Mohon tunggu...
Siami Khadijah Maysaroh
Siami Khadijah Maysaroh Mohon Tunggu... -

bahwa keberadaan hidup adalah menyatakan kebenaran sebanyak kebenaran yang kita punya.. dan Tuhan telah sediakan kebenaran disetiap kebenaran yang kita temukan!! BarokalLah!!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Komite Aksi Perempuan: Kapitalisasi Ranah Domestik Buruh Perempuan

28 Oktober 2013   12:12 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:56 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bicara buruh kita sering menyoal permasalahan upah dan kesejahteraan hidup, terlebih dia sebagai seorang perempuan. Dalam diskursus keperempuanan, Politisasi Upah Perempuan bertumpu pada kepentingan Penguasa dan Pengusaha sebagai pemilik modal dan pemegang Kebijakan. Selama ini pun gerakan-gerakan terkait perjuangan upah perempuan masih menyentuh kebutuhan sektor konsumtif kuantitatif-pemenuhan barang-barang rumah tangga dan kebutuhan pangan-yang kemudian digiring pada tuntutan pemenuhan kebutuhan dalam sektor konsumtif kualitatif-berupa pemenuhan kesehatan, pendidikan anak sebagai keluarga, dan jaminan reproduksi perempuan-mengingat perempuan dalam hal ini memiliki multi peran, yaitu bukan hanya sebagai pekerja perempuan yang berada dalam institusi ekonomis saja, namun juga sebagai seorang yang memiliki pola tidak berubah dalam ranah domestisasi seperti mengurus anak dan wilayah reproduksi.

Dalam sebuah kasus terjadi, sebuah kebijakan diskriminasi buruh yang basisnya mengatasnamakan kedekatan emosional kepada pekerja, yang dalam hal ini biasanya dialami oleh buruh manufaktur misalnya. Pemberlakuan system kerja target, dengan membebasakan wilayah kerja-tidak bekerja di pabrik-yang dianggap perempuan menjadi sebuah keuntungan waktu kerja. Bahwa dianggap kerja produktif perempuan yang dibawa keranah domestik atau rumah dapat meringankan peran lain perempuan, seperti sambil bekerja bisa mengasuh anak, memsak dan mengurus rumah dengan konsekuensi penetapan target pada hasil produksi sekian banyak dalam kurun waktu tertentu.

Secara sekilas ini terlihat menguntungkan memang. Tapi mari evaluasi bersama. Saat perempuan membawa wilayah produksi indrustri kerumah, maka perusaan akan terbebas dari tangungjawab pemenuhan hak kerja, karena sebenarnya bukan kerja domestic perempuan yang ditumpangi, tapi justru sebaliknya. Bahwa wilayah produksi indrustri yang menumpang dalam kerja domestic perempuan. Perusahaan secara terang-terangan terbebas dari kewajiban atas penjaminan biaya transportasi perkerja perempuan, karena wilayah kerja dilakukan dirumah, ditempat pekerja. Lalu kewajiban makan dan hal lain yang secara sektoral di politisasi keranah domestic yang kita tahu bersifat gratis.

Dan percaya atau tidak, data menyatakan bahwa 70% sumbangan ekonomi Dunia hari ini adalah dari perempuan pekerja/buruh. Artinya potensialisasi produktifitas buruh perempuan menjadi daya tarik yang diincar dan dimanfaatkan oleh para pengusaha hari ini. Kebijakan atas pengalihan proses/aktivitas kerja indrustri ke rumah yang sering kita kenal dengan istilah putting out system bentuk patrialkhal kapitalisme baru yang dibentuk oleh pemilik modal hari ini.

sejarah hadirnta tenaga kerja buruh di pribumi diciptakan oleh system colonial belanda disektor perkabunan indrustri yang melanggengkan cara kerja diskriminatif yang menguntungkan penguasa dan pengusaha pemilik modal. Jika hari ini diskriminasi buruh khususnya buruh perempuan dalam hal ini masih terjadi, maka kita tengah mengulang bentuk kolonialisame baru dizaman modern yang seharusnya berbicara masalah peningkatan kesejahteraan hidup yang egaliter.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun