Mohon tunggu...
Hirsantlb
Hirsantlb Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Pecinta Islam

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Abu Nawas Seorang Penyair Muslim Pada Masa Dinasti Abbasiyah

7 Oktober 2023   19:01 Diperbarui: 7 Oktober 2023   20:09 810
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tercatat dalam sejarah, sastra sangat berkembang pesat di era keemasan Islam. Pada masa kekhalifahan berjaya, sastra mendapat perhatian yang amat besar dari para penguasa muslim . Tidak heran, jika di zaman itu muncul sastrawan yang terkemuka dan berpengaruh. salah satu tokoh sastrawan ternama pada masa itu yaitu Abu Nawas. Abu Nawas memiliki nama lengkap Abu Nawas  Al-Hasan ibn Hani Al-Hakami, juga dikenal sebagai master dari semua genre puisi Arab kontemporer. Tidak hanya itu, tradisi cerita rakyat juga beliau rambah, seperti yang muncul beberapa kali dalam cerita 1001 malam. 

Abu Nawas adalah tokoh yang hidup pada masa pemerintahan  Dinasti Abbasiyah tepatnya pada masa kepemimpinan khalifah Harun Al Rasyid. Diperkirakan, Abu Nawas lahir anatara tahun 747-762 M. Banyak yang menyebut Abu Nawas lahir di Damaskus, namun ada juga yang meyakini beliau berasal dari Bursa. 

Ayah beliau bernama Hani, seorang anggota tentara Khalifah Marwan bin Muhammad atau Marwan I khalifah terakhir Dinasti Bani Umayyah di Damaskus. Sang ayah  wafat saat Abu Nawas masih kecil. Sedangkan ibu beliau bernama Golban atau Jelleban, seorang penenun yang berasal dari Persia. Ibu beliau membawa beliau ke kota Basrah, Irak karena alasan ekonomi. Diketahui sejak remaja Abu Nawas mampu menarik perhatian seorang penulis puisi berambut pirang bernama Walibah Ibnu al-Hudab. Penulis tersebut mengajari Abu Nawas teologi & tata bahasa, juga menulis puisi. Sejak saat itu, Abu Nawas menjadi tertarik dengan dunia sastra. Kemudian Abu Nawas juga banyak menimba ilmu dari seorang penyair Arab bernama Khalaf al-Ahmar di Kufah. 

Kegemaran Abu Nawas memainkan kata-kata dengan selera humornya yang tinggi mampu menarik perhatian Khalifah Harun Al Rasyid. Bahkan Abu Nawas diangkat menjadi penyair istana (Sya'irul bilad). Abu Nawas pun diangkat sebagai pendekar para penyair yang bertugas mengubah pusi puji-pujian untuk khalifah. Meski sudah diangkat sebagai penyair istana dan membuat dirinya dekat dengan tokoh-tokoh penting di masa itu, rupanya masih mampu membuat Abu Nawas berakhir di penjara. Pada saat itu, Abu Nawas tengah membacakan puisi untuk khalifah bani Muhdar. Sayangnya khalifah tersebut tersinggung sehingga membuatnya murka. Alhasil Abu Nawas pun harus mendekam di balik jeruji besi. 

Semakin lama puisi Abu Nawas berubah menjadi puisi religius, syair-syairnya tentang pertaubatan dapat dipahami sebagai ungkapan rasa keagamaannya yang tinggi sebagai seorang muslim. Nama Abu Nawas memang sudah tidak asing lagi. Di zaman sekarang saja, orang Indonesia masih begitu akrab dengan nama Abu Nawas melalui cerita humornya yang bijak dan sufi. Terdapat salah satu syair Abu Nawas yang sangat populer hingga zaman sekarang. Syair tersebut berisi mengenai dirinya yang tidak pantas menjadi penghuni surga, namun ia juga takut masuk neraka. syair tersebut dikenal dengan sebutan syair Al I'tiraf atau syair untuk merayu tuhan. Berikut bunyinya :

Ilahi lastu lil firdausi ahla

Wala aqwa ala naril jahimi

Fahab li taubatan waghfir dzunubi

Fainnka ghafiruz dzambil adzimi

Artinya :

Tuhanku, tidaklah pantas hamba menjadi penghuni surga

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun