Pada bulan Juli tahun 2016 lalu, terdapat empat tersangka pengedar Narkoba (Narkotika dan Obat terlarang) yang dieksekusi mati dengan cara ditembak. Proses dilaksanakan di Pulau Nusakambangan, dengan tersangka yang terdiri dari dua warga negara asing asal Nigeria, satu asal Afrika Selatan, serta satu Warga Negara Indonesia bernama Freddy Budiman. Selain itu, Presiden Joko Widodo telah mengeksekusi 14 orang terduga pengedar narkoba lainnya hanya dalam satu kuartal di awal 2015, dibandingkan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang hanya sebanyak 16 orang selama dua periode pemerintahannya.
Sejak pelantikannya pada tahun 2014, Jokowi memang terkenal aktif mengadvokasi penerapan konsekuensi yang tegas terhadap tindak kasus penyalahgunaan narkoba. Ia berujar bahwa hal tersebut merupakan salah satu masalah utama negara, menurunkan produktivitas, serta mendeklarasikan Indonesia sebagai negara darurat narkoba. Lalu, bagaimana hasil dari kebijakan tersebut sejauh ini? tentu indikator keberhasilannya cukup beragam. Namun, jika melihat data dari tahun ke tahun, telah terjadi tren yang naik pada angka kasus penyalahgunaan narkoba di Indonesia
Memahami pasar narkoba
Perdagangan Narkoba merupakan pasar yang besar dengan valuasi puluhan triliun rupiah. Seperti pasar pada umumnya, pergerakan harga barang-barang narkoba juga mengikuti hukum penawaran dan permintaan. Namun, karena narkoba dijual secara ilegal, informasi akan kualitas dan kuantitas riil barang di pasar tidak tersedia, atau setidaknya sulit untuk diakses.
Baik konsumen maupun produsen tidak tahu menahu mengenai harga pasar maupun harga yang ditetapkan oleh kompetitornya. Oleh karena itu, dinamika harga cukup sukar dilacak dan harga suatu barang diidentifikasi dengan rentang harga per unit satuan, bukan satu harga (Caulkins and Reuter, 1998).Â
Semisal di Amerika serikat, harga 0,1 gram heroin berada pada rentang 15 -- 20 dollar AS. Untuk memudahkan pemahaman, kita dapat mengasumsikan bahwa harga barang adalah satu harga, yaitu dengan menggunakan nilai mediannya. Dengan pendekatan model grafik penawaran dan permintaan sederhana, kita akan mendapat gambaran tentang perilaku para pemain yang terdapat di dalam pasar tersebut.
Semakin besar risiko yang ditanggung dan usaha yang dibutuhkan untuk menyuplai barang, akan semakin tinggi harga yang ditetapkan produsen yang menyebabkan garis penawaran bergeser ke kiri, atau yang disebut dengan enforcement tax (pajak menghindari regulasi dan hukum). Di pasar barang ilegal, profit normal seringkali disebut sebagai expected profit karena tingginya risiko yang ditanggung produsen sehingga tercapainya keuntungan tersebut merupakan hal yang tidak pasti (Reuter and Kleiman, 1986).Â
Tentu saja, grafik di atas adalah simplifikasi dari pasar narkoba yang kompleks, karena meskipun merupakan barang agrikultural, pasar narkoba bukanlah pasar persaingan sempurna dengan barang yang homogen. Diferensiasi barang terjadi pada tingkat kemurnian produk, yang mana kadarnya tidak bisa diketahui secara pasti sehingga produsen hanya dapat mengestimasi berdasarkan informasi sumber bahan dan harga barang serupa di pasaran (Caulkins, 2007). Selain itu, barrier to entry di pasar narkoba juga sangat tinggi, sebagai konsekuensi dari tingginya risiko pembukaan lahan dan keberlangsungan usaha itu sendiri.
Dari segi permintaan, meskipun narkoba merupakan barang yang adiktif dan ilegal, beberapa studi menunjukkan bahwa perilaku permintaanya tetap mengikuti hukum penawaran dan permintaan ekonomi. Ketika harga naik, pengguna narkoba berkurang, bahkan untuk pecandu yang akut sekalipun. Selain itu, aspek yang perlu diperhatikan lainnya adalah terkait elastisitas permintaan pasar.Â
Secara implisit, garis permintaan (D1) menunjukkan respon konsumen terhadap perubahan harga barang, dengan gradien yang curam menunjukkan elastisitas permintaan yang inelastis. Beberapa studi menunjukkan bahwa sebagian besar barang di pasar ilegal narkoba adalah inelastis, dengan derajat yang bervariasi di antara barang. Tabel di bawah menunjukkan estimasi participation elasticity, yaitu persen perubahan tingkat konsumsi narkoba sebagai respon dari persen perubahan harga barang. Angka negatif menunjukkan hubungan berbanding terbalik di antara kedua variabel.