Mohon tunggu...
HIMIESPA FEB UGM
HIMIESPA FEB UGM Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada

Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi (HIMIESPA) merupakan organisasi formal mahasiswa ilmu ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada DI Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Memahami Keseimbangan Alam Semesta ala Thanos, Refleksi Avengers Infinity Wars

3 Mei 2018   18:24 Diperbarui: 17 Juli 2018   07:28 3097
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: Muhammad Faisal Abda'oe, Ilmu Ekonomi 2016, Wakil Kepala Departemen Kajian dan Penelitian Himiespa FEB UGM

"This universe has finite its resources, if life is left unchecked, life will cease to exist. It needs correcting."

"When I'm done, half of humanity will still exist. Perfectly balanced, as all things should be."

Kurang lebih itulah yang dikatakan salah satu tokoh antagonis Marvel, Thanos, dalam film Avengers: Infinity Wars. Di sekuel Avengers tersebut, Thanos sangat fanatik dan ambisius akan misinya untuk mengumpulkan infinity stone, meskipun harus mengorbankan separuh populasi alam semesta. Thanos sendiri merupakan seorang tokoh fiksi Marvel buatan Mike Friedrich yang pertama kali diterbitkan di komik Marvel pada tahun 1973. 

Ia lahir di Titan, salah satu bulan dari Planet Saturnus. Sejak remaja, ia tertarik dengan paham nihilism, yaitu sebuah paham yang mempercayai bahwa kehidupan tidak memilki arti. Thanos menjadi salah satu tokoh yang mempercayai bahwa keseimbangan alam semesta memerlukan pengorbanan yang begitu besar, genosida setengah populasi alam semesta. Dengan sumber daya alam yang terbatas sedangkan populasi manusia terus menerus bertambah, kehidupan alam semesta akan menjadi tidak seimbang.

ilustrasi-thanos-5aeaf4bef1334405ec0b8b72.jpg
ilustrasi-thanos-5aeaf4bef1334405ec0b8b72.jpg
Gagasan tersebut tidak jauh berbeda dengan pemikiran salah satu ekonom pelopor teori pertumbuhan yaitu Thomas Robert Malthus. Malthus merupakan seorang alumni Cambridge yang memiliki keahlian di bidang ekonomi politik dan demografi. Salah satu tulisannya yang terkenal berjudul "The Principle of Population". 

Malthus sendiri mengamati bagaimana peningkatan dalam produksi makanan suatu negara dapat meningkatkan kesejahteraan dan berdampak pada peningkatan populasi. Namun, terdapat perbedaan diantara kecepatan pertumbuhan sumber daya (makanan) dengan pertumbuhan manusia.

Pertumbuhan sumber daya cenderung stabil dan stagnan, sedangkan pertumbuhan jumlah manusia bersifat eksponensial. Pertumbuhan sumber daya diilustrasikan dengan pola baris deret aritmatika sedangkan pertumbuhan jumlah manusia memiliki pola deret geometri. 

Dengan kecepatan pertumbuhan populasi yang lebih cepat dibandingkan sumber daya, Malthus memprediksi akan terjadi suatu bencana di masa depan ketika sumber daya tidak mampu lagi menyejahterakan populasi yang ada. Karena pertumbuhan populasi telah melebihi pertumbuhan sumber daya, sehingga tercipta malapetaka dan kelaparan. Kondisi ini disebut dengan "Malthusian Trap".

Dengan basis model pertumbuhan populasi:

dokpri
dokpri
Dan basis model pertumbuhan sumber daya makanan:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun