Ingin hati Kartini seperti para gadis Eropa yang tidak terikat oleh adat istiadat, yang bisa menuntut ilmu dan bisa berkarier. Kartini yang merasa bahwa dia tidak hidup di zamannya melainkan di zaman baru. Beliau punya keinginan akan zaman baru dan tinggal di zaman baru. Dimana zaman itu sudah tidak ada kesenjangan antara laki-laki dan perempuan. Dimana keduanya mendapatkan derajat yang sama di mata masyarakat.
Dalam jalan perjuangan Kartini, selalu ada rintangan-rintangan yang menyertai Kartini. Kartini memiliki kemauan hati untuk merdeka tetapi ada kelemahan hati yang menambatnya, Kartini juga sangat sayang terhadap kedua orang tuanya yang menyebabkan Kartini sulit untuk menolak tradisi itu. Jadilah rasa kebimbangan di dalam benak Kartini. Antara berjuang melepaskan diri dari tradisi itu atau mempertahankan rasa sayangnya terhadap kedua orang tuanya. "Kembali ke lingkunganku yang lama tiada aku dapat, maju lagi masuk dunia baru itu tiada pula dapat, ribuan tali mengikat aku erat-erat kepada duniaku yang lama" (kutipan surat Kartini kepada Nona Zeehandelaar, 6 November 1899).
Kutipan surat tersebut, ada beberapa orang yang beranggapan Kartini hanya pandai berkata-kata tetapi kurang dalam tindakan. Bagi orang yang beranggapan seperti itu terhadap Kartini, berarti orang seperti itu kurang mengerti akan sifat Kartini. Kartini hanya mampu mempelajari buku di rumahnya dan hanya mampu merasakan derita para gadis Jawa. Dari situlah banyaklah angan-angan, cita-cita akan merdeka. Namun, ketahuilah Kartini yang pengangan-angan tiadalah berdaya. Kartini seolah-olah menaruh jiwanya kepada masyarakatnya. Kartini seorang seorang penunjuk jalan. Beliau menunjukkan jalan dan hasrat untuk bebas melalui suratnya.
Hingga saat ini, nama dan cita-cita Kartini selalu membekas rasa kagum di dalam hati masyarakat. Bercak kagum itu selalu diperingati disetiap tanggal kelahiran Kartini. Namun jangan salah! cita-cita Kartini bukan hanya keinginan Kartini semata. Melainkan cita-cita semua wanita di dunia, yaitu mendapatkan pengakuan persamaan derajat dengan laki-laki. Sebagai salah satunya adalah Dewi Sartika. Dewi Sartika adalah pejuang wanita yang pernah mendirikan "Sekolah Istri". Maka haruslah dengan sadar dalam memaknai Hari Kartini itu sendiri.
Kartini adalah sosok wanita yang patut dijadikan teladan bagi semua orang. Dilihat dari cara pandangnya, beliau melihat keadaan disekelilingnya, melihat penderitaan rakyat dan memasukkan jiwanya terhadap jiwa-jiwa rakyatnya, seakan- akan merasakannya. Dilihat cara beliau mengutarakan perasaanya, beliau adalah sosok yang mampu jadi pendengar yang baik bagi orang disekelilingnya. Dilihat dari caranya berangan-angan, beliau adalah orang yang suka bermimpi, mempunyai mimpi-mimpi besar lalu diusahakan untuk mencapai apa yang diinginkannya. Dilihat dari keberaniannya dalam menumpas segala yang menurutnya adalah hal buruk dan merugikan orang, sekalipun menentang tradisi yang telah turun-temurun. Beliau adalah orang yang pekerja keras. Meskipun saat sedang dipingit, beliau masih saja terus membaca buku. Dilihat cara lemah lembutnya seorang wanita yang justru menjadi ciri khasnya dan kekuatannya.
Bukan saja para wanita yang boleh mencontoh sosok Kartini, tapi laki-laki juga. Semua para pemuda pemudi Indonesia patutlah mencontoh nilai-nilai positif yang terdapat dalam diri Kartini. Memahami karakter Kartini haruslah dengan sadar jangan pernah mengagungkan Kartini sebagai wanita paling sempurna. Bahkan ada yang mengatakan kebajikan yang yang dilakukan Kartini padahal tak dilakukannya. Oleh karena itu jangan dilebih-lebihkan, cukup diambil nilai positifnya saja.
Generasi bangsa tentunya telah menjadi aset serta masa depan bangsa, haruslah mencontoh nilai positif dalam jiwa-jiwa pahlawan seperti Kartini. Sikap pemuda pemudi yang harusnya mempunyai cita-cita kemudian saling belajar demi mendapat ilmu untuk masa depan, belajar, belajar, dan belajar. Sopan santun yang dicontohkan Kartini haruslah diterapkan dengan menghormati orang tua, guru, dan menyayangi teman. Sosok Kartini yang peduli, saling membantu dan menghormati sesama mengajarkan kita untuk lebih peduli lagi, lebih mengembangkan jiwa positif untuk melangkah menjadi generasi yang lebih, lebih, dan lebih bermanfaat serta menginspirasi masyarakat. Dan sebagai generasi bangsa jangan pernah bawa zaman "Kartini" tetapi bawalah jiwa postif Kartini dalam diri kita
Sumber:  Armijn Pane. (2006). Habis Gelap Terbitlah Terang : Balai Pustaka
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H