KEBAKARAN HUTAN , HUTAN DIBAKAR di mana-mana. Masif dan terstruktur, bergelombang seperti lagu perjuangan . “ Dari Barat sampai ke Timur.. Berjajar pulau-pulau …yang hutannya terbakar.. Sambung menyambung menjadi satu…Itulah Indonesia … yang hutannya dibakar dan terbakar hebat “. Cuma diartikan secara harafiahkah kebakaran hutan yang sangat dahsyat yang terjadi sepanjang 70 tahun usia Negara Keatuan Republik Indonesia. Apakah cukup dengan mengatakan ada pihak-pihak, baik perorangan dan perusahaan atau komplotan membuka lahan dengan cara membakar hutan. Selesai. Kendati pemerintah terutama Kementerian Lingkungan hidup dan Kehutanan dibuat kalangkabut tanpa asap akibat kebakaran yang melanda kawasan hutan di Pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan merembet ke Maluku, Papua secara bergelombang. Bahkan kawasan hutan di beberapa daerah di Pulau Jawa pun saat ini sudah terbakar ?
Dampak dari pembakaran dan kebakaran hutan sungguh tidak kalah dahsyat. Di sektor kesehatan akibat ISPA berjatuhan korban terutama anak balita, demikian pula di sektor pendidikkan proses belajar mengajar terganggu. Berhari - hari sekolah terpaksa diliburkan. Aktivitas masyarakat , pemerintahan, perekonomi terganggu. Pendek kata semua aktivitas terganggu. Ribuan jadwal penerbangan dibatalkan. Kerugian akibat tergangunya kegiatan perekonomian masyarakat mencapai triliunan rupiah, belum kerugian akibat kerusakkan lingkungan hutan, musnahnya flora dan fauna. Binatang yang dilindungi Undang-Undang terancam punah akibat habitatnya terbakar.
Presiden Jokowi yang baru setahun menjabat mau tidak mau harus menerima getah warisan pendahulunya. Presiden menjadi bulan-bulanan dibully, dihujat habis-habisan karena dianggap tidak mampu mengatasi kebakaran hutan. Banyakpembully, polityikus, aktivis lingkungan lupa bahwa yang paling bertanggung jawab atas bencana lingkungan dan bencana kemanusiaan ini adalah para pejabat di daerah. Dari kepala desa, Camat, Bupati sampai Gubernur. Mereka yang tidak senang menuding Pemerintah abai dalam mengantisipasi kabakaran hutan yang terjadi hampir pada setiap musim kemarau hingga kebakaran hutan 2015 begitu masif. Padahal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan - KLHK kabarnya sejak bulan Januari 2015 sudah mengingatkan para Gubernur untuk memantau dan mengantisipasi kemungkinan terjadinya kebakaran dan pembakaran. Sebab berdasar pengalaman semenjak pemerintahan dahulu kala, semenjak sebelum pemerintahan Presiden Jokowi setiap kemarau hampi terjadi kebakaran hutan. Akan tetapi kebakaran hutan tahun 2015 ini merupakan kebakaran hutan terdahsyat. Data sementara Kementerian LH danK terdapat 2.742 titik api di Sumetera, Kalimantan dan Sulawesi hingga papua. Hutan Papua yang terbakar belakangan justru terdapat 744 titik api terbanyak diantara titik api di pulau-plau lain. Data hutan yang dibakar dan terbakar masih terus berkembang.
SABOTASE
Melihat kebakaran yang begitu masif dan terstruktur dan melanda hampir di seluruh Nusantara kebakaran hutan 2015 bukanlah kebakaran biasa. Ada aroma kebakaran hutan ini sangat terstruktur sehingga boleh disebut ada unsure kesengajaan untuk menghancurkan pereknomian Indonesia yang saat ini pertumbuhannya sedang mengalamai pelambatan. Kebakaran hutan 2015merupakan sabotase ekonomi pemerintahan Presiden Jokowi. Kerugian akibat musnahnya kawasan hutan di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Papua dan Maluku serta pulau-pulau lain menimbulkan kerugian yang luar biasa besar.
Mengutip laporan Harian Pagi Kompas terbitan Senin 26 Oktober 2015 luas hutan yang terbakar per 23 Oktober 2015 sudah mencapai 1,7 juta hektar Demikian pula jumlah penduduk di berbagai daerah yang terpapar kabut asap mencapai jutaan. Laporan tersebut menyebutkan jumlah penduduk yang terserang ISPA mencapai 503.874 jiwa tersebar di 6 provinsi sedang penduduk yang terpapar kabut asap mencapai 43 juta jiwa . Kompas mencatat jumlah korban meninggal sebanyak 12 orang yanghampir semuanya anak balita. Sementara menurut Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional mengistimasi luas hutan yang terbakar di seluruh Indonesia antara bulan Juli sampai 20 Oktober luasnya mencapai 2,089 juta hektar lebih. Lembaga ini melukiskan kawasan hutan yang terbakar itu setara dengan 32 kali luas Provinsi DKI Jakarta atau 1,.9 juta kali luas lapangan sepak bola !
