Sebuah tragedi selalu menyisakan kepiluan yang dalam di relung hati setiap orang yang mencintainya, entah itu sebagai anak, orang tua, saudara atau mungkin kerabat. Apa yang menimpa seluruh crew dan penumpang pesawat Malaysia Airlines MAS MH370 berjenis Boeing B777-200 pada tanggal 8 Maret 2014 jam 02.40 waktu setempat dalam penerbangan dari Kuala Lumpur menuju Beijing sungguh suatu tragedi yang memilukan bagi dunia penerbangan komersial. Bagaimana mungkin 239 orang bersama pesawat besarnya hilang seketika tanpa jejak atau menyisakan kabar sekadar minta tolong ‘mayday’? Bukankah pesawat ini diawaki oleh pilot dan co-pilot yang sudah berpengalaman? Adalah kapten pilot senior Zaharie Ahmad Shah (53) berkewarganegaraan Malaysia yang mengantongi 20.000 jam terbang didampingi oleh kopilot Fariq Abdul Hamid (27) dengan 2.763 jam terbang. Para keluarga berharap-harap cemas, segenap rakyat dan pemeritah terguncang dan maskapaipun seolah kandas karena trauma mendera setiap calon penumpang airlines.
Dunia penerbangan berduka, dalam sekejap 10 bahkan sampai 12 negera seperti Amerika, China, Jepang, Australia, Vietnam, Selandia Baru, Thailand, tidak terkecuali Indonesiamemberikan bantuan kepada negeri jiran Malaysia dengan mengerahkan armada udara dan laut dengan teknologi pendeteksi yang canggih, radar, satelit dan mencoba menyusuri Lautan China Selatan yang ditengarai sebagai lokasi jatuhnya pesawat, hingga Teluk Thailand bahkan sampai ke Selat Malaka, tetapi belum membuahkan hasil yang diinginkan. Pihak Malaysia Airlines seolah membisu, terkesan menutupi informasi dan tidak sanggup memberikan jawaban pasti bagi para keluarga penumpang. Ini sungguh posisi sulit bagi Malaysia Airlines.
Dari berita-berita yang ramai beredar di media online, hilangnya pesawat ini kemungkinan di dalangi oleh aksi terorisme. Hal ini cukup kental mengingat dari data penumpang ditemuakan 2 orang warga Iran menggunakan pasport curian dengan nama Pouria Nour Mohammad Mehrdad, 19 tahun, dan Delavar Seyed Mohammadreza. Tetapi dalam perkembangannya kepolisian Malaysia memastikan bahwa kedua orang ini bukanlah dari kelompok teroris tetapi pencari suaka yang akan menetap di Jerman. Tetapi bagaimanapun, tak dapat dipungkiri bahwa kantor imigrasi Malaysia telah kecolongan oleh orang pengguna pasport curian atau palsu.
Seolah memamfaatkan situasi pemberitaan yang ramai di jagat raya ini, beredar berita miring pengakuan 2 wanita turis asal Afrika Selatan yakni Janti Roos dan Jaan Maree yang mengaku pernah mendapat perlakuan istimewa dalam penerbangan Malaysia Airlines dimana dalam penerbangan ke Phuket tahun 2011 silam, keduanya ditawari masuk ke ruang kokpit. Co-pilot Fariq Abdul Hamid bahkan merokok di ruang cockpit dan berfoto dan Roos sempat meminjam topi pilot saat berpose. Berita ini seolah menambah tamparan bagi Malaysia Airlines ditengah berita hilangnya pesawat mereka, terlebih maskapai ini adalah salah satu dari enam maskapai di dunia yang mendapat bintang 5 dari Skytrax yaitu perusahaan yang melakukan survey layanan maskapai penerbangan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H