Mohon tunggu...
HIMIESPA FEB UGM
HIMIESPA FEB UGM Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada

Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi (HIMIESPA) merupakan organisasi formal mahasiswa ilmu ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada DI Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Money

Keynesian Coordination Failure Theory and Dr. Strange's Coordination Theory

4 Mei 2019   16:28 Diperbarui: 4 Mei 2019   16:37 550
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Grafik 2. Permintaan Tenaga Kerja Aggregat dengan Increasing Return to Scale

"I love you 3000."

"Avengers: Endgame" merupakan salah satu film yang sangat dinanti-nanti lantaran perannya sebagai fragmen akhir fase ketiga Marvel Cinematic Universe. Kali ini, para Avengers berusaha mengembalikan 50% populasi yang telah dilenyapkan oleh jentikan jari Thanos. Pada pekan pertama penayangannya, "Avengers: Endgame" telah menjadi film Marvel yang terlaris dengan total pendapatan sebesar 17,4 triliun rupiah, sejauh ini. Menariknya adalah salah satu penyusun alur cerita film ke-22 MCU ini dapat dianalisis dalam perspektif ilmu ekonomi, khususnya ekonomi makro. 

Keynesian Coordination Failure Model

Keynesian coordination failure model pertama kali ditelaah oleh Peter Diamond pada awal tahun 1980-an dalam Journal of Political Economy 90, berjudul "Aggregate Demand in Search Equilibrium". Keynesian coordination failure model adalah salah satu teori yang menjelaskan siklus bisnis atau fluktuasi perekonomian yang disebabkan oleh gelombang-gelombang pesimisme dan optimisme. Gelombang-gelombang pesimisme dan optimisme tersebut berasal dari pandangan pelaku-pelaku ekonomi yang sulit mengoordinasikan perilakunya sehingga menyebabkan terjadinya strategic complementarities. 

Strategic complementarities adalah afiliasi saling melengkapi antara keseluruhan pelaku ekonomi--yaitu perusahaan-perusahaan, para individu, dan pemerintah--yang cenderung mengadopsi efek bandwagon. Efek Bandwagon terjadi saat masyarakat turut melakukan kegiatan yang menurut mereka menjadi preferensi mayoritas atau pemangku posisi-posisi dominan (Schmitt-Beck, 2015). Contoh sederhana yang dapat memberi pemahaman mengenai strategic complementarities adalah hubungan antara perangkat lunak dan perangkat keras. Kuantitas perangkat lunak yang dapat dijual sebuah perusahaan sangat terikat pada kualitas dan kuantitas perangkat keras yang saat itu berada di pasar. Hubungan komplementer terwujud dalam kemudahan penjualan yang akan dialami produsen perangkat lunak saat penjualan perangkat keras mengalami peningkatan. Sebaliknya pun terjadi: saat penjualan perangkat lunak mengalami peningkatan, para produsen perangkat keras akan mengalami kemudahan dalam penjualan. Hubungan komplementer, seperti yang dipraktikan oleh perangkat lunak dan perangkat keras, umum ditemukan di perekonomian sehingga sulit bagi para produsen untuk mengoordinasi tindakan-tindakannya. 

Kesulitan dalam berkoordinasi tersebut dapat menyebabkan titik-titik ekuilibrium yang beragam (multiple equilibria), tetapi dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu keseimbangan yang "baik" dan "buruk". Ciri-ciri dari ekuilibrium "baik" adalah tingkat bunga yang rendah dan tingkat output yang tinggi. Sebaliknya, ciri-ciri ekuilibrium "buruk" adalah tingkat bunga yang tinggi dengan tingkat output yang rendah. Kedua ekuilibrium disebabkan oleh, secara berurutan, gelombang optimisme dan pesimisme. Sebagai penjelasan untuk penyebab dari kedua titik ekuilibrium pada Grafik 7, perlu diketahui bahwa strategic complementarities menyebabkan adanya increasing returns to scale: bagi setiap perusahaan, penambahan output yang dihasilkan oleh tenaga kerja (marginal product of labor) akan lebih besar daripada peningkatan jumlah tenaga kerja (quantity of labor atau employment) sendiri. Adanya increasing return to scale yang dihasilkan oleh tenaga kerja dalam fungsi produksi diilustrasikan pada Grafik 1. 

Grafik 1. Kurva Fungsi Produksi dengan Increasing Return to Scale
Grafik 1. Kurva Fungsi Produksi dengan Increasing Return to Scale

Selanjutnya, increasing returns to scale yang disebabkan oleh strategic complementarities membuat kurva Nd (permintaan terhadap tenaga kerja) memiliki slope yang positif seperti pada Grafik 2. Perlu diingat bahwa keputusan perusahaan untuk meminta tenaga kerja, yang dapat memaksimalkan keuntungannya, terjadi ketika marginal product labor sama dengan wage. Maka dari itu, keberadaan increasing return to scale mengakibatkan marginal product labor semakin tinggi sehingga tingkat upah (wage) pun semakin tinggi. Akibatnya, permintaan terhadap tenaga kerja akan meningkat seiring dengan naiknya upah. Pada akhirnya, kurva permintaan tenaga kerja memiliki slope yang positif.

