Nadiem Makarim, Risa Santosa, William Aditya Sarana, Ima Mahdiah dan masih banyak lagi nama-nama yang sering dibicarakan di media belakangan ini. Namun paling tidak inilah nama-nama mereka yang kini menduduki posisi-posisi penting dalam pengambilan keputusan bagi negara dan bangsa.
Menariknya di sini adalah usia mereka yang masih terbilang muda untuk posisi yang mereka jabat. Di masyarakat pasti berkembang keraguan, karena mereka bisa dianggap 'belum cukup umur' untuk menduduki kursi jabatan penting.
Menurut kebiasaan yang sudah-sudah  kursi jabatan seperti Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Rektor Sekolah Tinggi atau Anggota Dewan diduduki oleh pejabat-pejabat dengan usia matang. Usia di mana manusia sudah dipercaya mampu menanggalkan hasrat individu demi kepentingan orang banyak - saat manusia sudah paripurna dengan urusan dirinya sendiri.
Lalu apa yang sedang berlangsung kini dalam kehidupan berkebangsaan dan bernegara di Indonesia? Sepertinya bangsa ini sedang bergerak kembali ke cita-cita awalnya saat negara ini didirikan yaitu kembali 'mencerdaskan kehidupan bangsa.
Untuk itu kelangsungan berinovasi sangat diperlukan. Di mana generasi sebelumnya membangun dan meninggikan mental generasi sesudahnya. Agar mereka menjadi generasi penentu kelanjutan kehidupan kebangsaan di masa depan, saat generasi pendahulunya sudah tidak berkemampuan lagi.
Namun harus selalu diingat, bahwa kecerdasan kehidupan bangsa ini mempunyai satu pembunuh utama yaitu feodalisme. Paham ini terbukti sangat mematikan bagi mental bangsa ini untuk maju, bahkan pernah terjadi lintas generasi selama tiga ratus lima puluh tahun lewat kolonisasi.
Paham ini memaksa untuk mutlak tunduk pada etika sepihak, atau hanya berlaku bagi mereka yang tidak diharapkan untuk memajukan diri atau kelompoknya.
Prakteknya di lapangan: manusia dibuat seolah-olah merendahkan diri atas nama 'kepatutan' atau 'kesantunan'. Tapi yang sebenarnya terjadi adalah pembunuhan mental agar orang tidak bercita-cita lagi untuk membuat hari esok lebih baik dari hari ini.
Prakteknya kini adalah tekanan dari mereka yang terlahir lebih dahulu terhadap bangsanya sendiri yang lahir kemudian. Alasannya kebanyakan adalah rasa takut kehilangan muka.
Jelas korban dari pemahaman ini adalah generasi muda dengan sifat alami mereka yaitu inovatif.