Bismilahirrahmanirrahim
Ketika IPTEK dijadikan salah satu parameter tolak ukur kemajuan bangsa yang besar, Indonesia sebagai salah satu 4 besar yang mempunyai tenaga Sumber Daya Manusia terbanyak di dunia belum mampu untuk mengembangkan kemampuan IPTEK nya, bahkan menjadi Tuan Rumah di negeri sendiripun belum sanggup. Ketergantungan akan barang impor dinilai sangat tinggi oleh masyarakat Indonesia.
Hampir 80 juta unit telpon genggam di impor langsung dari produk luar untuk memenuhi hasrat kebutuhan yang tidak terlalu mendesak ini, disisi lain produk local terus tenggelam dan hanya mampu memenuhi tidak lebih dari 10 persen kebutuhan domestic. Tidak adanya grand design yang jelas serta tidak terprogramnya riset menjadi salah satu penyebab gagalnya perkembangan riset informasi teknologi di Indonesia.
Indonesia dinilai sebagai negara konsumtif terbesar. Industry teknologi pun hampir sama kasusnya, sebagian besar investasi barang modal yang masuk berupa peralatan standar pabrik, mulai dari peralatan listrik bertegangan tinggi, turbin, boiler, distribution panel, conveyor, dump truck ukuran besar, kapal, fan besar, alat pemotong pertanian merupakan barang barang impor luar negeri. Akibatnya sangat dirasakan jelas, biaya produksi tinggi dan harga jual pun tinggi, efek yang paling dirasakan adalah oleh pekerja Indonesia sendiri, mereka digaji sangat murah akibat dari menutup biaya besar modal barang impor tadi.
Perlu adanya pengembangan riset dan teknologi sebagai upaya untuk menciptakan produk unggulan yang mampu merebut pasar domestic bahkan mampu membidik pasar global, namun tantangannya adalah pendidikan di indonesia yang masih rendah dan sulitnya akses informasi di daerah tertinggal serta perbatasan membuat sebagian masyarakat Indonesia “primitif” akan informasi teknologi yang sedang berkembang.
Hirman Trihandoyo
Kelompok 5 ( IPTEK )
SAC 2014