Grafik 2. Permintaan Tenaga Kerja Aggregat dengan Increasing Return to Scale
Grafik 2. Permintaan Tenaga Kerja Aggregat dengan Increasing Return to Scale

Selanjutnya, syarat bagi coordination failure model adalah kemiringan kurva permintaan tenaga kerja lebih curam daripada kemiringan kurva penawarannya yang ditampilkan pada Grafik 3.

Grafik 3. Pasar Tenaga Kerja dalam Coordination Failure Model
Grafik 3. Pasar Tenaga Kerja dalam Coordination Failure Model

Dengan asumsi efek substitusi lebih besar daripada efek pendapatan, saat tingkat bunga naik, tenaga kerja yang ditawarkan oleh individu akan meningkat. Peningkatan tersebut membuat kurva penawaran tenaga kerja (yang berperan sebagai variabel terikat tingkat bunga upah riil) akan bergeser ke kanan, mengindikasikan peningkatan jumlah tenaga kerja yang ditawarkan seperti pada Grafik 4. 

Grafik 4. Pasar Tenaga Kerja dalam Coordination Failure Model (dengan Peningkatan Tingkat Bunga)
Grafik 4. Pasar Tenaga Kerja dalam Coordination Failure Model (dengan Peningkatan Tingkat Bunga)

Selanjutnya, pergeseran kurva penawaran tenaga kerja ke kanan akan menyebabkan perubahan pada titik ekuilibrium pasar tenaga kerja: keseimbangan akan berada pada titik temu permintaan dan penawaran dengan employment yang lebih rendah (ditunjukkan pada titik N2). Dari keseimbangan pasar tenaga kerja dapat diturunkan kurva fungsi produksi pada Grafik 5: employment yang lebih rendah mengakibatkan output tenaga kerja yang lebih rendah pula. 

Grafik 6. Kurva Fungsi Produksi dengan Increasing Return to Scale terhadap Perubahan Employment
Grafik 6. Kurva Fungsi Produksi dengan Increasing Return to Scale terhadap Perubahan Employment

Saat disusun kurva antara tingkat bunga upah riil dan output tenaga kerja, akan terbentuk kurva penawaran output dalam coordination failure model pada Grafik 6 yang berbentuk konveks terhadap titik origin. 

Grafik 6. Kurva Penawaran Output dalam Coordination Failure Model
Grafik 6. Kurva Penawaran Output dalam Coordination Failure Model

Karena kurva penawaran output (Ys) memiliki kemiringan yang negatif, titik potongnya dengan kurva permintaan output (Yd), yang lebih curam daripada Ys, akan menghasilkan dua titik ekuilibrium seperti yang digambarkan Grafik 7.

Grafik 7. Multiple Equilibria dalam Coordination Failure Model
Grafik 7. Multiple Equilibria dalam Coordination Failure Model

Pada grafik 7 diatas, kedua titik ekuilibrium dari perpotongan garis Yd dan Ys mewakili ekuilibrium "baik" dan "buruk". Ekuilibrium "baik" pada grafik tersusun atas r2 dan Y2, sedangkan ekuilibrium "buruk" tersusun atas r1 dan Y1 dengan r sebagai tingkat bunga dan Y sebagai tingkat output. Ekuilibrium "baik" mendapatkan namanya oleh karena karakteristik-karakteristiknya yang memang menguntungkan banyak pihak, begitu pula sebaliknya.

Telah disebutkan sebelumnya bahwa kedua kategori ekuilibrium didorong oleh gelombang-gelombang optimisme dan pesimisme. Dalam model coordination failure, gelombang-gelombang tersebut disebabkan oleh kejadian-kejadian yang sama sekali tidak berhubungan (extraneous events) dengan pokok-pokok ekonomi, seperti teknologi, preferensi, dan pendapatan, yang pada akhirnya "mengakibatkan" siklus-siklus bisnis. Salah satu contoh extraneous event dalam ekonomi terjadi saat memprediksi fluktuasi Produk Domestik Bruto (PDB) dari suatu negara. Dalam memprediksi fluktuasi PDB, akan dimuat unsur-unsur ekonomi, seperti inflasi, tingkat partisipasi tenaga kerja, dan produktivitas.

Kemudian, seandainya ketika memprediksi PDB tersebut terjadi perkembangan teknologi di bidang robotik, berbagai perusahaan akan terdorong untuk melakukan automasi. Automasi tidak memiliki hubungan atau keterkaitan secara langsung dengan pertumbuhan PDB dari negara tersebut. Namun, secara tidak langsung, perkembangan ini akan memengaruhi faktor-faktor lain, seperti output produksi dan partisipasi tenaga kerja. Dengan dipengaruhinya kedua faktor ini, akan terjadi perubahan dalam model prediksi PDB negara tersebut.

