Pers mengalami transformasi dalam skala yang cukup besar, sebagai akibat dari ditegakkannya fondasi demokrasi pada era digital. Kebebasan pers menjadi salah satu komponen vital dalam demokrasi guna tersampaikannya informasi yang akurat, berimbang serta dapat diandalkan oleh masyarakat. Digitalisasi memudahkan distribusi informasi sekaligus memunculkan tantangan besar berupa pelanggaran kode etik jurnalistik dan maraknya penyebaran informasi yang tidak sesuai fakta di lapangan, hal tersebut menyebabkan kepercayaan publik terhadap media menurun. Tulisan ini akan menyoroti dinamika kebebasan pers di tengah perkembangan teknologi digital, menganalisis peluang serta risiko, dan memberikan solusi strategis guna tercapainya media yang berkualitas dan beretika.
Seiring dengan berkembangnya teknologi, publik mulai mengganti cara mereka dalam memperoleh informasi. Terjadi persaingan dalam pendistribusian berita pada platform media klasik seperti koran dengan media digital. Jurnalis dituntut untuk mampu menggunakan kombinasi berbagai media, termasuk audio, visual, teks, hingga video dalam waktu yang sama. Â Waluyo (2019) mengupas tentang integrasi media yang merupakan wujud penyesuaian media klasik dalam menghadapi digitalisasi, hal tersebut bertujuan untuk memfasilitasi penyatuan jenis-jenis format berupa teks, audio visual maupun gambar bergerak dalam satu wadah. Hal tersebutlah yang kemudian melahirkan suatu istilah baru yang dinamakan konvergensi media yang merujuk terhadap optimalisasi penyampaian informasi.
Adanya konvergensi media tidak sepenuhnya lancar, berbagai tantangan harus dihadapi untuk mengintegrasikan bermacam format dalam satu media yang sama. Daulay dan Iskandar (2020) menjelaskan mengenai maraknya media digital yang belum mencapai standar profesional yang diharapkan, pada era digital ini masih banyak media pers yang tidak memiliki badan hukum, selain itu media-media tersebut juga seringkali mengesampingkan kode etik jurnalistik. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat diketahui fakta mengenai perlu adanya tanggung jawab guna memastikan mutu serta kejujuran informasi.
Transformasi media seiringan dengan perkembangan digitalisasi, membuka akses yang lebar terhadap perluasan distribusi informasi baik pada jangkauan masyarakatnya maupun optimalisasi keterlibatan aktif dari semua pihak. Adanya Dewan Pers turut membantu dalam pengembangan lingkungan media yang lebih terintegrasi. Salah satu contoh dari beberapa media pers yang berhasil mengubah dirinya menjadi media digital namun tetap mempertahankan prinsip-prinsip jurnalismenya adalah Kompas. Kompas fokus menyajikan informasi yang sesuai serta memberikan manfaat terhadap masyarakat. Melalui hal tersebut, wadah diskusi publik yang lebih terbuka yang menjadi tempat saling berdialog serta bertukar informasi dengan cara yang membangun dapat dihasilkan oleh media. Transformasi ini juga berhasil membuka peluang bagi publik untuk terlibat dalam proses jurnalistik dengan memanfaatkan media sosial dan jurnalisme warga.
Selain peluang seperti lebih luasnya jangkauan pendistribusian informasi, kebebasan pers pada era digital menimbulkan berbagai tantangan yang cukup signifikan. Beberapa aspek yang terancam dalam proses digitalisasi pers yaitu aspek etika, ketepatan (akurasi) serta aspek kebenaran (verifikasi), mudahnya paparan informasi palsu atau hoax merupakan akibat dari kurangnya ketelitian kerja media digital demi mengejar target waktu kecepatan penyebaran informasi kepada masyarakat. Keyakinan publik terhadap media pers semakin menurun, hal tersebut juga diakibatkan karena kemunculan media yang tidak resmi serta tidak sesuai standarnya, pemberitaan yang tidak objektif seringkali disertai dengan opini yang bersifat menghakimi juga banyak muncul di catatan Dewan Pers.
