Mohon tunggu...
Putri Sari
Putri Sari Mohon Tunggu... -

Psikolog Pendidikan, EDIA Training & Consultant, istri yg berpindah2 kota ikut suami, dan ibu dari satu putra :)\r\n\r\nFeel free to contact or ask me anything via email : hi.putrisari@live.com or twitter : @putripramanta

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Bullying di Usia Dini

27 Juli 2012   12:05 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:33 3986
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13434011651195076666

[caption id="attachment_203063" align="aligncenter" width="500" caption="Ilustrasi/ Admin (shutterstock)"][/caption]

Jika anda memiliki hobi ‘berkicau’ atau membaca ‘kicauan’ orang-orang di jejaring sosial, Twitter, maka pasti anda tahu bahwa baru saja terjadi (lagi… yah lagi-lagi terjadi) kasus bullying yang melibatkan anak-anak pemegang masa depan bangsa kita.

Berbagai pendapat muncul mengenai bagaimana cara menghukum para pelaku, sebagian lain berspekulasi mengenai penyebab terjadinya tindakan kekerasan oleh mereka. Apapun itu, sebaiknya munculnya tindakan kekerasan yang berujung pada bullying ini dicegah sejak dini. Bukan sejak para senior masih menjadi junior dengan menghilangkan MOS (Masa Orientasi Siswa), bukan sejak SMP ketika mereka masih ababil (Anak Labil; sebutan anak jaman sekarang untuk mereka yang sedang dalam masa pubertas yang suka ‘ikut-ikutan’), namun jauh ke belakang yaitu dimulai sejak anak-anak duduk di bangku Taman Kanak-kanak (TK).

Selama ini tindakan bullying marak dibahas di media dengan melibatkan siswa SMP atau SMA, namun belakangan banyak terdengar kasus-kasus kekerasan yang terjadi pada anak TK, dimana pelakunya adalah temannya sendiri, sesama anak TK.Dalam rangka mencegah terjadinya bullying di masa mendatang, inilah informasi mengenai bullying pada anak usia Taman Kanak-kanak (TK) (4-5 tahun), yang perlu diketahui oleh orangtua

Memangnya anak TK bisa mem-bully?

Jawabannya adalah… bisa. Bila selama ini kita hanya melihat bullying terjadi pada jenjang SD ke atas (SMP dan seterusnya), beberapa penelitian telah membuktikan bahwa bullying dapat terjadi pada anak TK. Mengapa begitu? Mayoritas kehidupan anak adalah bermain, baik bermain sendiri maupun dengan teman-temannya. Nah, pada saat mereka bermain dengan teman maka muncul suatu interaksi sosial, disinilah celah dimana tindakan kekerasanyang berujung pada bullying dapat terjadi. Ketika terjadi permasalahan dalam interaksi antar anak, ada anak yang dapat menyelesaikannya dengan baik, namun ada pula yang tidak. Anak yang tidak dapat menyelesaikan masalah dengan baik pun terbagi dua, yaitu mereka yang menggunakan kekerasan dan mereka yang pasrah.

Apakah anak yang melakukan kekerasan sudah pasti melakukan bullying?

Nah, ini dia kesalahan yang sering terjadi, yaitu orang-orang asal mencap suatu tindakan adalah bullying, padahal belum tentu. Kekerasan yang dilakukan seorang anak belum tentu dapat dikategorikan sebagai tindakan bullying. Bullying memang merupakan tindakan agresif, namun ia harus memenuhi ‘persyaratan’ lainnya, yaitu tindakan agresif dilakukan berulang-ulang oleh pelaku yang sama terhadap korban yang sama, dan perilaku tersebut memang diniatkan untuk menyakiti korban. Syarat lainnya adalah korban tindakan bullying merupakan pihak yang lebih lemah, sehingga pada umumnya tidak sanggup untuk membela diri dan melawan pelaku. Bentuk bullying ada yang langsung dilakukan pelaku terhadap korban, ada yang tidak langsung, seperti menyebar fitnah. Ada pula bullying yang berupa tindakan, ucapan, maupun psikologis (mengancam, memberikan tatapan sinis, dll). Bila anda bingung mengapa anak-anak ini sudah bisa berperilaku seperti itu, maka pengaruh mediatelevisi adalah salah satu faktor penyebab di antara beribu faktor lainnya.

Kalau hanya sekedar agresif dengan teman pada anak TK yang belum mengerti ‘apa-apa’ bukankah itu biasa?

