Kubiszyn dan Borich (2013: 348) menyatakan bahwa signifikansi dari indikator ini berasal dari kenyataan bahwa tidak ada asesmen yang dapat menghasilkan skor sejati secara sempurna. Hal ini menyebabkan skor yang diperoleh menyimpang dari skor sejati dari peserta didik. Terdapat beberapa faktor yang menjadi sumber penyimpangan, di antaranya keadaan peserta didik, desain asesmen, penyelenggaraan asesmen, dan eror dalam penskoran. Faktor-faktor tersebut perlu dipertimbangkan oleh pendidik agar akurasi dari asesmen dapat meningkat sedemikian rupa, sehingga skor yang dihasilkan dapat mendekati skor sejati.
4. Keadilan
Stecher dkk. (1997: 42--43) mengemukakan bahwa dalam indikator ini, suatu asesmen dinyatakan berkualitas jika asesmen tersebut mempertimbangkan faktor-faktor eksternal yang dapat memengaruhi nilai dari peserta didik tertentu yang mengikuti asesmen. Indikator ini merupakan indikator yang sulit untuk dipenuhi, karena setiap peserta didik memiliki latar belakang yang berbeda-beda sehingga faktor-faktor yang dapat memengaruhi nilai peserta didik sangat sulit untuk dideteksi. Praktik yang sering dilakukan untuk mengupayakan keadilan asesmen adalah pelibatan para ahli yang peka terhadap faktor-faktor eksternal tersebut untuk meninjau format asesmen.
Di sisi lain, Stecher dkk. (1997: 35) mengemukakan bahwa konsekuensi dari autentisitas asesmen yang meningkat adalah ongkos asesmen yang semakin mahal dan waktu yang semakin lama, sehingga pendidik perlu memperhatikan kepraktisan dari asesmen yang direncanakan. Stecher dkk. (1997: 43--48) mengemukakan indikator kepraktisan yang perlu diperhatikan oleh pendidik.
1. Ongkos.
Asesmen yang berbentuk performance assessment cenderung lebih mahal daripada asesmen yang berbentuk selected-response assessment. Hal ini karena beberapa faktor, yakni proses perencanaan yang lebih panjang, kerumitan dalam mengadministrasi asesmen beserta setiap alat dan bahan yang dibutuhkan, dan proses penilaian yang tidak bisa dimekanisasi (seperti soal pilihan ganda yang dapat dilaksanakan dalam bentuk ujian berbasis komputer).
2. Waktu.
Asesmen yang berbentuk performance assessment membutuhkan waktu yang lebih banyak, baik dalam proses perencanaan, pengadministrasian pada peserta didik, dan penilaian. Hal ini dapat mengurangi waktu bagi pendidik untuk melakukan pengajaran.
3. Kompleksitas
Penggunaan alat dan bahan, cakupan tugas, tingkatan kognitif yang dibutuhkan peserta didik untuk mengerjakan asesmen, prosedur dalam mengumpulkan jawaban, dan prosedur penilaian merupakan faktor-faktor yang membuat performance assessment lebih kompleks dibanding selected-response assessment.
4. Kredibilitas