Namun setelah ketiga kemungkinan tata bahasa ini didikusikan bersama dengan Prof. Dr. Robert Zydenbos, Jurusan Philologi Asia Selatan - Universitas Munchen, kemungkinan (1) sangat kecil penggunaannya. Karena gabungan komposita dengan akar kata kerja sangat tidak lazim.
Demikian juga kemungkinan (2); memang susunan dari persona dari |pR| yaitu |priya| terbalik, karena susunannya bukan DM (diterangkan-menerangkan) melainkan MD. Jadi komposita dengan |priya| harusnya |bumi|pri(ya)|.
Dengan demikian kemungkinan (1) dan (2) dapat dikatakan gugur. Tinggal sisanya, dan memang lebih logis, kemungkinan (3) yaitu |pari|. Sebagai prefiks, |pari| memang sering dipasangkan untuk memodifikasi makna kata di belakangnya.
Hingga di sini simpan dulu kemungkinan (3) untuk kemudian dipasangkan dengan kata berikutnya, yaitu kata |bumi|.
Dalam bahasa Jawa Kuna, sama seperti bahasa Sanskerta, ditulis sebagai |bhUmi| artinya sama, bumi, dunia atau tanah; earth, soil atau ground menurut kamus Sanskerta. Makna kata ini bahkan artinya juga mencakup territory dan country.
Tidak banyak yang mesti dijelaskan. Makna kata ini adalah bumi atau tanah, baik di bahasa Jawa Kuna, bahasa Sanskerta maupun bahasa Indonesia.
Dua kata ini |pari| dan |bhUmi| menjadi kata majemuk setelah digabungkan. Kemungkinan terserap ke dalam bahasa Indonesia setelah melalui proses 'salah ucap' atau 'tertelan' menjadi |pribumi|.
Bila istilah ini ditafsirkan menurut tata bahasa Sanskerta dilengkapi dengan makna dari bahasa Jawa Kuna, kurang lebih bermakna sebagai berikut:
'warga kampung/ daerah sekitar (setempat)'
Kata |pribumi| murni khazanah bahasa Indonesia, walau dibentuk dari kata-kata pinjaman dari bahasa Sanskerta atau bahasa Jawa Kuna.
Hal ini dipastikan melalui kenyataan, bahwa tidak ditemukan kata majemuk |pribumi| di dalam kamus Sanskerta dan Jawa Kuna.