Sistem politik yang otoriter di negara ini menjadi faktor yang cukup besar dalam menghambat kebebasan pers di era digital. Wiratraman (2023) menjelaskan mengenai bagaimana kontrol otoriter dari pihak politisi pada media pers di era digital ini melemahkan penegakan hukum, dampak buruknya berupa pembungkaman akan kebebasan awak media untuk menyampaikan informasi secara objektif, jurnalis-jurnalis yang memiliki pemikiran kritis dibungkam oleh pihak yang lebih berkuasa. Salah satu contoh nyata hambatan kebebasan pers di era digital yang menunjukkan secara jelas bagaimana media pers yang berada dibawah tekanan otoritas politik berpotensi melemahkan nilai-nilai demokrasi adalah serangan siber terhadap salah satu media pers yang bernama 'Narasi' dimana media tersebut diretas dan mendapatkan ancaman pada situs web mereka. Selain serangan dan kontrol dari pihak atas, hambatan lain yang harus dihadapi media pers dalam melakukan transformasi di era digital yaitu adanya upaya mencari keuntungan dari media pers digital, hal ini mengakibatkan media menjadi terdorong untuk menggunakan pendekatan konten secara sensasional guna memperoleh keuntungan dari iklan yang masuk, yang berakibat terhadap penyalahgunaan media pers sebagai instrumen untuk komersialisasi.
Menilik dari ragam hambatan atau tantangan yang dihadapi media pers untuk melakukan transformasi di era digital, maka diperlukan adanya suatu upaya visioner yang harus diterapkan guna memperkuat profesionalisme media pers. Kunci utama guna mengasah pemikiran publik yang lebih kritis adalah dengan meningkatkan literasi terhadap media, terciptanya wawasan yang luas serta pemikiran yang kritis memudahkan publik dalam membedakan mana yang benar dan tidak terhadap informasi yang tersebar, hasil lain yang didapat adalah kontribusi aktif dan positif dari publik dalam proses terciptanya lingkungan informasi yang terstruktur dan saling terikat.
Di samping peningkatan literasi publik terhadap media pers, diperlukan juga adanya pengambilan langkah oleh Dewan Pers guna memperteguh aturan serta verifikasi. Diperlukan adanya peraturan yang jelas dan tegas sehingga menjamin setiap awak media tunduk terhadap kode etik yang berlaku sesuai dengan UU Nomor 40 Tahun 1999 yang mengatur mengenai aturan kebebasan, kewajiban serta peredaran pers. Aspek lain yang juga cukup penting yakni, keseriusan media dalam menjaga serta menerapkan prinsip-prinsip dasar jurnalisme, media perlu terus-menerus mengedepankan kemerataan dalam pemberitaan, memastikan ketepatan berita yang disebarkan serta prinsip kemandirian guna menjaga pers dari kontaminasi pihak lain. Jika prinsip-prinsip tersebut berhasil dijalankan oleh media pers, maka kepercayaan publik terhadap pers akan meningkat. Jika kita mengambil panutan dalam skala internasional, untuk membangun media yang independen serta memiliki mutu yang tinggi, kita dapat mencontoh pendekatan bisnis yang dilakukan oleh media yang bernama BBC (British Broadcasting Corporation) yang mengadopsi modes bisnis yang berbasis lisensi publik. Model lisensi publik yang sumber dananya diperoleh dari publik, sehingga memberi kesempatan pada pers untuk menjalankan operasional dengan bebas dan tanpa tekanan.
Perlu adanya penindakan secara tegas terhadap media pers yang tidak terverifikasi secara hukum atau tidak mengikuti standar professional. Pada era digital ini penemuan teknologi baru berupa AI (Artificial Intelligence) dapat menjadi alternatif untuk permasalahan ini. Inovasi teknologi berupa AI ini mampu mengidentifikasi hoaks dengan lebih cepat serta akurat. Hal tersebut akan memudahkan dalam proses verifikasi berita, dengan demikian informasi dapat dipublikasikan dengan lebih tepat disertai dengan pertanggungjawaban.