Jika  keberadaan extraneous events disikapi sebagai lampu hijau oleh para pekerja dan perusahaan untuk bersikap optimis, perekonomian akan bergerak ke arah ekuilibrium "baik" dan sebaliknya. Maka dari itu, siklus-siklus bisnis dapat terbentuk apabila keseluruhan pelaku ekonomi bersikap optimis dan pesimis sehingga perekonomian pun turut berkutat antara ekuilibrium "buruk" dan "baik". Lalu, apakah sebuah perekonomian akan berada di ekuilibrium "buruk" atau "baik"?

Jawaban dari pertanyaan tersebut sepenuhnya berada di tangan pelaku-pelaku ekonomi. Dengan demikian, akan sangat strategis bagi pemerintah untuk menciptakan gelombang-gelombang optimisme yang dapat mendorong perekonomian ke arah ekuilibrium tersebut, contohnya dengan pemberian kata-kata motivasi oleh seorang figur publik yang ternama. 

 

Kasus Avengers: Endgame

Dalam adegan pertempuran terakhir, Iron Man sempat bertanya kepada Dr. Strange apakah mereka akan menang dalam pertempuran ini. Hal ini mengacu pada perkataan Dr. Strange di film sebelumnya yaitu Avengers: Infinity War, saat Dr. Strange berkata mereka (Avengers) akan menang dalam 1 dari 14.000.605 skenario. Namun, jawaban lanjutan  Dr. Strange kepada Iron Man cukup menarik. Ia berkata,

"If I tell you what happens, it won't happen."

Perkataan Dr. Strange tersebut menekankan bahwa hasil akhir dari pertarungan harus tetap terjaga kerahasiaannya sampai pertarungan selesai dan mereka mengetahui hasilnya secara langsung. Dr. Strange juga menekankan bahwa membocorkan hasil akhir pertarungan dapat mengubah hasil yang akan dicapai pada akhirnya.

Hal ini berbeda dengan perspektif ekonomi dalam Keynesian coordination failure model. Menurut perspektif ekonomi tersebut, orang-orang berkedudukan penting seharusnya berusaha mendorong perekonomian ke arah ekuilibrium "baik" dengan menciptakan gelombang optimisme, sedangkan apa yang dilakukan oleh Dr. Strange: merahasiakan hasil akhir dari pertarungan, yaitu kemenangan Avengers, tidak sesuai dengan konsep pemunculan optimisme dalam Keynesian coordination failure model. Ketidaksesuaian tersebut dikarenakan oleh cara Dr. Strange mendorong hasil akhir pertarungan ke arah ekuilibrium "baik" adalah dengan tidak menciptakan gelombang optimisme maupun pesimisme dalam pandangan para Avengers.

Epilog

Memang tidak semua bagian film Avengers: Endgame, termasuk keputusan Dr. Strange, dapat dianalisis melalui teori ekonomi terutama Keynesian coordination failure. Akan tetapi, dengan mempelajari Keynesian coordination failure, setidaknya kita dapat mengetahui bahwa dalam perekonomian, pemberian gelombang optimisme dapat mengubah kondisi ekonomi dengan mengarahkannya ke arah ekuilibrium "baik". 

Kemudian, dalam menjelaskan fluktuasi ekonomi, Keynesian coordination failure tidak terlepas dari beberapa kelemahan. Kelemahan pertama dari Keynesian coordination failure model adalah keberadaannya yang bergantung pada increasing returns to scale dalam tingkat agregat, padahal eksistensi increasing returns to scale sulit ditemukan di dunia nyata. Tidak hanya itu, sekiranya produksi agregat bersifat constant returns to scale atau bahkan decreasing returns to scale, Keynesian coordination failure model tidak akan berlaku. 

Selanjutnya, kelemahan kedua dari Keynesian coordination failure dan kebanyakan teori ekonomi lainnya adalah ekspektasi. Optimisme dan pesimisme yang ada dalam Keynesian coordination failure merupakan bentuk dari ekspektasi dan pada hakikatnya, ekspektasi tidak dapat diobservasi. Maka dari itu, teori ini sulit digunakan untuk menganalisis fluktuasi perekonomian yang telah terjadi. 

Referensi:

Avengers: Endgame beats box office records with $1.2bn debut. (2019, April 29). Retrieved April 29, 2019, from https://www.bbc.com/news/entertainment-arts-48084977

Schmitt-Beck, R. (2015). Bandwagon Effect. The International Encyclopedia of Political Communication, 1-5. doi:10.1002/9781118541555.wbiepc015

Williamson, S. D. (2017). Macroeconomics (6th ed.). Pearson.

Kritik dan Saran: Himiespa.dp@gmail.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun