian atas topi yang terbuka membantu aku tetap merasa sejuk dan fokus dalam berkreasi.
Seiring waktu, topi koki mengalami evolusi. Kini, topi yang kupakai tidak selalu panjang dan putih. Ada berbagai bentuk dan warna yang lebih modern. Tapi, fungsinya tetap sama: menjaga kebersihan dan profesionalisme di dapur.
Lebih dari sekadar penutup kepala, topi putihku adalah simbol dedikasi terhadap kebersihan, kehigienisan, dan kualitas makanan yang aku sajikan. Setiap kali aku memakainya, aku teringat akan para pendahulu di dunia kuliner yang telah menetapkan standar tinggi dan menanamkan nilai-nilai penting dalam profesiku.
Bagi para pecinta kuliner, topi putih ini mungkin hanya sebuah aksesoris. Tapi, bagiku, ia adalah bagian dari identitas dan komitmenku untuk selalu menyajikan hidangan terbaik dengan cara yang higienis dan profesional.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H