Sastra horor yang identik dengan hal-hal ghaib, menakutkan bahkan eksploitasi sensualitas perempuan hingga menjadikan sastra horor sastra kelas rendah.
Padahal sastra horor sarat dengan cerita yang berlatar belakang kebudayaan. Di Indonesia sendiri ada banyak cerita legenda yang berbalut cerita horor. Unsur klenik dan horor ini pasti ada dalam cerita legenda masyarakat kita.
Pada acara Diskusi Meja Panjang yang digelar di Aula lantai 4, Gedung Ali Sadikin, Komplek Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta Pusat ini para narasumber yang hadir memberikan paparan dan pendapatnya tentang Sastra Horor di masyarakat kita.
Acara yang diadakan pukul 14.00 pada Jumat (26/7) ini menghadirkan Yon Bayu Wahyono sebagai Pembicara Utama. Beliau menjelaskan keberadaan sastra horor bahkan sudah ada sejak zaman kerajaan-kerajaan yang berkuasa di bumi Nusantara ini.
Kehadiran makhluk gaib disinyalir sebagai bala bantuan bagi para pemimpin pada saat itu. Oleh sebab itu berbagai upacara sebagai bentuk mempercayai keberadaan mereka juga dilakukan, seperti upacara Larung yang memberikan sesembahan kepada para penguasa lautan.
Adapun keberadaan sastra horor dalam film yang lebih sering mengeksploitasi ketakutan dan bahkan sisi sensualitas tubuh perempuan dikarenakan adanya kecenderungan penonton yang menyukai hal-hal tersebut.Â
Perlu ditegaskan bahwa cerita horor merupakan bagian dari budaya bangsa yang mau tidak mau harus diterima oleh semua kalangan. Namun demikian jangan sampai cerita horor ini menjadi sarana pembodohan masyarakat.
Hal inilah yang membuat sastra horor dalam film jadi dilirik sebagai karya kelas rendahan. Padahal apabila dari sisi penulisan naskah dibuat dengan angle yang berbeda tidak dengan mengeksploitasi ketakutan dan atau sisi sensualitas perempuan tentu akan membuat lebih berkelas.