Herry Purnomo, peneliti Center for International Forestry Resersan hutan cah (CIFOR) kebakaran - pembakaran lahan/hutan berhubungan dengan masyarakat baik kelas menengah dan selalu berhubungan dengan perusahaan dan ORANG-ORANG KUAT baik di tingkat kabupaten, nasional bahkan ditingkat ASEAN. Untuk menuntut mereka, katanya, sangatlah sulit karena berhubungan dengan PARTAI-PARTAI TERTENTU baik dingkat lokal, nasional mau pun ASEAN yang kuat dan teroganisir. CIFOR memperkirakan hutan di Indonesia yang telah ditebas mencapai 8,6 juta hektar. Begitu luasnya hutan di Indonesia yang selama ini dikenal sebgai paru-paru dunia yang terbakar/dibakar bukan hanya sekadar membakar lalu ditinggal. Menurut CIFOR hutan yang telah ditebas atau dibakar tersebut diperjualbelikan. Lahan hutan yang sudah dibakar akan dijual Rp 8,6 juta/Hektar (Ha) sedang hutan eks pembakaran yang yang sudah siap tanam dijual Rp 11,2 juta/Ha. Lahan eks jkawasan hutan yang sudah ditanami sawit dan siap panen dijual Rp 40 juta/Ha . Kenapa harus membakar. Pengusaha perkebunan sawit memilihmembuka lahan dengan caramembakar hutan karena ongkosnya lebih murah. Untuk membersihkan lahan/hutan dengan cara dibakar ongkosnya sangat murah karena hanya 10-20 dollar AS/Ha sedang jika pembersihan lahan dilakukan dengan cara mekanik memerlukan ongkos yang relatif mahal yakni berkisar 200 dollar AS/ha.
Yang menjadi pertanyaan besar adalah, “Kemana sawit dari Indonesia itu sebenarnya dibawa, diangkut atau disalurkan. Sulit dilacak”, kata Herry Purnomo.
Litbang Harian Kompas memperkirakan hingga 23 Oktober 2015 kerugian materi akibat kebakaran dan pembakaran hutan sudah mencpai 20 triliun. Dunia penerbangan komersial juga tidak luput terkena dampak berat dari kabut asap kabakaran hutan. Ribuan jadwal penerbangan di banyak Bandara terpaksa dibatalkan karena jarak pandang sangat pendek yang sangat membahayakan penerbangan. .
Berapa tahun untuk memulihkan kawasan hutan yang terbakar. Para pakar kehutanan menyebut memerlukan 10 tahun sampai 30 t ahun bahkan 50 tahun. Berarti hutan di Sumetera, Kaalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua dan pulau lain baru akan pulih ketika para pejabat termasuk Presiden dan Wakil Presiden, pengusaha terduga pembakar hutan, aktivis lingkungan atau mereka yang hanya hanya pintar berteriak-teriak memprotes Presiden, kelak hanya dapat menyaksikan dari alam lain.
Ketika banyak pihak, masyarakat mencemaskan kebakaran hutan yang sudah memasuki bulan keempat , tragedi kemanusiaan akibat kebakaran hutan yang masif dan sepertinya terstruktur dimanfaatkan oleh para politisi yang menjadi lawan-lawan politik, penentang dan penantang, tukang protes, pengamat politik dan lingkungan, para pendemo yang tidak suka terhadap Pemerintah untuk menyerang Jokowi baik sebagai Presiden/Kepala Negara mau pun sebagai pribadi. Melalui talk show di TV Swasta tertentu atau tulisan-tulisan media sosial mereka menyalahkan Presiden yang dianggap tidak mampu mengatasi kebakaran hutan . Musibah kebakaran hutan di Indonesia dijadikan alat untuk memojokkan pemerintahan Presiden Jokowi. Bahkan oleh kelompok-kelompok, politisi, LSM, organisasi mahasiswa tertentu kebakaran hutan dijadikan amunisi untuk menggulingkan Jokowi dari tahta kepresidenan. Tapi upaya untuk gulingkan Jokowi hanya akan MENGGANTANG ASAP. (hindharyoen nts, jurnalis)