Ups.. Salah besar. Bagaimanapun tindakan agresif (baik bagi pelaku atau korban) bukanlah hal yang dapat dibenarkan. Anak usia TK (4-5 tahun) seharusnya sudah mampu menahan perasaan dan mengendalikan reaksi (misal : marah tapi tidak memukul). Pencegahan munculnya perilaku agresif pun harus dilakukan sejak dini, karena sudah banyak penelitian yang membuktikan bahwa perilaku anak usia dini dapat memprediksi kemampuan penyesuaiannya terhadap lingkungan di masa depan. Anak usia prasekolah yang sudah dapat menunjukkan simpati dengan teman, cenderung akan dapat mempertahankan kemampuannya untuk berempati hingga 17 tahun kemudian.Maka sudah jelas bahwa anak-anak harus diajak untuk bersikap baik dengan orang lain sejak dini.

Bagaimana saya tahu anak saya melakukan tindakan kekerasan atau malah menjadi korban?

Melakukan komunikasi dan menggali informasi dengan anak usia ini memang cenderung sulit. Hal ini dikarenakan kemampuan berbahasa mereka pun masih sederhana. Namun anak usia TK sudah mulai mampu mengenal emosi, baik emosinya sendiri maupun orang lain. Ia sudah mulai paham kapan ia merasa sedih atau takut, kapan orang lain marah, dan seterusnya. Maka orangtua dapat menggali informasi dengan menyederhanakan bahasa dan memilih waktu serta sarana yang tepat. Misal, orangtua dapat menggunakan waktu santai di sore hari sambil bermain atau membacakan buku sebagai saran untuk bertanya kepada anak mengenai apa yang ia pelajari di sekolah, apa yang terjadi di sekolah, hingga siapa saja temannya dan bagaimana perilaku mereka masing-masing. Dari sinilah orangtua dapat mendeteksi apakah anak merasa nyaman atau tidak di sekolah, apakah ada teman yang berperilaku agresif atau justru anaknya sendiri yang berperilaku agresif dengan menyakiti teman.

Lalu apa yang harus dilakukan?

Bila anak sudah terlanjur menjadi korban, tentu hal pertama yang harus dilakukan adalah meyakinkan anak bahwa ia tidak seperti apa yang dianggap atau dikatakan oleh temannya. Orangtua juga harus menguatkan anak agar ia lebih percaya diri dan bila hal tersebut terjadi lagi anak harus berani berbicara dengan guru. Ia tidak perlu khawatir dengan ancaman teman, yakinkan anak bahwa dengan begitu ia akan membantu temannya menjadi lebih baik. Hindari membela anak dengan memarahi pelaku, karena orangtua adalah contoh utama bagi anak untuk berperilaku baik dan bijak.

Bila orangtua mendeteksi bahwa anaknya justru menjadi pelaku, jangan tutupi kesalahan anak, karena korbannya di luar sana terancam mengalami gangguan emosi berkepanjangan, seperti rasa takut yang berlebihan dan menjadi rendah diri. Orangtua dapat membacakan cerita-cerita mengenai anak-anak yang baik dan mau meminta maaf bila berbuat salah, kemudian mengajak anak berdiskusi mengenai cara-cara yang baik dan sopan dalam menyelesaikan masalah dengan teman.

Langkah selanjutnya sudah pasti menyampaikan pada pihak sekolah. Hal ini ditujukan agar guru lebih memperhatikan situasi dan kondisi para siswa, sehingga dapat segera tanggap bila tindakan agresif kembali terulang di kelas. Pada umumnya pelajaran mengenai moral dan bagaimana berinteraksi sosial yang baik merupakan fokus utama dalam pendidikan di TK, oleh karena itu guru-guru di TK sudah pasti mempunyai variasi cara yang kreatif dan sesuai bagi usia anak untuk dapat membantu mereka memahami apakah perilakunya sudah baik atau belum.

Hal terakhir yang paling penting dilakukan orangtua adalah introspeksi diri dan lingkungan di rumah. Jangan-jangan perilaku agresif yang muncul pada anak disebabkan ia meniru perilaku agresif dari orang-orang terdekat atau media, seperti televisi, yang selama ini tidak terdeteksi atau tidak disadari oleh orangtua. Hindari pula memberi tekanan yang berlebihan pada anak, termasuk tuntutan untuk menjadi yang terbaik, baik dalam segi akademik atau penampilan, karena anak yang merasa tertekan bisa saja menggunakan tindakan agresif sebagai cara untuk melepaskan beban emosinya.

“We may not be able to prepare the future for our children, but we can at least prepare our children for the future.” –Franklin D. Roosevelt

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun