Urusan beras adalah urusan orang banyak. Pantas ketika harganya melambung tinggi maka banyak orang yang bereaksi. Apalagi beberapa waktu lalu disebutkan harga beras kali ini adalah tertinggi sejak Indonesia merdeka. Dari enam harian nasional hari ini, empat diantaranya bicara soal beras. Dua lainnya memilih isu hukum.
Mereka yang berbicara beras adalah Kompas, Indopos, Republika dan Media Indonesia. Kompas memberi judul “Pemerintah Tekan Harga Beras”. Media Indonesia bernada perlawanan “Lawan Mafia Beras”. Harian Republika “TNI-Polri Dilibatkan”. Terakhir dari Indopos yang mengutip wapres sebagai judul “JK: Harga Beras Pasti Turun”. Operasi pasar dilakukan besar besaran dan serentak di berbagai wilayah oleh bulog. Hal ini dilakukan untuk menekan harga beras yang beberapa waktu terakhir terus naik. Kemarin, Presiden mengunjungi Gudang Perum Bulog sebagai bentuk inspeksi. Mengomentari soal operasi pasar, presiden mengatakan berapapun yang dibutuhkan pasar, akan disalurkan. Bulog menjual beras langsung kepada masyarakat tanpa melalui perantara pedagang. Operasi pasar dilakukan serentak di beberapa wilayah seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali dan Sumsel.
Gubernur Jabar Ahmad Heryawan (AHER) mengkhawatirkan adanya mafia yang mempermainkan harga karena kalau dilihat dari suply beras normal dan demand aman. Kecurigaan yang sama dari gubernur Jateng yang mengatakan harga gabah dari petani masih relatif rendah. Menteri Perdagangan melibatkan TNI dan Polri untuk melakukan pengaman operasi pasar. Kerjasama juga dibangun untuk mengatasi mafia beras. Mendag menyebut siap memidanakan mereka.
Wapres JK optimis harga beras akan turun peka depan. Karena sudah memasuki masa panen bulan Maret. Stok bulog saat ini mencapai 1,4 juta ton. Dan jumlah itu dinyatakan cukup memenuhi kebutuhan masyarakat hingga masa panen tiba. Namun meski operasi pasar besar besaran dilakukan, pemerintah tetap menjaga agar harga beras tidak jatuh. Karena akan merugikan petani. Keran impor pun ditutup.
Bergeser ke Rakyat Merdeka, harian ini menulis judul tajam untuk Ketua KPK sementara, Taufiequrrahman Ruki. Ruki dinilai terlalu sering wara wiri dan terlalu banyak kordinasi dengan Polri dan Kejaksaan. Pasca dilantik, beberapa kali Ruki bertemu dengan Jaksa Agung dan Wakapolri. Profesor Asep Warlan Yusuf mewanti wanti bahwa terlalu banyak kordinasi bisa melemahkan KPK. Kritik yang sama juga disampaikan ICW. Namun Johan Budi membantahnya dan mengatakan kordinasi antar penegak hukum ini mulai terasa manfaatnya.
Terakhir dari Indopos yang membahas tetang hasil putusan praperadilan Budi Gunawan. Sampai saat ini KPK belum memutuskan pengajuan PK atas hasil sidang. Yang menjadi pertimbangan adalah adanya aturan bahwa PK hanya bisa dilakukan apabila putusan telah berkekuatan hukum tetap. Sebelumnya KPK telah menyerahkan berkas kasasi kepada PN Jaksel atas perkara ini namun ditolak. Meski demikian, Ruki mengatakan proses pengusutan kasus BG tidak dihentikan. Seperti halnya RM, harian ini juga membahas tentang pemeriksaan para pimpinan KPK.
Demikian yang bisa saya sampaikan. Semoga memberikan kemanfaatan bagi pembaca.
@moehiel.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H